Ia menjelaskan perbedaan mengolah sagu yang menggunakan alat mekanik hanyalah mesin pemarut dan gergaji mesin. Mesin tersebut menggantikan proses lama yakni memukul sagu untuk mendapatkan serat dari mot (batang pecahan).
Selebihnya masih tradisional. Begitu batang pohon sagu ditebang dari hutan dan dipotong menjadi mot, langsung dialirkan ke sungai menuju tempat pemarutan di bagian hilir. Tempat itu bernama Walang Goti yang biasanya ada 4-5 pekerja. Di tempat itu mot dipecah lebih kecil sehingga mudah untuk diparut, kemudian melalui proses penyaringan yang disebut Sahani.
Sahani dilakukan secara manual yakni menyaring serbuk sagu dengan kain di air mengalir. Hasilnya sagu berwarna putih akan mengendap di dasar wadah penampung yang didesain seperti cetakan berukuran panjang. Hasil penyaringan itu disebut sagu tumang.
Menurut dia, permintaan sagu dari Desa Tulehu masih tetap stabil dan tidak terpengaruh Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang saat ini masih berlangsung di sebagian besar wilayah Provinsi Maluku.
“Tidak terpengaruh PPKM, pesanan sagu tetap saja ada karena sagu sudah jadi seperti makanan utama bagi sebagian besar warga,” kata Fadli.
Pewarta : Febrianto Budi Anggoro
Editor : Maximianus Hari Atmoko