TERASMALUKU.COM,-AMBON– Febri Calvin Tetelepta, Deputi I Kantor Staf Kepresidenan (KSP) RI, kembali berbicara tentang Maluku. Kali ini, tepat di Hari Ulang Tahun ke-78 Provinsi Maluku Febry yang akrab disapa dengan singkatan FCT itu berbicara di hadapan para Pimpinan Redaksi dan wartawan dari berbagai media lokal, maupun nasional.
Mengusung tema “Bacarita dengan FCT tentang Maluku”, kegiatan yang dihelat bersama para Jurnalis ini dipandu oleh Dr. Jemmy J. Pietersz di Ambon, Sabtu (19/8/2023).
Banyak hal yang dibicarakan Febry soal Maluku. Hingga tawaran konsep yang ditawarkan agar Maluku bisa keluar dari provinsi termiskin di Indonesia.
“Kita harus kerja bersama. Tidak lagi kita kerja perbaikan, tapi kita harus kerja percepatan. Maluku harus jadi kompas kawasan Timur Indonesia,” kata dia.
Untuk menata Maluku agar lebih baik ke depan, FCT mengaku butuh konsolidasi, dan penataan bersama membangun daerah ini untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. “Kita harus melihat pemenuhan ekonomi, maupun SDM kita,” ungkapnya.
Melihat Maluku hari ini, kata FCT, maka harus berbicara dengan data. Sebab, selama ini yang menjadi kelemahan saat berbicara dan menganalisis persoalan tidak disertai dengan data.
“Kita selalu saja kelemahan kita adalah bahwa ketika kita menganalisa sesuatu maka kita tidak berbasis data,” ujarnya.
Berbicara Maluku, FCT juga melihat tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dari tahun 2013 – 2018, posisi IPM Maluku sempat naik 2,78%. Namun saat masuk periode tahun 2018 – 2021, terjadi kenaikan tapi mengalami pelambatan 0,84%. “Memang naik tapi terjadi pelambatan,” katanya.
Menariknya di tahun 2021-2022. FCT mengaku IPM Maluku stagnan, atau tidak bergerak naik dan tidak bergerak turun. Pada posisi tersebut Maluku berada di bawah standar rata-rata nasional.
Ia mengatakan, standar IPM nasional sebesar 72,91%. Sementara Maluku sendiri rata-rata berada di angka 69,71%, “dan kita dalam posisi (urutan ke) 26 di Indonesia, di bawah rata-rata nasional. Dan kesenjangan di antara Kabupaten juga disparitasnya sangat compang sekali,” ungkap dia.
BACA JUGA: Akui Salah, Deputi I KSP Febry Minta Maaf ke Masyarakat Tanimbar
Menurutnya, kalau IPM rendah maka sudah pasti berdampak pada kualitas hidup yang rendah. Begitu pula produktivitas daya saing pun sangat rendah, “yang paling penting adalah rakyat tidak sejahtera karena daerah semakin tertinggal, itu indikator implikasi dari IPM yang rendah,” sebutnya.
Terdapat 5 daerah yang dari dulu menjadi langganan rendahnya IPM. Diantaranya Kabupaten Maluku Barat Daya, Seram Bagian Timur, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru dan Buru Selatan. “Ini lima daerah yang langganan dari dulu,” tambahnya.
Apabila ingin membangun Maluku, FCT menawarkan fokus lebih dulu pada 5 daerah yang IPM-nya rendah tersebut. “Kalau kita mau membangun Maluku kita fokus di lima daerah ini, memperbaiki daerah ini, buat afirmasi yang khusus untuk lima daerah ini, otomatis kita punya IPM (rata-rata di Maluku) pasti akan naik,” terangnya.
Menurutnya lagi, pemetaan pembangunan Maluku sangat penting, tidak dibangun asal-asalan. “Kita harus fokus mana kekurangan kita dan kita angkat dan otomatis akan terjadi perubahan yang sangat besar terhadap kita punya IPM. Oleh karena itu kita butuh pengerahan dan konsolidasi yang terintegrasi,” jelasnya.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Melihat Maluku dari pertumbuhan ekonomi, FCT mengaku tahun 2013-2018 terjadi pertumbuhan sekitar 0,67%. Di tahun 2018-2020 kembali naik sedikit, sekitar 0,80%. “Tetapi kalau kita lihat sampai dengan triwulan tiga ini yang disampaikan oleh provinsi ada sekitar 5,18%. Kalau pertumbuhan kita hanya seperti ini saja, biasa-biasa saja, maka kita tidak mungkin keluar dari garis kemiskinan. Kita butuh percepatan yang luar biasa, kita butuh kerja yang sangat ekstra keras,” harapnya.
Pertumbuhan ekonomi di Maluku diakuinya mengalami peningkatan. Akan tetapi tidak mencapai kualifikasi untuk Maluku bisa keluar dari kemiskinan. “Kita butuh kerja yang luar biasa. (Karena) dibandingkan dengan Maluku Utara (pertumbuhan ekonomi) sekitar 27,78%, bayangkan itu adik kita itu lebih tinggi jauh di atas kita,” kata dia.
HILIRISASI
Putra asli Maluku ini pun berbicara mengenai konsep hilirisasi. Ia mengaku, konsep hilirisasi harus dikembangkan lebih luas lagi, bukan hanya untuk tambang, tapi juga bisa terhadap sumber daya alam yang lain seperti ikan. “(Misalnya) harus ada industri pengalengan ikan di sini, harus ada industri pengolahan ikan yang baik di sini, semua nelayan harus dibuat sertifikat penangkapan dan pengolahan, sehingga hasil ikannya itu orang Tial yang cuma dengan Johnson kecil itu bisa tangkap dua, tiga ekor tapi 1 kg (dijual seharga) Rp90 ribu. Ini karena orang Tial harus membuat sertifikat nelayan, sertifikat tangkap dan sertifikat pengolahan dengan standar Internasional,” kata FCT memberi contoh.
Lantas siapa yang harus mengeluarkan sertifikat, menurut FCT, Dinas Perikanan dan Kelautan (KKP) akan bekerjasama dengan Asesor. Sehingga mereka bisa melakukan sertifikasi untuk mengeluarkan sertifikat nelayan kepada masyarakat.
“Jadi kita harus pastikan bahwa semua hilirisasi harus terjadi sehingga orang tidak lagi keluar dari Maluku, semuanya ada di Maluku,” kata dia.
TANTANGAN
Di sisi lain, FCT melihat terdapat tiga tantangan di Maluku, diantaranya sarana dan prasarana yang sangat kurang. Selanjutnya aksesibilitas yang sangat rendah konektivitas antar pulau, dan SDM yang sangat rendah. “Ini yang membuat kita harus mengafirmasi sangat serius terhadap 6 daerah tertinggal yaitu MBD, SBB, SBT, Aru, Tanimbar, dan Buru Selatan,” kata dia.
“Solusinya adalah saya melihat ada tiga hal yang pertama adalah reformasi kepemimpinan, yang kedua adalah perubahan paradigma dan ketiga kerjasama multilini,” pungkasnya.
Penulis : Husen
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow