TERASMALUKU.COM,-AMBON-Ketua Tim Persiapan Pembebasan Lahan, M. Saleh Thio mengungkapkan, sesuai hasil pendataan awal pada Tahap Persiapan Pembebasan Lahan, tercatat ada 471 KK yang terdampak dari rencana pembangunan Ambon New Port pada lahan seluas 200 hektar di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Ambon.
Pendataan awal ini dilakukan sejak 7 Agustus hingga 7 Oktober setelah sosialisasi kepada masyarakat yang dilakukan pada 22 Juli dan dibuktikan dengan penandatanganan berita acara oleh masyarakat yang menyatakan bersedia Ambon New Port dibangun di Waai.
Dari 471 KK itu, 23 diantaranya miliki sertifikat kepemilikan tanah, 16 KK tanah dati, sedangkan sisanya belum miliki sertifikat termasuk ada yang hanya berupa akta atau kwitansi jual beli.
Namun, kata mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku ini, jumlah tersebut masih belum final atau masih bersifat sementara. Nantinya data warga terdampak ini akan diverifikasi ulang melalui tahap konsultasi publik yang direncanakan dilakukan pekan depan oleh Tim Persiapan Pembebasan Lahan.
“Konsultasi publik ini pekan depan, nanti akan kita umumkan hasil pendataan awal ini, nanti masyarakat akan lihat, mana yang sudah tercatat, mana yang belum terdata atau apa yang masih kurang, dan kita minta mereka tunjukan hak-hak terkait kepemilikan,”kata Thio saat berikan keterangan pers di kantor Gubernur Maluku, Ambon, Jumat (8/10/2021) usai rapat evaluasi persiapan pembebasan lahan bersama Tim, Raja Negeri Waai, Perwakilan Kantor Wilayah BPN Provinsi Maluku.
Setelah konsultasi publik barulah dilaporkan ke Gubernur dan Menteri Perhubungan RI tentang hasil kerja Tim ini. Setelah diteliti oleh Menhub, akan dikembalikan lagi ke Gubernur untuk penetapan lokasi atau penlok.
“Setelah penlok selesai kita akan serahkan penlok itu untuk ditindaklanjuti pembangunannya. Jadi kerjaan Tim Persiapan Pembebasan lahan hanya sampai disini saja. Yang terkait penyerahan nanti masuk di tahap pelaksanaan yang pekerjaannya itu ada dilakukan oleh Menteri ATR/BPN,”imbuh pria yang menjabat sebagai Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Setda Provinsi Maluku ini.
Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Maluku, Ferry Soukota terkait harga tanah perbidang pada lokasi yang akan dibangun Ambon New Port ini belum ditentukan karena penentuan harga dilakukan ditahap pelaksanaan melalui Kantor Jasa Penilai Publik atau KJPP.
Ini sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah yang terbagi dalam empat tahapan yaitu perencanaan, persiapan pembebasan lahan, pelaksanaan dan penyerahan.
Perencanaan yaitu instansi yang membutuhkan tanah membuat dokumen perencanaan pengadaan tanah kemudian diserahkan kepada Pemerintah Provinsi untuk tahap persiapan pembebasan lahan sebagaimana yang saat ini telah dicapai Tim Persiapan Pembebasan Lahan untuk pembangunan Ambon New Port dan akan dilanjutkan dengan pelaksanaan dan penyerahan oleh Kementerian ATR/BPN.
“Menyangkut harga tanah ini ada di tahapan pelaksanaan. Tahapan ini berdasarkan hasil kerja dari Satgas A yang bertugas lakukan pengukuran keliling luasan termohon dalam artian 200 hektar juga terhadap bidang-bidang-bidang tanah pemilik selaku subjek hak yang kemudian dituangkan dalam dokumen nominatif dalam rangka untuk dasar KJPP melakukan kajian. Sedangkan Satgas B melakukan pengumpulan data yuridis dari subjek maupun objek,”jelasnya.
Setelah data nominatif ditetapkan dengan berita acara maka diserahkan kepada instansi yang membutuhkan tanah selanjutnya dengan pemerintah untuk melakukan lelang KJPP. Setelah memperoleh KJPP yang menang dalam lelang baru dilakukan penetapan terhadap KJPP melakukan tugas dalam rangka penilaian terhadap harga tanah.
Nanti setelah hasil diekspose KJPP baru diketahui berapa nilai tanah perbidang sesuai data nominatif. “Ini karena kita belum ada pada tahapan pelaksanaan, maka menyangkut dengan apraisal atau KJPP (harga tanah perbidang) itu belum ada, nanti setelah kita ada pada tahap pelaksanaan baru diketahui berapa besar nilai tanah yang ada pada objek Ambon New Port,”kata dia.
Usai tahap pelaksanaan ini barulah masih tahap penyerahan kepada instansi yang membutuhkan dalam hal ini Kemenhub setelah selesai dilakukan pembayaran ganti rugi dan pemutusan hukum antara subjek dan objek dalam rangka pembuatan sertifikat.
Sementara Raja Negeri Waai, Derek Bakarbessy mengatakan sebagian besar di Waai adalah tanah adat, hanya sebagian kecil tanah yang diperoleh melalui pembelian dari masyarakat negeri Waai.
“Sebagian besar itu itu tanah negeri Waai, ketiga Dusun hak negeri Waai, rumah-rumah itu hak pembelian dari basudara yang bersangkutan. Dusun itu adalah tanah hak milik masyarakat negeri Waai yang punya tanah-tanah adat,”sebutnya.
Terkait sosialisasi kepada masyarakat Waai untuk Ambon New Port ini sendiri kata sudah dilakukan oleh pihak Pemerintah Desa bahkan Dusun.
Namun, dipastikannya, sosialisasi akan terus dilakukan agar kedepannya tidak menimbulkan masalah saat pembangunan berjalan. (Ruzady)