AMBON- Penyidikan aliran dana kasus korupsi pembelian gedung PT. Bank Maluku-Malut Cabang Surabaya, senilai Rp 54 miliar mulai mengarah ke anggota DPRD Maluku.
Sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku, diduga menerima aliran dana tersebut. Informasi yang diperoleh dari Kejaksaan Tinggi Maluku menyebutkan, salah satu ketua dan anggota komisi di DPRD Maluku tengah disidik tim kejaksaan karena diduga terkait kasus pembelian Kantor Cabang Bank Maluku Malut di Surabaya. “Ada dua anggota DPRD Provinsi Maluku, ikut dalam persoalan ini,” kata salah seorang sumber di Kejati Maluku.
Aliran dana senilai Rp 2 Miliar dari Direktur CV Harves, Hentje Abraham Toisuta, tersangka kasus ini diduga masuk ke sejumlah anggota DPRD Maluku.
Salah seorang Ketua Komisi di DPRD Maluku itu, disebut-sebut memberikan uang senilai Rp 150 juta kepada seorang rekannya. Namun uang yang disodorkan dengan bukti kuitansi saat itu ditolak anggota DPRD itu.
“Saat itu uang sebesar Rp 150 diserahkan seorang anggota dewan ke seorang anggota dewan lainnya, tapi karena mengunakan bukti kuitansi ia menolak pemberikan itu. Uang mark up pembelian Kantor Bank Maluku Cabang Surabaya ini diduga dinikmati sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku,” kata sumber itu.
Dibagian lain, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Maluku, Ledrik Takandengan, kepada wartawan Kamis (26/5) menyebutkan, pihaknya telah memberikan himbauwan kepada seluruh pihak untuk mengembalikan uang dari kasus ini.
“Kami menghimbau agar mereka yang diduga menerima uang agar mengembalikan ke Kejati Maluku. Kita masih punya batas waktu yang cukup. Intinya penyidik tetap akan bekerja, penyidik tidak akan menyerah, penyidik akan bekerja maksimal untuk mengembalikan uang negara yang keluar dari Bank Maluku. Jadi serahkan saja ke penyidik, jangan ragu-ragu karena masih ada kesempatan,”katanya.
Ia menegaskan, kalau tidak ada itikat baik untuk mengembalikan uang yang diterima, maka hukum yang akan berbicara. “Saya kira lebih baik kembalikan, daripada nantinya tim penyidik menggunakan instrumen hukum untuk mendapatkan uang itu, saya kira itu sudah lain, apalagi kalau pemeriksaan tersangka lalu tersangka bernyanyi, maka itu sudah lain lagi,” ujar Ledrik.
Ditanya soal jumlah uang yang mengalir ke kantong anggota DPRD Maluku, Ledrik enggan berkomentar. Menurutnya, Kejati memberikan batas waktu hingga Mei ini, bila tidak ada itikad baik untuk mengembalikan dana yang bersumber dari bank itu maka tim penyidik akan mengambil tindakan tegas.
Ia juga menyatakan, tim Satgasus Kejati Maluku menyita sejumlah dokumen di Surabaya. Dari dokumen tersebut ditemukan jejak dugaan aliran dana kasus ini juga beredar pada sejumlah pihak di Surabaya.
Pada di tahun 2015, tertanggal 11 September, tersangka Hentje Abraham Toisuta, rekanan Bank Maluku Malut yang mengurus proses pembelian gedung dan lahan di Surabaya, tercatat menarik dana Rp 2 Miliar. Uang ini dibagi-bagi. Salah satu pejabat Bank Maluku yang diberikan jatah adalah Direktur Kepatuhan Izaac B Thenu. Ia menerima Rp250 juta, tetapi keesokan harinya ia mentransfer kembali uang itu ke rekening Heintje.
Dari hasil penyidikan tim Satgasus di Surabaya, menemukan besaran nilai dana tersebut dibagi-bagi di Surabaya. Soenarko sebagai pemilik gedung menerima uang dari Hentje sebesar Rp 75 juta.
Tim penyidik telah memeriksa Soenrako sebagai saksi. Dalam proses penyidikan Sonarko mengembalikan uang kepada tim penyidik. Kemudian Pemilik kantor akuntan publik Appraisal Toha menerima Rp 38 Juta, namun dikembalikan.
Kejati Maluku sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus pembelian Bank Maluku Cabang Surabaya yakni Dirut Bank Maluku Malut Idris Rolobessy, Kepala Divisi Renstra dan Corsec Petro Rudolf Tentua, Direktur CV Harves, Hentje Abraham Toisuta. ADI