AMBON-Pasca penarikan aparat TNI/Polri dari lokasi tambang emas Gunung Botak Kabupaten Buru, pengamanan di sekitar lokasi tambang diambil alih warga adat setempat. Namun keberadaan warga adat ini dikhawatirkan bisa memicu konflik dengan penambang ilegal yang terus berdatangan ke Gunung Botak.
Pantauan Terasmaluku.com, Minggu (15/1) puluhan warga adat petuanan Negeri Kayeli kawasan Gunung Botak, berjaga – jaga di pos pengamanan di Anahoni, yang sebelumnya ditempati TNI/Polri. Anahoni merupakan salah satu akses menuju lokasi tambang emas Gunung Botak. Warga adat ini berjaga-jaga untuk mencegah penambang masuk ke Gunung Botak dari jalur Anahoni, serta mengganggu aktivitas pembersihan sedimen oleh PT. Buana Pratama Sejahtera (BPS).
Namun dikhawatirkan keberadaan warga adat ini bisa memicu konflik baru dengan penambang ilegal yang terus berdatangan ke Gunung Botak. Sementara disisi lainnya, warga adat lainnya dari jalur Wamsait juga menyokong adanya aktivitas penambangan ilegal ini.
Selain warga adat ada juga belasan anggota Satuan Polisi Pamong Praja Pemprov Maluku dan Pemkab Buru di lokasi Anahoni, namun petugas Satpol PP hanya menggunakan pakian premen untuk mencegah hal – hal yang tidak diinginkan kepada mereka.
Ketua LSM Parlemen Jalanan, yang juga anggota tim terpadu Gunung Botak yang dibentuk Gubernur Maluku Said Assagaff meminta agar aparat TNI/Polri ditempatkan lagi kawasan Gunung Botak. Ini dilakukan untuk mencegah aktivitas penambangan ilegal makin besar lagi di kawasan Gunung Botak.
“Penarikan aparat keamanan membuat situasi di Gunung Botak tidak menentu,karena itu kami minta Pak Kapolda, Pangdam dan Gubernur Maluku untuk melihat masalah ini, agar aparat keamanan segera ditempatkan lagi, karena kalau tidak penambangan ilegal seperti tahun – tahun sebelumnya akan terjadi lagi.Penambang dari berbagai daerah terus berdatangan,” kata Rusman.
Ia juga menyatakan, jika terjadi penambangan ilegal lagi dengan sendiri akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Selain akan menyebabkan kerusakan lingkungan, keberadaan penambang ilegal tanpa ada aparat keamanan juga dapat menimbulkan konflik. “Ada aparat keamanan saja sering terjadi konflik, banyak muncul tindakan kriminal apalagi tidak ada aparat. Kalau terjadi apa-apa di Gunung Botak siapa yang bertanggungjawab,” katanya.
Sejak Jumat (6/1), TNI dan Polri ditarik dari kawasan Gunung Botak, dengan alasan pengamanan Pilkada kabupaten Buru. Lokasi tambang Gunung Botak ditutup sejak 14 November 2015 Gubernur Maluku Said Assagaff atas perintah Presiden Joko Widodo, karena terjadi kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan emas ilegal. (ADI)