AMBON- Lebih dari seribu perusahaan yang beroperasi di Kota Ambon ternyata belum menerapkan Upah Minimum Kota (UMK) Ambon tahun 2017, sebesar Rp 2,1 juta tiap bulan per orangnya. Bahkan terindikasi belum mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini terungkap saat puluhan perusahaan dipanggil DPRD Ambon untuk rapat evaluasi terkait hak-hak ketenagakerjaan pada Rabu (5/4).
Ketua Komisi I DPRD Ambon, Zeth Pormes menyatakan dari hasil rapat yang melibatkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Ambon, BPJS Ketenagakerjaan dam BPJS Kesehatan, terbukti hanya sebagian kecil perusahan yang baru menerapkan UMK dan mendaftarkan tenaga kerjanya sebagai peserta BPJS ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Sementara sebagian besar perusahaan lainnya belum mematuhi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dan belum menjalankan UMK sesuai SK Gubernur Maluku Nomor 454 tahun 2016 tertanggal 28 Desember 2016 lalu. Dalam pertemuan itu terungkap, perusahan berasalan belum memenuhi hak – hak karyawan karyawan karena belum mengetahui adanya UMK Ambon 2017.
“Dari 3.000 perusahaan yang beroperasi di Kota Ambon, baru 1.600 perusahaan yang terdaftar. Namun baru 600 perusahaan yang tersosialisasi UMK serta BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan. Jadi kedepan sosialisasi memang harus dimaksimalkan oleh dinas terkait,” jelas Pormes.
Politisi Golkar ini menilai, dari sebagian besar perusahaan tersebut masih memberlakukan upah minimum provinsi (UMP). Dan belum memberlakukan UMK Ambon, dengan alasan belum mengetahui soal penetapan UMK Ambon 2017.
“Jadi banyak perusahaan yang belum terapkan UMK. Padahal Kota Ambon sudah memiliki Dewan Pengupahan Kota (DPK). Dan masih banyak yang masih menggunakan UMP terhadap karyawannya. Dan ini yang akan terus kita awasi bersama dinas terkait,” ingatnya.
Kepala Disnaker Kota Ambon, Godlief Soplanit mengakui masih sangat banyak perusahaan yang belum menerapkan UMK dan BPJS ketenagakerjaan maupun BPJS kesehatan. Saat ini tim dari Disnaker sementara melakukan tinjuan langsung ke perusahaan-perusahan itu. Perusahaan pun akan diberi kelonggaran untuk bisa menyesuaikan UMK maupun hak-hak lainnya yang menjadi hak tenaga kerja.
Namun menurutnya, jika dalam waktu 6 bulan keatas belum mematuhi segala aturan maka Disnaker Kota Ambon akan merekomendasikan ke Pemerintah Kota Ambon untuk melakukan pencabutan ijin usaha.
“Dan jika ada yang belum menyesuaikan, akan kita lakukan pembinaan, sesuai PP 67 tahun 2015 tentang Pengupahan. Jika sudah sampai 6 bulan keatas belum menyesuaikan segala hak tenaga kerja, maka kita akan merekomendasi ke Walikota untuk melakukan pencabutan ijin usaha. Dan saat ini tim sementara turun untuk melakukan tinjauan ke perusahaan,” terangnya.
Diakuinya, dari 3.000 perusahaan yang beroperasi di Kota Ambon, masih ada seribuan perusahaan yang belum memenuhi hak-hak tenaga kerja. Dari evaluasi tim di lapangan, maka bisa diketahui berapa pasti jumlah perusahaan yang sudah menerapkan UMK dan BPJS atau yang belum menerapkan sama sekali.
Ia juga menyatakan, jika perusahaan mikro yang belum mampu untuk memberikan upah sesuai UMK, maka segera menyurati Disnaker Kota Ambon untuk dikeluarkan rekomendasi. Sehingga perusahaan tersebut bisa membayar upah tenaga kerja sesuai pendapatan perusahaan.
“Jika ada usaha mikro yang tidak mampu dan meresa keberatan atas upah yang ditetapkan, maka ajukan keberatan ke dinas maupun dewan pengupahan kota (DPK). Dan dari kebearatan itu akan kira rekomendasikan untuk memberikan upah sesuai pendapatan perusahaan,” pesannya. (MQR)