TERASMALUKU.COM,AMBON-Peraturan Daerah (Perda) Bangunan Gedung (BG) yang diamanatkan Undang-Undang 28/2002 Tentang Bangunan Gedung, ternyata memberi peluang usaha kepada para profesional. Selain arsitek, sejumlah profesi yang terbuka peluangnya jika Perda BG ini diimplementasikan, yaitu civil engineering dan mecanial electrical yang mengurus listrik.
“Selain itu akan dibutuhkan juga ahli pembongkaran gedung, yang jaman dulu ini belum ada. Kemudian ada peluang untuk ahli terkait pemeliharaan dan perawatan,” ujar Kasi Standarisasi, Subdit Standarisasi dan Kelembagaan Dirjen Cipta Karya, Direktorat Bina Penataan Bangunan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Budi Prastowo di Ambon, beberapa waktu lalu.
Jadi melalui Perda BG, Prastowo katakan, bukan hendak membuat atau mencari ribet. Sebab sebenarnya ini adalah hal yang sudah lumrah di negara yang sudah maju tinggal sekarang bagaimana diterapkan pada kota-kota di Indonesia, tinggal disesuaikan deng kondisi atau karakter masing-masing daerah. Mengutip landasan hukum Perda BG, Prastowo paparkan, UU Bangunan Gedung (UU 28/2002), Pasal 2 menyebutkan, “Bangunan gedung (BG) disenggarakan berlandaskan asas kemanfaatan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya.”
Dan salah satu faktor yang juga penting, lanjut Prastowo, tertuang dalam pasal 3 ayat 2 UU 28/2002 yang berbunyi, “Pengaturan BG bertujuan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan BG yang menjamin keandalan teknis BG dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.” “Untuk Maluku sudah 90 persen ada Perda Bangunan Gedung. Tinggal pekerjaan rumah dari pemerintah pusat untuk mendorong percepatan implementasinya melalui kampanye edukasi,” ungkap Prastowo.
Dia mengakui, melalui perda ini kita akan membuat satu budaya baru. Istilahnya membiasakan yang baik dan benar. Bukan membenarkan yang sudah biasa tapi salah. Diingatkannya, permasalahan umum terkait penyelenggaraan Bangunan Gedung, yang ada selama ini ada sekitar enam isu. Yang pertama, Bangunan Gedung dibangun tidak sesuai dengan peruntukan. Ini umumnya terkait belum adanya Perda terkait Penataan Ruang. “Penertiban bangunan yang berada di lokasi yang tidak sesuai, harus dilakukan, karena itu adanya perangkat peraturan terkait penataan ruang dan bangunan gedung sangat penting,” tandasnya.
Masalah umum kedua, lanjut Prastowo, yakni kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), mengurangi area resapan air. Dimana buruknya pengelolaan air hujan secara mandiri, mengakibatkan banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau Selain itu, menurut dia, sejumlah daerah di tanah air, berada pada jalur “Ring of Fire”, yang memungkinkan seringnya terjadi gempa dengan berbagai skala. Ditambah kondisi bangunan yang tidak mampu menjamin keselamatan penghuninya.
“Dua masalah umum yang ada, yakni bangunan tidak memenuhi persyaratan sistem proteksi kebakaran, serta Bangunan Gedung yang dibangun tidak aksesibel bagi kaum disabilitas,” ungkapnya. Itu sebabnya, Prastowo menilai, sudah urgen untuk mengimplementasikan Perda Bangun Gedung, yang justru akan melindungi masyarakat.
“Ini sebenarnya kalau di negara-negara sudah agak maju, itu sudah sampai pada masyarakat benar-benar dilindungi dan misalnya kalau ada kejadian bencana, lalu bangunannya sampai roboh, itu memang betul-betul bangunannya sudah tidak mampu,” tuturnya. Soal sosialisasi untuk implementasi Perda BG ini, Prastowo katakan, sebenarnya di tingkat pusat, dibagi dua. Ada wilayah Timur dan wilayah Barat. Itu pun sekarang metodenya tidak hanya di dalam ruangan saja.
Tapi selain disampaikan di ruangan, juga digelar di lapangan dengan melihat best practise-nya. “Karena itu kita pilih ke kota-kota tertentu. Tahun lalu misalnya, kita ada di Kota Malang. Tahun ini kita ke Banjarmasin dan ke Ternate. Jadi kita memilih program-program yang ada aturan bangunannya, supaya kita bisa sampaikan, ini loh salah satu contoh kita melaksanakan aturan itu. Sehingga jangan sampai orang berpikiran melaksanakan aturan itu susah,” imbuhnya.(ADI)