TERASMALUKU.COM,-AMBON-Fotografer atas nama, Alexander Lalala dan Rey Revans mengungguli puluhan fotografer lainnya, keluar sebagai juara Lomba Foto Sunset (Senja) Eri 2017, yang digelar menyongsong HUT ke-442 Kota Ambon.
Dewan juri yaitu Lucky Sopacua (Jurnalis Senior TVRI Sta. Maluku), Zairin Salampessy (Fotografer Profesional dan jurnalis Majalah Berita Mingguan GATRA), dan Novi Pinontoan (Pemimpin Redaksi Harian Suara Maluku), serta juri khusus Enrico Matitaputty, Ketua Panitia HUT ke-442 Kota Ambon, mengunggulkan foto Alexander untuk kategori Kamera Digital, dibanding ratusan foto yang masuk untuk kategori tersebut.
Sedangkan pada kategori smartphone atau HP, para juri mengunggulkan foto revans, mengalahkan ratusan foto yang dikirimkan berlomba pada kategori ini. Juara lainnya di kategori Kamera DSLR antara lain, Juara 2. Reyn Silooy dan Juara 3. Agus Lopuhaa. Sedangkan di kategori Smartphone, Juara 2. Michael Hulkiawar, dan Juara 3. Abduh Ernas.
Dalam keterangan pers yang diterima Terasmaluku, com, Kamis (7/9), Enrico Matitaputty mengaku cukup puas melihat foto-foto peserta, yang bisa menggambarkan keindahan Negeri Eri, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon. “Pemerintah Kota Ambon memang sengaja mengangkat Negeri Eri dalam lomba foto ini, agar keindahan alamnya yang terdokumentasi dengan baik, bisa mengundang kunjungan wisatawan ke daerah tersebut,” ungkapnya.
Dia menilai, foto para juara baik dari kategori smartphone maupun kamera digital pada lomba ini, bisa menampilkan keindahan Negeri Eri ini. “Ada foto senja, yang menampakkan suasana dengan tampilan bulatan matahari sore yang indah. Ada landscape-nya yang cantik. Dan ada foto pemancing ikan yang seakan bercerita, kita tidak perlu jauh melaut, cukup di bibir pantai, bisa mendapatkan ikan. Ini tentu menggambarkan potensi laut Negeri Eri,” tuturnya.
Sedangkan menyinggung tentang kualitas foto-foto yang ikut dalam lomba ini, Lucky Sopacua mengungkapkan, seluruh foto yang masuk terhitung bagus – bagus. “Sayang banyak yang mengambil obyek sama persis antara satu fotografer dengan fotografer lainnya. Tapi ini tentu mempermudah para juri memilih foto terbagus dari foto-foto bagus yang ada,” ujarnya. Lucky mengatakan, hal itu bisa terjadi, karena kemungkinan besar para fotografer tersebut hunting (berburu) foto secara bersamaan di waktu dan lokasi yang sama.
“Mungkin mereka rata-rata dari satu komunitas fotografi, dan hunting foto secara bersamaan sehingga foto-foto yang mereka dapatkan, rata-rata mirip. Entah itu dari sisi objeknya, angle-nya, bahkan komposisinya juga nyaris sama. Hanya beberapa ada perbedaan dari faktor lensa yang digunakan. Ada yang pakai lensa wide, ada yang tele,” ujarnya.
Sementara juri lainnya, Novi Pinontoan menyebutkan, banyak juga fotografer yang hanya mengejar momen sunset tanpa memasukkan unsur humanis dalam fotonya. “Sebagian besar hanya mengabadikan momen senja dengan hamparan awan dan laut saja. Foto mereka jadi terlihat kosong, tidak memberi makna lebih,” ujarnya.
Beberapa fotografer yang jeli, nilai Novi, memasukkan unsur lain pada moment keindahan senja itu. Dia menyebutkan, seperti nelayan melintas dengan perahu, kapal motor yang berlabuh, aktifitas warga di tepi pantai dan lain sebagainya. Artinya menurut Novi, banyak fotografer hanya terpaku pada suasana sunset atau semuanya saja. Lupa dinamika dan timing, serta lupa aktivitas di laut saat sunset. Padahal di situlah sebuah foto bisa bercerita. Tidak sekedar foto pemandangan atau fenomena warna alam.
Selebihnya, menurut Novi, dalam sebuah lomba foto tentu ada faktor “lucky” atau keberuntungan. “Faktor keberuntungan tentu harus ditopang dengan upaya lebih kreatif, agar menghasilkan foto yang tidak terkesan biasa saja, tapi menghasilkan foto yang berbeda dari fotografer lainnya,” tutur Novi.(ADI)