TERASMALUKU.COM,-AMBON-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku ternyata memiliki hutang kepada pihak ketiga sekitar Rp 177 miliar. Pihak ketiga sudah melaksanakan pekerjaan yang masuk dalam program APBD Tahun 2017, namun mereka belum dibayarkan Pemprov Maluku. Penyebabnya Pemprov Maluku mengalami defisit anggaran.
Menyikapi masalah ini, DPRD Maluku menggelar Rapat Badan Anggaran (Banggar) dengan pihak Pemprov Maluku di Gedung DPRD Maluku, Kamis (4/1). Dalam rapat tersebut, pihak Pemprov Maluku dihadiri oleh Asisten III Bidang Perekonomian dan Pembangunan Aset Daerah Setda Maluku, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Pendapatan Daerah Provinsi Maluku dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku.
Ketua DPRD Provinsi Maluku Edwin Adrian Huwae dalam keterangan pers usai Rapat Banggar mengungkapkan, rapat tersebut untuk mencari tahu penyebab dan penyelesaian hutang ke pihak ketiga itu. “Rapat ini untuk membicarakan masalah berkaitan dengan utang pihak ketiga yang belum dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Maluku. Hal ini tentu menjadi respons DPRD Maluku untuk mencari tahu sejauh mana persoalan ini terjadi,” kata Huwae.
Huwae mengungkapkan, dalam rapat tersebut, Asisten III Bidang Perekonomian dan Pembangunan Aset Daerah Setda Maluku, Zulkifli Anwar dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Anthon Lailossa menyampaikan, Pemprov Maluku mengalami defisit anggaran yang cukup signifikan. Defisit hampir Rp 177 miliar, sehingga hutang pihak ketiga belum bisa dibayarkan.
“Defisit sebesar ini terjadi karena target penerimaan yang diproyeksikan bersumber pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 98 miliar dari Bank Maluku yaitu dalam komponen Defiden Rp 50 miliar dan sumbangan pembangunan Rp 48 miliar itu tidak bisa ditagih dari Bank Maluku,” jelasnya.
Selain itu menurut Huwae, ada beberapa komponen pendapatan lain di PAD juga tidak bisa dicapai, ditambah lagi penurunan pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat sebesar 10 persen yang jumlahnya hampir mencapai sekitar Rp 10 miliar. “Ini penyebab terjadi defisit anggaran yang jumlahnya sebesar Rp 177 miliar sehingga berdampak tidak bisa membayar kewajiban kepada pihak ketiga,” ujarnya.
Dalam rapat Banggar tersebut, pihak DPRD Maluku menawarkan solusi agar hutang pihak ketiga itu bisa terselesaikan yakni melakukan pinjaman ke bank. “Untuk menutupi hutang itu, kami menawarkan solusi ke Pemprov Maluku, bisa pinjam di bank, namun dibayar pada tahun anggaran berjalan. Tapi tentu ini harus merujuk pada aturan yang berlaku. Apakah pinjaman daerah bisa dilakukan setelah penetapan APBD atau tidak. Dan tentunya ini akan dikaji,” katanya.
Terkait pinjaman ke bank, Huwae mengungkapkan, Komisi C DPRD Maluku akan melakukan kajian tersebut, termasuk melakukan verifikasi tentang berapa besar nilai yang harus dibayar Pemprov Maluku ke ketiga. “Sikap kami juga adalah Pemprov Maluku harus membayar kewajiban kepada pihak ketiga. Karena bagaimanapun hal ini berkaitan dengan perusahaan yang harus dan mesti membiayai tenaga kerjanya,” tandasnya.
Selain tawaran solusi pertama yakni pinjaman ke bank, DPRD Maluku juga menawarkan solusi kedua yakni, merasionalisasi belanja di tahun anggaran 2018. Artinya menurut Huwae, anggaran perjalanan dinas anggota DPRD Provinsi Maluku akan dipotong.
“Jadi suka tidak suka kita akan potong. Misalnya, yang tadinya belanja sebesar 10 akan dipangkas menjadi 7. Tentu dengan memberi prioritas rasionalisasi terhadap anggaran non pembangunan. Nah, jika sekiranya opsi rasionalisasi anggaran akan diambil, maka kami akan mendorong untuk anggaran rutin, termasuk anggaran perjalanan akan dipangkas. Agar supaya tidak mengorbankan belanja pembangunan, belanja untuk rakyat termasuk belanja infrastruktur,” kata Huwae. (FAD)