TERASMALUKU.COM,-AMBON- Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Abdullah Latuapo membantah adanya larangan bagi mahasiswa bercadar untuk kuliah dan melakukan aktifitas di kampus.
“Di IAIN Ambon tidak ada larangan untuk mahasiswi yang bercadar, itu anak-anak Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang buat berita itu kaco dan sembarang saja,” kata Latuapo saat dikonfirmasi Terasmaluku.com, Senin (9/4) terkait informasi larangan bercadar di Kampus IAIN Ambon.
Latuapo menegaskan, pihak kampus tidak pernah mengeluarkan larangan bagi mahasiswa bercadar kuliah dan melakukan aktivitas di kampus, dan sampai saat ini mahasiswa masih kuliah dengan menggunakan cadar. “Tidak ada larangan untuk bercadar di kampus, sampai saat ini saja mahasiswa masih kuliah dengan cadar, anda lihat sendiri,” kata Latuapo.
Sebelumnya media kampus, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas IAIN Ambon memberitakan, adanya larangan bagi mahasiswi bercadar kuliah dan melakukan aktifitas di Kampus IAIN Ambon, karena dikhawatirkan adanya penyamaran oleh lelaki untuk melakukan tindakan kejahatan. Larangan itu juga untuk mencegah masuknya paham radikalisme di kampus.
“Kita (pihak kampus) antisipasi saja, bagaimana ketika pria menyamar sebagai wanita lalu dia bawa bom, habis kita disini,” kata Latuapo kepada Lintas di ruang kerjanya, Kamis, 5 April 2018. Latuapo berpandangan, IAIN Ambon adalah Kampus multikultural yang perlu dijaga dari gerakan-gerkan radikalisme.
“Ose (kamu),pakai ninja, coba ose lihat mahasiswi lain tidak pakai itu. Berarti ose tidak menghargai multikultural,” ujarnya. Menurutnya, mahasiswi bercadar harus sesuaikan diri dengan jenjang akademik, sebab nanti pihak birokrat akan mengeluarkan aturan bercadar saat berada di kampus. “Aturannya itu, saat proses kuliah lepas cadarnya dulu, pulang baru dipakai lagi,” tuturnya.
Kebijakan pelarangan mahasiswi kenakan cadar di kampus berawal dari Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Februari 2018. Pihak kampus secara tegas melarang penggunaan cadar bagi mahasiswinya. Kebijakan yang dituangkan dalam surat keputusan B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 itu dimaksudkan untuk mengantisipasi masuknya paham radikalisme ke kampus tersebut.
Namun sebelum dikeluarkan, kampus itu melakukan pembinaan atau konseling bagi mahasiswi di masing-masing fakultasnya, jika telah terjadi pembinaan namun tak ada mahasiswi yang mengikuti aturan kampus, maka pihak kampus itu mempersilahkan mahasiswinya untuk pindah kampus. (IAN)