TERASMALUKU.COM,-AMBON-Tim BKSDA Maluku dibawah pimpinan Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Saumlaki, Johan M. Nendissa, melepasliarkan secara bertahap 61 ekor burung Kakatua Tanimbar (Cacatua goffiniana) kembali ke habitatnya, Jumat (20/4). Burung-burung tersebut sebelumnya
diamankan dari warga di sekitar Kota Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat atas informasi masyarakat. 7 ekor diamankan di Desa Sangliat Dol, 38 ekor di Desa Tumbur, dan 16 ekor di Desa Olilit.
Johan mengungkapkan, alasan utama penangkapan burung-burung tersebut oleh oknum masyarakat adalah predikat hama yang melekat pada Kakatua Goffin. Musim jagung yang sedang berlangsung di Kepulauan Tanimbar membuat burung-burung mencari makan di kebun milik masyarakat. Anggapan yang memandang burung ini hama bagi tanaman tidak jarang membuat petani kebun memasang perangkap. Burung yang berhasil ditangkap tersebut dikumpulkan untuk dipelihara maupun dijual.
“Petugas lalu mengirimkan burung-burung tersebut ke kandang habituasi di Desa Lorulun Kecamatan Wer Tamrian, untuk diperiksa kesehatannya dan dilakukan persiapan penyesuaian untuk dirilis kembali ke alam. Kandang habituasi di Desa Lorulun ini merupakan kandang yang didirikan oleh para Peneliti Burung Kakatua Tanimbar dari University of Veterinary Medicine Vienna dan LIPI pada tahun 2016 lalu,”kata Johan dalam siaran pers yang diterima Terasmaluku.com, Sabtu (21/4).
Menurut Johan pemilihan pendirian kandang habituasi di daerah ini karena kondisi hutan yang dinilai cocok untuk melepasliarkan burung-burung Kakatua Tanimbar serta lokasi yang jauh dari kebun-kebun masyarakat. Kegiatan pelepasliaran ini juga dibantu oleh Tri Haryoko, peneliti burung dari LIPI yang sedang
melakukan penelitian di Kepulauan Tanimbar.
Selain memeriksa kondisi burung yang masih liar, Tri Haryoko, juga memasangkan ring sebagai penanda untuk burung-burung yang akan dilepasliarkan. Tahap pertama, Jumat pagi, setengah dari burung Kakatua telah dilepasliarkan. Sisa burung yang masih berada di kandang habituasi kembali dirilis ke alam.
“Kakatua Tanimbar merupakan salah satu jenis burung yang masuk dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan Dan Satwa, yang berisi daftar hewan dilindungi. Larangan memelihara, memiliki, dan memperjualbelikan satwa yang dilindungi diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya,” kata Johan.
Menurut Johan, sanksi untuk setiap pelanggaran yaitu pidana maksimal lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 juta. Sementara untuk status perdagangan internasional masuk Appendix I Konvensi CITES, yang artinya memurut Johan tidak dapat diperdagangkan, hanya untuk kepentingan khusus seperti riset ilmiah.
Selain itu menurut Johan, satwa yang masuk ke dalam kategori ini adalah jenis yang terancam punah apabila praktik-praktik peredaran dan perdagangan secara ilegal tetap berlangsung dan tidak dihentikan. Status ini tidak lepas dari keberadaan Kakatua Goffin yang endemik, hanya ada di Pulau Yamdena dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Tindakan sosialisasi dan penyadartahuan bagi masyarakat khususnya di Kabupaten Maluku Tenggara Barat akan nilai penting konservasi dari Kakatua Tanimbar terus dilakukan oleh BKSDA Maluku.
“Belum lama ini juga terdapat perhatian yang tinggi dari LIPI terhadap spesies ini sehingga memberikan bantuan berupa banner berukuran besar yang berisi ajakan melindungi Kakatua Tanimbar yang akan dipasang di Bandara Saumlaki dan berukuran kecil yang diletakan di tempat-tempat strategis lainnya,” kata Johan. (ADI)