LEMBAGA DPD terasa minim sumbangsih dalam kehidupan bernegara, sedangkan di internal sepertinya gaduh terus. Karena itu, ada yang mengusulkan agar dibubarkan saja meski usul ini juga terasa aneh karena sesungguhnya keberadaan DPD jelas-jelas sudah menjadi bagian dari UUD 1945, konstitusi yang berlaku resmi di negara ini (Sindonews.com).
KPU Provinsi Maluku belum lama ini merilis 24 nama bakal calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Maluku. Empat anggota DPD “incumbent” masih ingin berkontestasi, sisanya pendatang baru, dan atau pendatang lama, yang menegaskan komitmen lagi. Pertanyaannya, mengapa begitu banyak orang antusias untuk menjadi DPD dan apa kontribusi mereka selama ini dan kedepan bagi kemajuan daerah dan bangsa?
Aktor Perempuan
Komposisi ke-24 bakal calon DPD ini dapat dipetakan berdasarkan kategori usia (senior-junior), profesi (politisi, mantan birokrat, jurnalis, aktivis, mantan militer, dll) juga gender (perempuan dan laki-laki). Menarik bahwa berdasarkan kategori gender, dari 24 nama itu, “hanya” ada empat perempuan yakni Ana Latuconsina (anggota DPD saat ini), Miranti Dewaningisih (mantan anggota DPR RI Dapil Maluku), Novita Anakotta (anggota DPD saat ini) dan Engelina Pattiasina (mantan Ketua Badan Anggaran DPR RI). Adapun komposisi anggota DPD asal Maluku periode 2014-2019 terdiri dari dua perempuan dan dua laki-laki, masing-masing Hj Anna Ruswan Latuconsina dan Novita Anakotta, lalu Nono Sampono dan Prof John Pieris.
Data ini menunjukan bahwa minat perempuan terhadap politik dalam hal ini menjadi anggota DPD masih minim. Padahal negara terus mendorong partisipasi perempuan di ruang publik, termasuk dunia politik. Katanya kehadiran perempuan dapat memberikan “kesejukan” di arena politik yang selalu “panas membara”. Sekali lagi, kenapa perempuan masih kurang berminat, dan akankah keempat calon ini akan terpilih, dua perempuan lagi atau malah tiga bahkan empat.
Semua Demi Daerah dan Bangsa
Siapapun yang akan terpilih nanti kita serahkan kepada rakyat. Yang paling penting adalah kita memastikan bahwa mereka yang dikirim mewakili daerah di pusat benar-benar bisa memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah. Mereka adalah orang-orang terbaik yang memiliki kualitas, integritas dan loyalitas kepada rakyat di daerah. Hal itu dapat dicek pada rekam jejak (track record) mereka selama ini.
Negosisasi kepentingan daerah di panggung nasional harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh. Oleh para Senator benar-benar bekerja dan berjuang untuk masyarakat. Mereka tidak sekedar mengejar posisi atau prestise. Prestise mereka akan semakin diakui ketika mereka bisa memberikan yang terbaik bagi daerah dan bangsa.
Sebuah evaluasi kritis dapat dilakukan terhadap prestasi dan kinerja DPD selama ini. Sejauhmana mana kontribusi mereka bagi masyarakat di daerah. Mereka harus bisa memberi pertanggungjawaban kepada rakyat yang memilih dan mengutus mereka. Mereka harus membuktikan bahwa kepercayaan rakyat itu mahal, tidak bisa ditakar dengan sejumlah uang atapun bantuan ini itu.
Reformasi dan Transformasi DPD
Tak dapat dipungkiri bahwa wajah DPD saat bercampur baur dengan partai politik. Ketua DPD saat ini yang juga Ketua Umum Partai Hanura menegaskan hal itu. Ini sebuah fenomena yang menarik untuk dicermati bukan saja oleh para ilmuan politik, ahli tata negara dan aktivis, tapi rakyat juga mesti dicerdaskan dalam melihat fenomena ini. Sebab apa kemudian beda antara DPR dan DPR jika jalur rekruitmen dan mobilisasi dukungannya saling tumpang tindih? Kepada siapa mereka menaruh loyalitas yang utama? Kepada rakyat di daerah atau kepada partai politik?
Kita berharap proses-proses politik di Republik ini berlangsung kian cerdas. Semua saluran dan rekruitmen politik benar-benar dapat menghasilkan orang-orang kompeten dan konsisten untuk memperjuangkan kesejahteraar rakyat baik di daerah maupun secara nasional. Sebab jika tidak demikian, ritual politik lima tahunan ini hanya menguras energi dan tenaga serta dana, tapi minus maslahatnya. (Rudy Rahabeat, Pemerhati Sosial-Budaya)