TERASMALUKU.COM,-AMBON-Upaya pemerintah untuk melindungi serta memajukan budaya sejak puluhan tahun lalu makin terlihat. Salah satunya sejak didiskusikan 35 tahun lalu, akhirnya UU NOMOR 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan ditetapkan pada 27 April 2017.
Undang undang tersebut menekankan pada tata kelola kebudayaan dalam hal perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Dengan segala proses yang panjang, Indonesia memiliki payung hukum, pegangan yuridis formal untuk mengelola kekayaan kebudayaan tersebut. Jumat (27/4), diperingati sebagai satu tahun ditetapkannya UU tersebut.
Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid yang hadir dalam acara peringatan di The Natsepa Resort and Conference Center Ambon mengungkapkan seberapa jauh kinerja pihaknya dalam menjalankan ketetapan UU. “Kita terus sosialisasi. Tiap ada kesempatan pasti kami sampiakan terkait undang undang itu,” kata Hilmar saat konfrensi pers acara peringatan setahun UU dalam Lokakarya Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Klaster 19 Maluku – Maluku Utara Tahun 2018, Kamis (26/4).
Sosialisasi yang dimaksud yakni kepada para seniman, pegiat budaya, akademisi hingga SKPD. Hilmar menyadari masih banyak kendala teknis di lapangan dalam menyelamtkan dan melindungi budaya. Keterbatasan sumber daya manusia, pemahaman, regulasi hingga pendanaan acap kali menghambat kemajuan pengembangan budaya. Karena itu salah satu solusinya dengan mengajak serta berbagai elemen.
Barang barang peninggalan budaya baik yang fisik pun nonfisik diupayakan dapat terdata dalam satu sistem. Tujuannya agar pemerintah atau pengemban tugas terkait dapat memantau dan melindungi tiap aset budaya. Hilmal mengungkapkan pihaknya tak menutup kemungkinan untuk mengajak anak muda atau para pegiat budaya untuk melaporkan tiap temuan di lapangan dan memasukan kedalam sistem data terpadu. “Ujung ujungnya undang undang ini mendorong keterlibatan publik. Pemerintah hanya fasilitator,” jelasnya usai konfrensi pers kepada para wartawan.
Dia menilai baiknya cagar budaya yang ada tidak hanya sebatas diinventarisasi. Namun juga bisa menambah nilai lain. Semisal nilai ekonomis atau pariwista. Lebih jauh dia menjelaskan kehadiran undang undang teraebut bukan untuk membatasi ruang gerak pengembangan cagar budaya. Dirinya mencontoh rumah peninggalan sejarah bukan tak mungkin ditinggali. Rumah tersebut juga bisa mendatangkan nilai lain di bidang pariwisata.
Cara melindungi jejak sejarah dan budaya yakni dengan merawatnya. Namun tentu ada peraturan yang mengatur itu agar benda budaya tersebut tetap terjaga keasliannya. Sebagai tahap awal, sosialisasi serta pengenalan kepada lapisan masyarakat yang terlibat amat penting. Sebab budaya adalah identitas bangsa, menjaga budaya sama halnya menjaga identitas bangsa agar lestari.
Langkah selanjutnya yakni dengan menyiapkan alokasi APBN untuk mendukung pemajuan kebudayaan melalui DAK (Dana Alokasi Khusus). “Ini terobosan baru, yang kali pertama dilakukan. DAK nanti dibagi ke bidang fisik dan nonfisik,” beber dia. Upaya lain yang dikorelasikan dengan perkembangan teknologi yakni pengembangan Indonesiana. Indonesiana merupakan platform pengembangan ekosistem dan penguatan kapasitas penyelenggara kebudayaan. (BIR)