TERASMALUKU.COM,-AMBON-Pasca pengeboman bunuh diri di Surabaya, pengamanan di Kota Ambon diperketat. Termasuk di tempat-tempat ibadah. Tujuanya agar memastikan warga kota tetap merasa aman serta tidak membuka ruang untuk provokasi yang berujung panjang.
Pihak Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) pun angkat bicara. Keamanan kota merupakan tugas bersama. Sekretaris Umum MPH Sinode GPM Pendeta Elifas Maspaitella mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak kepolosian untuk pengamanan. “Kami sudah koordinasikan supaya lebih dijaga,” katanya kepada Terasmaluku.com, Senin (14/5/2018) sore.
Menurut Eli pengamanan dari kepolisian telah dikerahkan sejak Minggu (13/5/2018). Khususnya pada lima gereja yang jadi konsentrasi pengamanan. Yakni Gereja Silo, Maranatha (gereja pusat), Bethania, Bethel dan Rehobot. Kelima gereja itu berada di lokasi yang terbuka yakni dekat jalan raya. Akses keluar masuk dan lalu lalang tinggi.
Meski begitu, sejatinya pengaman sudah dilakukan sejak sebelum ada peristiwa itu. Semisal di Gereja Silo, tepat di seberang jalan terdapat pos pengamanan dari aparat Kepolisian dan TNI yang siaga. Eli yakin kejadian itu tak memiliki imbas apa-apa ke Maluku. “Katong di Maluku sudah punya ikatan persaudaraan yang kuat. Dan lagi ini bukan soal agama. Ini kelompok tertentu,” tegasnya.
Dengan latar belakang pela gandong serta persaudaraan yang lekat, dia optimistis kondisi di Ambon aman terkendali. Hanya jemaat dan warga lebih berhati hati. Pihaknya pun sempat berkoordinasi agar penjagaan tak hanya di gereja tapi juga ke tempat ibadah lain. Tunuanya untuk memperkecil kemungkinan ada tindakan yang tidak diharapakan nanti.
Pantauan Terasmaluku.com aktifitas warga Kota Ambon berjalan lancar dan aman. Anggota polisi tampak berjaga-jaga di pusat kota seperti di Tugu Trikora. Warga pun tampak santai tenang dan tak terpengaruh sama sekali dengan serangkaian bom bunuh diri di Surabaya.
Bila berjalan ke Tugu Trikora, ada sebuah karya fotografi yang dipajang pada salah satu sisi gedung di situ. Karya Fotografer asal Banda, Erzhal Umamit itu menggambarkan dua lelaki saling berpelukan. Keduanya merupakan mantan pemimpin tentara anak-anak saat konflik 1999 di Ambon. Kisah keduanya menjadi simbol dan pembuktian bahwa persaudaraan pela gandong di Ambon amat kuat.
Mereka membuktikan diri mampu menembus batas kelam hidup dan berdamai. Semoga karya yang dipasang pada salah satu titik terpanas kala konflik itu mengingatkan warga Kota Ambon untuk menjaga ikatan saudara dan menutup celah terhadap hal negatif lain. (BIR)