6 SEPTEMBER 2018, Gereja Protestan Maluku (GPM) merayakan ulang tahun ke-83. Tidak ada kata lain yang lebih agung selain, bersyukur. Bersyukur karena penyertaan Tuhan bagi gerejanya. Bersyukur karena penyertaan Tuhan bagi dunia ini. Ungkapan syukur selain melalui ibadah ritual, tetapi seluruh hidup dan karya mesti dimaknai sebagai ungkapan syukur
GEREJA DI RUANG PUBLIK
GPM tidak lahir di ruang hampa, Ia lahir ditengah-tengah dunia dengan beragam permasalahannya. 83 tahun lalu ia bergumul dengan masalah-masalah keuangan, sebagaimana sebuah lembaga yang baru dibentuk. Juga dengan sumber daya pelayan yang masih minim serta persoalan keumatan dan kemasyarakatan saat Indonesia belum merdeka. Kini GPM makin mandiri secara finansial, sumber daya pelayan juga makin bertambah, dengan beragam latar belakangnya.
Semua capaian GPM hari ini mesti bermuara pada penyehatan ruang publik. Ruang publik sebagai ruang bersama di mana terjadi proses saling belajar dan berbagi antar berbagai elemen. Padal lain pihak, ruang publik juga dibayang-bayangi oleh berbagai pikiran dan tindakan yang bias dan merusak. Penyebaran kabar bohong, hoax, kebencian dan radikalisme, adalah ancaman bagi ruang publik yang sehat. Olehnya, gereja dan agama-agama dan stakeholders terpanggil untuk “menyehatkan” ruang publik.
Partisipasi di ruang publik mesti dilihat sebagain bagian utuh misi gereja. Dengan begitu, gereja tidak menjadi “ghetto”, yang menarik diri dan menutup diri dari dunia. Gereja tetap menjaga identitasnya, namun pada saat yang bersamaan gereja mesti hadir dan bersama-sama membangun kehidupan bersama yang adil, damai dan sejahtera. Misi gereja masa kini bukan lagi sebuah apologia atau proselitisme, tetapi misi yang lebih terbuka dan dialogis, transformatif dan membebaskan kemanusiaan dan semesta ciptaan.
MENCINTAI KEBENARAN DAN DAMAI
Adapun tema perayaan syukur hari ulang tahun ke-83 GPM adalah, “Gereja Bersyukur: Mencintai Kebenaran dan Damai”. Tema ini secara imperatif menegaskan peran gereja sebagai agen atau duta kebenaran dan perdamaian. Tema ini sekaligus mengajak seluruh warga gereja untuk tidak bersungut-sungut dan mengeluh, walau pun beban persoalan silih berganti. Tema ini juga memberi tanggungjawab etis kepada warga gereja untuk menjadi subjek dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat maupun berbangsa.
Kebenaran bukan sebuah slogan. Kebenaram bukan sebuah pernyataan. Kebenaran mesti dihidupi dan dimaknai dalam tindakan tiap-tiap hari. Ambil contoh, beberapa hari lalu komisioner KPK hadir di Kantor Sinode GPM untuk berbicara tentang gerakan anti-korupsi. Bahwa agama-agama termasuk gereja terpanggil untuk melawan korupsi dalam berbagi segi kehidupan. Saya juga pernah mendengar Ketua Sinode GPM saat ini, Pdt AJS Werinusaa, mengajak pelayan dan warga gereja untuk melawan korupsi. Dalam waktu dekat ini akan diterbitkan sebuah buku oleh Sinode GPM, salah satunya mengulas tentang pendidikan anti-korupsi ini.
Hal yang sama juga menyangkut damai. Damai itu bukan semata tidak terjadi konflik. Itu damai dalam arti yang negatif menurut Galtung. Damai dalam arti positif adalah bagaimana mengelola berbagai potensi yang ada untuk kebaikan bersama. Konflik selalu ada. Tapi yang diperlukan adalah kemampuan mengelola dan mentransformasi konflik agar tidak merusak dan menghancurkan kemanusiaan dan alam semesta. Damai juga adalah kesediaan untuk berprakarsa (pro aktif) untuk merawat kehidupan bersama yang toleran, saling melengkapi dan terbuka untuk saling belajar. Damai memiliki makna yang luas dan dalam, dari sekedar tidak ada benturan dan konflik.
MERAJUT TIKAR KEBANGSAAN
GPM berdiri sepuluh tahun sebelum Indonesia merdeka. Dalam semangat kebangsaan, GPM turut berperan dalam mengusahakan kemerdekaan itu. Ini pula yang menyebabkan mengapa tahun ini ada sebuah publikasi buku tentang “Gereja di Hati Bangsanya”. Hal ini hendak menegaskan bahwa GPM adalah bagian utuh dari bangsa Indonesia. Indonesia menjadi konteks ber-GPM.
Pertanyaannya, mengapa semangat kebangsaan hendak digelorakan lagi hari ini? Sebab jujur diakui bahwa saat ini bangsa ini sedang melewati sebuah ujian sejarah yang serius. Upaya-upaya menggantikan ideologi berbangsa, pemanfaatan wacana demokrasi untuk membelokan arah berbangsa dan bernegara serta ancaman terbuka terhadap Pancasila dan UUD 1945 merupakan masalah serius yang mesti perhatian serius seluruh elemen bangsa, termasuk gereja-gereja. Dengan kata lain, gereja-gereja dan agama-agama pada umumnya tidak boleh tinggal diam.
Tentu saja semua pilihan dan pemihakan kepada kebangsaan Indonesia itu bertumpu pada sejarah bersama, teristimewa sebagaimana tujuan berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini, yakni Indonesia yang adil dan sejahtera bagi semua. Indonesia yang bermartabat dan ber-Bhineka Tunggal Ika. Jikapun hendak menimbah dari Kitab Suci maka ucapan nabi Yeremia masih patut didengar “Berdoalah dan usahakanlah kesejahteraan bangsa”. Selamat Hari Jadi ke-83 Gereja Protetan Maluku (GPM). Aku menanam, Apolos Menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan (1Korintus 3:6).