TERASMALUKU.COM,-AMBON-Usai dibanjir bantuan logistik, kini warga Suku Mausu Ane Kecamatan Seram Utara Timur Kobi Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) tengah bersiap menerima bantuan baru. Mereka yang disebut masih hidup berpindah atau nomaden bakal mendapat tempat berlindung. Harusnya hal itu menjadi kabar baik untuk kasus kelaparan yang terjadi.
Namun jutsru Komnas HAM memberi tanggapan lain. Sebelumnya, Komnas HAM bersurat kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malteng agar warga Suku Mausu Ane tidak direlokasi. Warga Mausu Ane Negeri Maneo merupakan masyarakat suku pedalaman yang telah turun temurun berdiam di hutan wilayah petuanan mereka.
Relokasi dinilai sama saja dengan mencabut mereka dari habitat asli.“Kalaupun direlokasi harus dari permintaan warga Mausu Ane dan sesuai kebutuhan aspirasi warga. Jika tidak itu melanggar HAM,” Tegas Plh Kepala Komnas HAM Maluku, Djuliati Toisuta kepada Terasmaluku.com, Kamis (13/9/2018).
Pada 27 Juli 2018, Komnas HAM melayangkan surat kepada Pemkab Malteng terkait pertimbangan relokasi warga. Selain Pemkab, surat yang dikirim kepada Gubernur Maluku, Pangdam XVI Pattimura, Kapolda Maluku, dan Ketua DPRD Kabupaten Malteng itu diharapakan menjadi perhatian pemerintah menyelesaikan masalah kemanusiaan itu.
Sayangnya, surat tersebut tak mendapat tanggapan baik dan terkesan diabaikan oleh Pemkab Malteng. Itu terbukti dari beberapa rumah yang tengah dibangun oleh pihak TNI atas restu Pemkab. Rumah rumah itu nantinya dijadikan rumah tinggal bagi warga Mausu Ane. Bersamaan dengan itu Pemkab juga menyosialisasi warga terkait pemindahan. Artinya, lanjut Djuliati pemindahan atau relokasi bukan dari kemauan warga sendiri melainkan ada unsur ajakan.
Warga adat termasuk Suku Mausu Ane diakui dan dijamin oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Relokasi harus dilakukan atas kebutuhan dan aspirasi warga bukan ajakan apalagi paksaan. Hal itulah yang dinilai Komnas HAM ada dan berpotensi pelanggaran.
Pemprov Maluku juga memberi tanggapan serupa. Relokasi bukan jalan keluar. Itu tertuang dalam surat yang dikeluarkan Sekda Maluku Hamin Bin Thahir kepada Pemkab Malteng pada 21 Agustus 2018. Persoalan hama babi dan tikus seperti yang disebut sebagai penyebab kelaparan yang berujung kematian warga suku ini pada awal Juli 2018 masih dapat ditanggulangi dengan pemberdayaan masyarakat.
Tentu cara tersebut membuat rencana relokasi terdengar miring di telinga. Relokasi tak bia serta merta dijadikan solusi atas kelaparan di suatu daerah. Apalagi mereka mendiami wilayah hutan yang subur secara turun temurun. Jusmalinda Hole, aktifis HAM Maluku pun dengan tegas menyatakan, Bupati sebagai kepala daerah telah melanggar HAM jika relokasi benar terjadi. Ada solusi lain yaitu pemberdayaan warga dalam mengelola lahan berkebun untuk menjaga ketahanan pangan mereka nanti.(PRISKA BIRAHY)