Cerita Dari Sebuah Gudang, Kopi dan Teman

oleh
oleh
David Satrio Findianto, pengusaha muda yang memulai bisnis kopi mandirinya dengan modal nekat, otodidak dan uang hasil penjualan item game Rp 40 juta. FOTO : PRISKA BIRAHY (TERASMALUKU.COM)

TERASMALUKU.COM,-AMBON-“Maluku perlu dikenal. Kalau belum ada biji kopi khas, setidaknya ada orang yang memulai. Setelah itu barulah mengenalkan specialty kita di Maluku” Kopi, teman, cerita dan kenangan menjadi paket lengkap yang dicari para penikmatnya. Bagi segelintir orang, kopi bukan sekadar minuman. Kopi sudah jadi bagian penting. Ia diibaratkan sebagai ruh obrolan.

Dari mulai warung kopi emperan, kaki lima hingga sekelas kafe, orang memuja kenikmatannya. Bagi yang suka nongkrong, kopi seperti menu wajib. Di ibukota misalnya, sebuah café tidak hanya menjual sajian interior apik. Tapi juga menjual rasa dan jasa. Lain halnya dengan di Ambon. Kopi memang belum menjadi kebutuhan layaknya di kota-kota besar. Namun di sini kita tetap bisa meneguk cita rasanya yang pas.

Kedai kopi sederhana di kawasan Jalan Ir M Putuhena Poka Kota Ambon menawarkan rasa otentik manual brewing yang khas

Di tengah perumahan padat pada sebuah gang kecil, kawasan Jalan Ir M Putuhena Desa Poka Kota Ambon, David Satrio Findianto mendirikan sarang rasa bagi para pencari kelezatan qahwa. Berawal dari keiisengan lalu disertai niat, David nekat mendrikan kedai sederhananya. Lokasinya memang tak cukup representatif. Letaknya dihimpit tembok-tembok beton rumah dinas.

Bila sepintas lewat, anda akan sulit mengenalinya. Tak ada papan nama sebagai penanda. Warnanya juga tak mencolok. Malah saat sedang sepi, partisi partisi kayu memberi kesan gudang atau ruangan tak terpakai. “Memang ini dulu kososng, gudang. Lalu beta bikin akang bae-bae jadi kedai,” cerita pemilik kedai kopi Blue Shelter co. kepada Terasmaluku.com, Senin (1/10/2018)  sore.

Dibuka sekitar 1,5 tahun lalu, pecandu game online itu memulai usaha mandirinya berbekal nekat dan otodidak. Pada 2011, mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon itu belajar tentang kopi dari temannya. Teori hingga parktik dipelajari sendiri.  Di kedai sederhana itu David benar benar menjaga marwah niatnya. Kopi racikan, manual brewing adalah nafasnya.

Dia tahu betul bagaimana menyajikan rasa dan bukan soal rupa.Terdapat 13 menu special espresso basic, 5 menu manual brewing, 4 menu non-coffee. Di sela-sela waktu menggarap skripsi, mahasiswa semester lansia itu menawarkan kelana rasa berbeda bagi siapa saja yang mampir. Bermodal hasil penjualan item game, pria 24 tahun itu berhasil kantongi Rp 40 juta. “Hasil jual itu beta pakai buat beli alat alat kopi,” aku pria kelahiran 2 Februari 1994.

Berkat dukungan orang tua, dia lantas dimudahkan mendapat tempat usaha. Pelan dan pasti dia merapikan satu persatu kebutuhannya. David mengakui memang susah mendapatkan kopi berciri khas Maluku. Beda dengan daerah lain semacam di Aceh, Kalimantan, Bali atau Papua. Meski tak ada bahan baku khas, dia punya keahlian yang emas. Menu Vietnam drip jadi salah satu specialty kedainya.

Untuk menu satu ini, pria berdarah Salatiga-Padang punya cerita. Awalnya dia menggunakan wadah penyaring seharga Rp 40 ribu peritem. Kemudian diganti dengan bahan stainless steel edelmann 1952 seharga Rp 200 ribu peritem. Pemilihan jenis ini bukan tanpa alasan. Wadah penyaring bergaya vintage itu diakui punya overheating yang pas. Timing jatuh yang presisi dan konsisten hasilkan kualitas rasa kopi terbaik, nyaris tak berampas.

Buat dia, harga bukan masalah jika harus menjaga kualitas. Ini yang membikin warung kopi bersahaja itu jadi satu tempat singgah istimewa. Tidak bisa ditolak, usaha ini punya banyak tantangan sejak masih dirahim. David bersama Muhammad Irfan Masuku, Muhammad Indra Prasetyo dan dua rekan lain pernah alami masa sepi pengunjung. “Sepi ancor. Seng ada orang yang datang tiga lima bulan awal,” kenangnya lantas tertawa.

David percaya, segala sesuatu ada waktunya. Seperti sosok James Freeman yang jadi inspirasi dia. Si coffee enthusiast itu membuka kedai kopi sederhananya kali pertama pada sebuah garasi rumah. Sama dengan David, James bukan seorang pebisnis. Namun justru founder blue bottle coffee itu disebut-sebut punya cita rasa yang jauh di atas waralaba besar berlogo siren, ikan duyung ekor kembar.

Kopi bukan lagi segelas cairan hitam dengan rasa pahit. Dalam sekali teguk, ada cerita, usaha, tawa dan kawan. Seperti sebuah tulisan di dinding kedai miliknya, ‘Kami Hanya Punya Sebuah Gudang, Teman yang Baik dan Cara Membuat Kopi’. Harapanya, kopi dari Ambon jadi kisah bagi para penikamat, dan jalan lahir untuk sebuah kelana rasa dari Timur. (PRISKA BIRAHY)

No More Posts Available.

No more pages to load.