Pengunjuk Rasa Desak Cabut Rekomendasi Pengelolaan Hutan PT Tanjung Wana Sejahtera

oleh
oleh
Pengunjuk rasa yang mengatasnamakan Himpunan Mahasiswa Adat Saka Mese Nusa membakar ban bekas di pintu pagar Kantor Gubernur Maluku saat aksi mereka tidak dihiraukan Pemerintah Provinsi Maluku, Kamis (18/10/2018). Mereka menutut Gubernur Maluku Said Assagaff mencabut Rekomendasi Pengelolaan Hutan oleh PT Tanjung Wana Sejahtera. Selain di Kantor Gubernur, pengunjuk rasa juga mendatangi Kantor DPRD Maluku. FOTO : PRISA BIRAHY (TERASMALUKU.COM)

TERASMALUKU.COM,-AMBON-Puluhan pengunjuk rasa yang mengatasnamakan Himpunan Mahasiswa Adat Saka Mese Nusa kembali menemui DPRD Provinsi Maluku. Mereka menagih janji pemerintah dan DPRD tentang pertemuan sebelumnya. Aksi damai diawali dari Kantor DPRD Provinsi Maluku dan berlanjut ke Kantor Gubernur Maluku, Kamis (18/10/2018).

BACA JUGA : Evert Karmite Pasrah, Kain Berang Merah Di Kepala Dilepas Pengunjuk Rasa

Puluhan pengunjuk rasa yang beraksi itu mempertanyakan kelanjutan rekomendasi pengelolaan hutan yang direstui Gubernur Maluku Said Assagaff. Sebelumnya pada 5 September 2018, mereka pernah bertemu dan membahas hal itu tanpa gubernur. Mereka pun melanjutkan aksi pada Kamis siang tadi dengan harapan dapat diterima dan dipertemukan dengan pimpinan DPRD.

Usai berorasi dan menampilkan tarian adat di depan pintu masuk kantor, mereka lantas diundang masuk ke ruang rapat untuk membahas hal tersebut. Evert Karmite Ketua Komisi B DPRD Provinsi Maluku, menyambut pengunjuk rasa dan berdiskusi di ruang rapat. Sayangnya, pertemuan itu tak berjalan mulus. Mereka kecewa lantaran tuntutan tidak ditanggapi. Yakni agar gubernur mencabut rekomendasi pengelolaan hutan kepada PT Tanjung Wana Sejahtera yang berkantor di Jakarta Pusat itu.

Pada beberapa kesempatan sebelumnya, mereka telah meminta agar DPRD mempertemukan mereka dengan Gubernur serta Ketua DPRD Provinsi Maluku, Edwin A Huwae. Tujuannya agar aspirasi langsung didengar dan menggugurkan rekomendasi pengelolaan hutan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).

Pasalnya, sudah banyak bukti adanya penebangan ilegal. Padahal perusahaan belum mengantongi surat izin. “Kata sudah pernah bertemu soal ini. Kali ini kami minta ketemu dengan pemimpin yang di atas untuk sampaikan ini. Jangan janji-janji nanti-nanti sampai hutan sudah habis baru bertemu,” ucap Yanes Anakotta, koordinator aksi saat mediasi bersama Komisi B DPRD Maluku di ruang rapat.

BACA JUGA :  Gubernur Serahkan Bantuan Untuk MBD Senilai Rp 313 M, Ini Riciannya
Pengunjukrasa di Kantor DPRD Maluku

Pertemuan yang berlangsung sekitar sejam lebih itu sempat diwarnai dengan aksi melepas kain berang. Pasalnya massa emosi dan kesal dibuat menunggu tanpa kepastian dan sikap tegas. Apalagi keinginan mereka bertemu langsung dengan gubernur belum terlaksana. Tuntutannya sederhana. Yakni agar hutan tak digunduli oleh nafsu kekuasaan. “Hutan adat bukan milik pemerintah. Kami hanya ingin hutan kami tidak diambil dan dicabut rekomendasinya,” tegas Yannes.

Untuk diketahui, wilayah hutan yang diberikan rekomendasi oleh gubernur seluas 37.654 hektare milik PT Tanjung Wana Sejahtera. Jumlah itu mencakup tanah adat di empat kecamatan di Kabupaten SBB. Yakni di Kecamatan Taniwel, Inamosol, Amalatu, dan Elpaputih. Itu ditetapkan melalui SK Badan Koordinasi Penanaman Modal Persetujuan Permohonan IUPHHK-HA NO.16/1/S-IUPHHK-HA/PMDN/2018.

Peta wilayah hutan yang diberikan rekomendasi oleh gubernur seluas 37.654 hektare milik PT Tanjung Wana Sejahtera.

“Kita sepakat, esok mereka akan diterima lagi jam 10.00 dengan Ketua DPRD Maluku,” kata Evert usai bertemu para pengunjuk rasa di ruang rapat. Esok diharapkan tuntutan mereka terpenuhi. Ketua DPRD Maluku juga dapat menjembatani mereka mendesak gubernur dengan izin operasi perusahaan di hutan adat mereka. “Kami tidak tahu. Tidak ada surat rekomendasi itu berarti ilegal,” kata Evert.

Usai dari Kantor DPRD, pengunjuk rasa bertolak ke pintu samping Kantor Gubernur Maluku di Jalan Sultan Hairun Ambon. Pengunjuk rasa yang masih kesal dan kecewa dengan sikap pemerintah lanjut berorasi. Lantaran lama menunggu dan tak dibolehkan masuk, mereka membakar ban dan merusak pagar Kantor Gubernur. Aksi pengunjukrasa berakhir setelah puluhan aparat kepolisian datang menghalau mereka. (PRISKA BIRAHY)

No More Posts Available.

No more pages to load.