GPM Dan Mekarnya Bunga Lelemuku Oleh : Rudy Rahabeat, Pendeta GPM

oleh
oleh
Pendeta Rudy Rahabeat,

SUMBER resmi dari Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) melalui Sekretaris Umum Sinode, Pdt Elifas Maspaitella, menyebutkan sidang Majelis Pekerja Lengkap Sinode GPM yang dilaksanakan tiap tahun sekali, tahun ini akan berlangsung di Kota Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), tanggal 11-16 November 2018. Adapun tema yang membingkai sidang tersebut adalah “Allah kehidupan Tuntunlah Kami Membela dan Merawat Kehidupan”.

Adalah sebuah fakta geografis bahwa Kepulauan Maluku merupakan wilayah yang dikelilingi lautan yang luas. Sebagai yang demikian, pulau-pulau yang tersebar dijangkau dengan sarana-prasarana perhubungan laut, seperti kapal dan dermaga. Sayangnya, belum semua fasilitas tersebut tersedia dengan memadai. Maka hingga kini jarak tempuh dari Ambon ke Saumlaki masih terbilang lama, yakni tiga hari, walau ada alternatif kapal cepat, tentu dengan biaya yang lebih mahal.

Kebijakan politik Presiden Jokowi tentang tol laut, masih harus terus dikawal, sehingga benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat di pulau-pulau terpencil. Jika tidak, pembangunan hanya berupa slogan, dan yang senang hanya segelintir elite dan daerah-daerah tertentu saja. Padahal, Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan menegaskan tekad untuk mengurangi kesenjangan antar yang kaya dan miskin dan kesenjangan antar-wilayah.

FOKUS PADA ADVOKASI

Kepulauan Tanimbar, khususnya hutan Yamdena pernah menjadi berita dunia ketika ancaman terhadap hutan perawan Yamdena datang dari para kapitalis yang bersengkongkol dengan aparatus negara pada saat itu, terutama elite Jakarta. Hutan perawan warisan leluhur, terancam hancur dan binasa, akibat keserakahan manusia yang tak peduli dengan kelestarian alam. Ideologi kapitalisme yang mengakumulasi modal nyaris membikin buta mata hati para elite sehingga abai terhadap kelangsungan mata rantai kehidupan.

Praktek perusakan hutan yang berkedok HPH (Hak Pengusahaan Hutan) telah menjadi mimpi buruk di sepanjang sejarah, bukan saja di Indonesia tapi di seluruh dunia. Hutan-hutan yang adalah paru-paru dunia terancam punah, karena keserakan manusia bejat yang hanya mau mencari keuntungan cepat.

BACA JUGA :  Ambon Zona Merah, Jubir Covid-19 RI : Yang Bilang Merah Siapa

Hal itu bukan saja mengancam kepulauan Tanimbar, tetapi juga pulau Seram, pulau Buru, kepulauan, Aru dan berbagai wilayah di Maluku dan Maluku Utara. Ancaman kiamat ekologis benar-benar di depan mata. Hal ini makin ngeri jika terjadi kolusi antara penguasa dan pengusaha. Makin ngeri lagi, jika mendapat legitimasi lembaga agama-agama.

Olehnya, sikap dan konsistensi GPM sebagaimana nampak dalam tema lima tahunan di atas, menjadi sangat penting dan strategis. Gereja mesti berdiri bersama rakyat kecil, membela hak mereka, termasuk berdiri bersama alam yang terancam punah. Dengan kata lain, bukan hanya solidaritas kemanusiaan yang dirajut tetapi juga solidaritas ekologis.

Gereja dan agama-agama pada umumnya harus berani menyuarakan suara profetik yang menegaskan pentingya keberpihakan kepada rakyat kecil, mereka yang miskin dan berdiri pada nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Dengan begitu, gereja tetap menjadi gereja.

GEREJA DAN KEBANGSAAN

Seperti disebutkan Sekum Sinode GPM, dalam kegiatan ini akan diluncurkan dua buku, salah satunya GPM di Hati Bangsanya. Sebuah wujud pertanggungjawaban teologis dan historis GPM kepada bangsanya, Indonesia. Sebagaimana kata pengantar Pdt AJS Werinussa, Ketua Sinode GPM, bahwa GPM sedari awal sudah menabur benih-benih nasionalisme dan perlawanan kepada kolonialisme. Faktanya, GPM berdiri sendiri sepuluh tahun sebelum Indonesia merdeka, 6 September 1935. Buku ini merupakan sebuah tanda kebangsaan GPM, sekaligus menegaskan komitmen GPM untuk bangsa dan negaranya.

Momentum penerbitan buku ini sangat relevan di tengah kondisi bangsa yang sedang galau. Ada segelitir warga bangsa yang masih “bermimpi” untuk mengganti ideology bangsa Pancasila, dan konsekuensinya, membubarkan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika ini. Olehnya, pada kata sambutan Letjen Doni Monardo selaku Sekjan Dewan Pertahanan Nasional (Wantannas) menegaskan pentingnya peran agama-agama dalam mengawal NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Hal senanda disampaikan pula oleh Dirjen Bimas Kristen Kementrian Agama RI, Prof Thomas Pentury, yang turut memberi sambutan pada buku monumental tersebut.

BACA JUGA :  Ternyata Ini Alasan Hingga Murad "Turun Gunung" Kampanye di Empat Kabupaten

Semoga ibarat bunga Lelemuku (anggrek) di hutan Tanimbar yang mekar segar pada musimnya, maka gereja (GPM) dan agama-agama pada umumnya akan menjadi oase dan air sejuk yang memberi kesegaran bagi semua ciptaan. Seperti Lememuku yang memberi keindahan dan menetramkan suasana hati, maka biarlah gereja menjadi kekuatan pembebasan dan transformasi di tengah dunia yang terus berubah dengan cepat ini.

Selamat ber-MPL Sinode GPM di Bumi Duan-Lolat. Selamat merawat dan membela kehidupan. Ubu Naflahar ! (RR)

No More Posts Available.

No more pages to load.