TERASMALUKU.COM,-BANDA NAIRA-Warga Negeri Lonthoir Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) menggelar tradisi adat cuci Parigi Pusaka, Rabu (14/11/2018). Puluhan ribu orang menyaksikan tradisi adat yang digelar 10 tahun sekali itu. Cuci parigi atau sumur pusaka ini dibuka oleh Gubernur Maluku Said Assagaff.
Sebelum dibuka, diawali dengan ritual mengarak belang darat oleh 99 pria dan tarian cakalele dari rumah adat Lonthoir ke parigi pusaka. Para pria itulah yang akan membersihkan parigi pusaka itu. Setelah dibuka Gubernur, para pria yang mengikat kepala kain warna kuning pun masuk ke sumur yang dalamnya sekitar empat meter itu.
Warga langsung membersihkan air di dalam parigi itu. Dengan diiringi musik kabata, menggunakan bahasa adat dan irama tifa, puluhan warga membersihkan parigi dengan menimbah air dari dalam parigi. Proses membuang air dari dalam parigi berlangsung sekitar 2 jam. Ditengah proses membuang air, puluhan pria dan wanita penari cakalele asal Negeri Kampung Baru, gandong atau adik Negeri Lonthoir masuk ke areal parigi. Mereka juga ikut bersama cuci parigi pusaka ini.
Saat prosesi cuci parigi berlangsung, sejumlah orang menyiram dan menggosok wajah dan tubuh warga dengan air bercampur lumpur serta tanah dari dalam perigi. Meski disiram dengan air kotor dan tanah lumpur namun warga tidak merasa gatal. Warga bahkan berebutan air kotor dari dalam parigi itu untuk sekedar dibawa pulang dan menyiram tubuh mereka.
Setelah air di dalam Parigi pusaka benar-benar kering, pasukan cakaleke kemudian menjemput kain gajah dari rumah adat. Kain gajah dengan panjang 99 meter itu diantar warga ke Parigi Pusaka. Kain gajah berwarnah putih itu kemudian dimasukan ke dalam parigi pusaka dan digunakan untuk membilas air hingga kering di dalam parigi.
Selamat proses membersihan air lumpur dan becek dengan kain gajah hingga kering, sejumlah orang membawakan tarian Siamali Negeri Lonthoir. Mereka melantungkan kabata, bahasa tanah. Setelah bersih, kain gajah kemudian ditarik dan dibawa ribuan kaum wanita ke pantai Negeri Lonthoir. Kain gajah kemudian dibersihkan lagi di pantai. Prosesi cuci parigi ini berlangsung disaat air laut surut, agar saat air pasang, air di parigi pun kembali banyak lagi.
Cuci Parigi Pusaka Lonthoir mengingatkan warga akan penyebaran Islam di Lonthoir. Kala itu, sejumlah ulama penyebar Islam dari Timur Tengah mencari air untuk berwudhu ketika hendak menunaikan shalat. Tiba-tiba seekor kuncing muncul dari semak-semak. Nah kuncing yang muncul itu ternyata ada sumber mata air yang kemudian menjadi parigi pusaka ini. Padahal lokasi air ini berada di ketinggian sekitar 300 meter dari permukaan laut dan Negeri Lonthoir tidak ada mata air.
Ketua Panitia Cuci Parigi Pusaka Hidayat Yusuf mengungkapkan, selain untuk membersihkan parigi, cuci parigi pusaka ini dimaknai untuk pensucian diri warga dan negeri. “Cuci parigi pusaka ini digelar setiap 10 tahun sekali. Tujuannya tentu untuk membersihkan parigi dan juga mensucikan warga dan negeri dari kotoran,”kata Hidayat.
Dinamakan Parigi Pusaka, salah satu keistimewaannya adalah air parigi tidak pernah kering meski musim kemarau berkepanjangan. Air parigi juga sehat diminum tanpa dimasak. Bahkan menurut warga, rasa air dari parigi pusaka ini sama seperti air zam zam dari Tanah Susi Mekkah.
Selain kuat kesakralan dan nilai religi, cuci parigi pusaka juga menjadi ajang merawat persaudaraan karena melibatkan warga lainnya terutama warga Kampung Baru dan marga Silawane dari Tehoru, Maluku Tengah yang ikut dalam ritual ini. Tidak hanya, di momen ini warga Banda dirantau pulang kampung untuk menyaksikan tradisi kolosal dengan struktur ritual yang mengandung mitos dan penuh nilai-nilai seni yang tinggi itu.
Gubernur Maluku Said Assagaff mengapresiasi tradisi adat Cuci Parigi ini. Ia mengajak masyarakat banyak bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan beterima kasih kepada para leluhur karena menjalankan tradisi cuci Parigi Pusaka ini sejak jamannya.
“Mari kita semua, masyarakat harus banyak-banyak bersyukur karena Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan sumber daya alam yang berlimpah, diantaranya parigi pusaka ini. Kita juga harus berterimah kasih kepada para leluhur, orang tua-tua kita yang sudah menjalankan tradisi cuci parigi pusaka ini secara turun temurun,”kata Assagaff.
Assagaff meminta agar tradisi ini terus dijaga untuk warisan generasi muda. Ajang Cuci Parigi Pusaka ini juga menjadi ajang promosi pariwisata Banda Naira, Maluku dan Indonesia. Karena selain disaksikan warga Banda, juga warga luar Maluku lainnya serta wisatawan manca negara.
“Kami harapkan kedepan Dinas Pariwisata bisa menata lebih baik lagi kegiatan ini sehingga bisa dijual untuk pengembangan potensi wisata Banda,” kata Gubernur. Cuci Parigi Pusaka ini merupakan rangkaian Pesta Rakyat Banda 2018. “Kami berdoa agar bisa bertemu lagi di Cuci Parigi Pusaka 10 Tahun mendatang,” kata Hidayat.( Hamdi Jempot)