TERASMALUKU.COM,-AMBON-Alih-alih ingin menarik banyak pelancong, lokasi wisata alam dan sejarah di Negeri Lonthoir Kecamatan Banda menuai banyak komentar bernada kecewa dari warganet. Pengecatan spot foto itu bahkan menyita perhatian travel blogger Marischka Prudence pun para travel enthusiast yang pernah berlibur ke Banda.
Ujung lembah depan benteng Hollandia merupakan satu jujukan yang paling ramai didatangi wisatawan. Rasanya memang tidak lengkap jika melewatkan berkunjung ke sana. Bagaimana tidak, alam bersih dan indah, gunung api banda yang megah serta air laut nan biru jadi panorama alam yang sulit ditemukan dimanapun, hanya ada di Negeri Lonthoir Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah.
Namun beberapa waktu lalu para pemuda serta tokoh masyarakat baru saja meresmikan tempat berfoto yang telah dicat aneka warna. Tak tanggung-tanggung pohon dengan daun hijau muda yang ikonik di situ pun turut dicat pada bagian batang.
Pada unggahan sejumlah warganet di lini masa, banyak komentar yang menyayangkan hal itu. Glenn Wattimury, pemandu wisata juga owner @moluccantrip sempat berkomentar pada salah satu postingan warganet, ‘ Ini pemahaman yg salah dari ATM (Amati, Tiru Modifikasi). Tiru jangan sembarang tiru, tapi amati dampaknya. Dan modifikasi idenya’.
“Ada lima kategori wisata. Apa yang terjadi di Lonthoir merupakan perubahan wisata alam menjadi modern. Ini harusnya tidak boleh terjadi,“ kata Mantan Ketua GenPi Maluku kepada Terasmaluku.com, Sabtu (16/2/2019). Ada wisata alam, budaya, modern dan petualangan. Tiap kategori punya segmen yang berbeda. wisata alam, menunjukkan keindahan alam atau nature view. Sedangkan yang modern menunjukkan kreatifitas dan seni. Dia menilai hal ini yang mungkin salah diartikan oleh pemuda di Banda.
Glenn yang juga acap kali membawa tamu berlibur pun menghelat kegiatan pariwisata di Banda turut menyayangkan perubahan tersebut. Alam yang alami baiknya tidak ditambah apa-apa. “Beta usulkan supaya lebih baik kembalikan kondisi awal. Kembalikan atau Lonthoir akan kehilangan wisatwan produktif dan akan diganti dengan wisatawan alay yang destruktif,” tegas Ketua Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Maluku itu.
Komentar senada juga datang dari travel enthusiast asal Kota Semarang Jawa Tengah, Frisca Yuwanita. Pada unggahan di facebook, dia menyertakan dua foto yang diambil pada lokasi yang sama namun beda waktu. Foto pertama, Frisca duduk pada sebuah batu menghadap ke gunugn api. Foto tersebut kian mempesona dengan latar dua pohon ikonik yang membingkai objek di tengah dengan warna petang yang hangat. Foto kemolekan alam Banda yang natural itu bahkan terpilih jadi foto terbaik pada komunitas traveler perempuan terbesar, GoWonder Circle dengan lebih dari 44 ribu member.
“Kali pertama ke Banda tiga tahun lalu itu indah dan berkesan banget. Buat aku Banda itu Jogjanya Maluku. Destinasi komplit,” terangnya yang kali pertama datang ke Maluku pada 2016 itu. Ada wisata sejarah, warisan budaya, pemandangan bawah laut terbaik, gunung vulkanik aktif, kuliner sampai spot foto. Menurutnya Banda yang apa adanya amatlah menarik.
Dia pun heran dengan ide mewarnai lokasi foto tersebut. Owner Kalani clothing itu menegaskan wisatawan yang datang jauh-jauh ke Banda bukan untuk mencari spot foto polesan. “Kalau mau polesan tinggal beli tiket lebih murah ke Singapur. Padahal merawat itu tidak mesti menambahkan macam ornamen dan bermain warna cat,” katanya.
Frisca juga sempat membagikan komentar via DM instagram Marischka Prudence salah seoarng traveler yang mempopulerkan spot foto tersebut. “Pure bilang dia rela bayar HTM seandainya memang berbayar, tapi ya bener-bener dijaga keasliannya,”. di juga menambahkan bahwa Maluku itu teralu indah untuk diberi cat sana sini.
Para wisatawan yang sempat datang ke Banda itu menyarankan alangkah lebih baik spot alam dibiarkan natural. Galakan kesadaran lingkungan soal daur ulang sampah plastik, kampanye jaga budaya serta lengkapi fasilitas penunjang seperti toilet bersih. Semoga kedepan masyarakat Banda maupun di tempat lain di Maluku lebih bijak mengelola lokasi wisata alam. Banyak orang rela mengeluarkan uang datang ke Maluku bukan karena destinasi wisata aneka warna melainkan keaslian alam yang tidak bisa mereka temukan di kota lain. (PRISKA BIRAHY)