Potret Potensi Perikanan Di Banda Naira, Melimpah Namun Terbatas Pembeli Dan Pemasar

oleh
oleh
Hasil tangkapan nelayan Kepulauan Banda Kabupaten Maluku Tengah . FOTO : ISTIMEWA

TERASMALUKU.COM,-AMBON-Tim Ekspedisi Pinisi Bakti Nusa (EPBN) kini sampai titik singgah di wilayah Maluku. Sejauh ini, tim sudah menyinggahi 10 titik. Yakni Bula, Keta, Geser, Banda Naira, Tior, Kur, Mangur, Molu, Seira, dan Saumlaki.

Ekspedisi yang digelar Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia dan Yayasan Makassar Skalia ini tak luput pula memperhatikan beberapa hal terkait kondisi sosial, ekonomi, budaya dan potensi daerah. Tak terkecuali di titik singgah ke-28 yaitu di Pulau Banda Naira Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.

Banda Naira, sebuah tempat sarat sejarah dan menjadi saksi akan kekayaan rempah melimpah yang pada abad 16 diperebutkan bangsa-bangsa Eropa. Di sekitar Pulau Banda Naira terdapat beberapa pulau dan secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Banda. Berdasarkan data Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan, Kecamatan Banda di tahun 2016 memiliki populasi penduduk sejumlah 20.823 jiwa dari 18 Desa.

Kota Naira, Ibukota Kecamatan Banda. FOTO : ISTIMEWA

Potensi perikanan di Banda adalah salah satu yang terbesar di wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 714. Tentu karna WPP 714 adalah ekosistem perairan tropis yang memiliki karakterstik dinamika sumber daya perairan yang baik, termasuk di dalamnya sumberdaya ikan yang tinggi.

Data yang dihimpun dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Pelabuhan Perikanan Pantai (UPTD PPP) Banda, produksi ikan di kepulauan Banda dalam satu tahun terakhir, yakni tahun 2018 adalah 2.506.041,7 kg dimana 62,2% nya adalah produksi ikan layang, dengan nama latin decapterus, yakni 1.558.774 kg di tahun 2018.

Kepala Seksi UPTD PPP Banda, Aldi mengungkapkan  angka tersebut merupakan angka yang besar di Maluku Tengah padahal baru tercatat di kepulauan Banda saja.”Angka yang tercatat di UPTD kami dari penadah atau perusahaan sebagai pembeli dan pemasar, bagi kami cukup besar, walaupun besar kecilnya produksi dalam setahun tergantung dari hasil tangkapan nelayan dan musim juga,” ungkap Aldi saat dihubungi Tim EPBN, Jumat (22/3/2019).

Angka tersebut, lanjutnya, belum termasuk hasil tangkapan nelayan yang tidak tertampung karna ketersediaan pembeli dan pemasar yang masih kurang cukup untuk menampung hasil tangkapan nelayan untuk ikan layang. “Memang kapasitas tampung masih kurang dan seringnya nelayan membagikan lebihan hasil tangkapan yang tidak tertampung ke masyarakat atau sebagian nelayan membawanya langsung untuk dijual ke Ambon,” katanya.

Tercatat ada 19 kapal dari delapan perusahaan sebagai pembeli dan pemasar ikan. Lima diantaranya adalah kapal khusus menampung ikan layang dan dua kapal khusus menampung ikan tuna,  selebihnya adalah kapal yang menampung berbagai jenis ikan termasuk ikan layang.

Namun jumlah tersebut di atas sangatlah tidak cukup untuk menampung potensi perikanan di Kecamatan Banda khususnya potensi produksi ikan layang. Dengan keterbatasan penampung seperti ini sering membuat harga ikan layang merosot jatuh jika banyak nelayan pergi melaut di saat bersamaan.

“Mencari ikan momar ( ikan layang) di Banda itu beda dengan di daerah lain, sangatlah muda, kita, satu armada, pergi jam empat pagi sampai jam delapan pagi dapat hasil sekitar 1-5 ton. Namun dalam sehari ada 4 kapal saja dari perusahaan-perusahaan yang bisa menampung dan itu cuma bisa 20-25 ton. Jadi, jika banyak armada, nelayan-nelayan banyak yang turun, kita berebut menjual hasil melaut kita sehingga harga sering jatuh,” ungkap Ketua Koperasi Nelayan Usaha Bahari Kampung Baru Kecamatan Banda,  Busri Hasan.

Menurutnya, dalam dua minggu terakhir telah dibentuk kesepakatan bersama dengan nelayan-nelayan, membentuk kelompok-kelompok nelayan dan membagi waktu untuk beberapa kelompok nelayan diperbolehkan melaut. “Ada 24 kelompok nelayan atau armada yang aktif yang mencari ikan layang, kami mengatur jadwal dalam sehari yang melaut mencari ikan layang 5-7 armada, jadi setiap armada bergiliran dan akan melaut lagi 4 hari ke depannya. Ini penting dilakukan mengingat keterbatasan penampung yang membeli ikan kami, sehingga ada kestabilan harga,” tegasnya.

Busri juga menyampaikan harapannya kepada pemerintah daerah, provinsi atau pusat agar memperhatikan kondisi nelayan-nelayan di Kepulauan Banda. “Yang pertama, kami berharap ada solusi dari pemerintah terkait ketersediaan pembeli dan pemasar khususnya untuk ikan layang. Yang kedua terkait harga bahan bakar yang terlalu tinggi, mudah-mudahan diperhatikan, dan yang terakhir kami berharap adanya bantuan rompon tuna untuk nelayan-nelayan ikan tuna,” tutup Busri Hasan. (UGI)

No More Posts Available.

No more pages to load.