Spirit Jumat Agung Dan Paskah Oleh : Rudy Rahabeat, Pendeta GPM  

oleh
oleh
Rudy Rahabeat, Pendeta GPM. FOTO : DOK. TERASMALUKU.COM

ESOK (Jumat, 19/4/2019)  Umat Kristiani di seluruh dunia merayakan Jumat Agung. Sekaitan itu, tiga hari kemudian merayakan Paskah. Jumat Agung adalah perayaan kenangan (anamnesis) peristiwa puncak sengsara Isa Almasih yakni penyaliban yang berakhir dengan kematian. Sedangkan Paskah merupakan perayaan Kebangkitan Kristus, yang diyakini melampaui kematian itu. Pada kedua peristiswa itu diyakini ada kuasa yang membebaskan dan menyelamatkan manusia dan seisi dunia.

Manusia adalah makluk yang berdosa. Sebagai yang demikian, ia ringkih dan rapuh. Ia sangat membutuhkan belas kasihan Allah. Namun, karena keberdosaan itu pula manusia adalah makhluk yang paling sombong dan angkuh. Ia bahkan terobsesi menjadi sama dengan Allah. Peristiwa di Taman Eden merupakan salah satu buktinya. Ketika manusia ingin menjadi sama dengan Allah maka ia nekat memakan buah terlarang. Akibatnya, ia terusir dari taman itu. Buktinya lainnya adalah ketika manusia membangun Menara Babel yang hendak menyentuh langit. Akibatnya, manusia diceraberaikan ke berbagai penjuru bumi.

Dalam keyakinan Kristiani, manusia yang berdosa itu patut dihukum. Namun karena begitu besar kasih Allah kepada manusia dan dunia, maka melalui kelahiran dan pengorbanan Yesus Kristus, manusia diselamatkan (Injil Yohanes 3:16). Olehnya, orang Kristen menjadikan figur Yesus sebagai teladan, dan berjuang agar serupa dengan Kristus (imitatio Christo). Maksudnya, melakukan apa yang diajarkan dan diteladani Kristus, seperti saling mengasihi, menolong yang kecil dan lemah, serta rela berkorban.

SALIB DAN RUANG PUBLIK

Hampir pada tiap sisi kiri kanan jalan di kota Ambon terdapat salib-salib yang berlilitkan kain berwarna ungu. Apa maknanya? Apakah hanya aksesori yang menghiasi jalan-jalan, seperti pohon-pohon terang pada saat perayaan Natal? Apakah itu berpotensi “mengusik” ruang publik, yang mestinya netral dari simbol-simbol keagamaan tertentu, dan bisa menimbulkan salah tafsir?

Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan itu, kita bersyukur bahwa di Ambon dan Maluku pada umumnya, toleransi antar umat beragama terus bertumbuh. Umat beragama lainnya tidak serta merta bereaksi dengan hadirnya simbol-simbol keagamaan di ruang publik. Ada saling pengertian dan tenggang rasa yang terus terbina. Memang belum ada hasil penelitian tentang apa tanggapan umat beragama lain ketika simbol-simbol agama tertentu hadir di ruang publik. Namun tentu ini memiliki kesejarahan dan konteks sosial budaya khas yang melatarinya. Sepertinya ada suatu pemaknaan unik tentang ruang publik dan simbol keagamaan di Indonesia.

Victor Turner, seorang antropolog yang memiliki latar belakang studi teologi, menyebutkan bahwa ada beragam makna yang berada di balik simbol-simbol. Dalam ragam ritual yang diamatinya pada masyarakat Ndemdu di Afrika, ia bukan hanya melihat ada beragam simbol yang digunakan tetapi juga beragam makna yang tersimpan di balik simbol-simbol tersebut. Dalam salah satu bukunya “The Forest Symbols”, Turner menegaskan pentingnya kedalaman menafsir dan memaknai simbol-simbol yang ada pada sebuah masyarakat.  Itu merupakan bagian utuh dalam totalitas masyarakat.

Secara subjektif saya menafsir, kehadiran salib-salib jelang Paskah itu menjadi pengingat kepada umat Kristen bahwa hidup ini berat. Tantangan dan penderitaan tak terelakan. Salib itu meningatkan mereka tentang figur Yesus Kristus, yang rela menderita dan disalibkan. Ia tidak menghindar dari peristiwa salib itu. Ia menghadapinya dengan tegar. Olehnya, setiap kali orang Kristen memandang Salib itu mereka melihat dua hal sekaligus. Pertama, melihat realitas penderitaan yang tak terelakan. Kedua, melihat figur Yesus yang tegar menghadapi penderitaan itu dan pada akhirnya mengalahkan penderitaan itu melalui peristiwa Paskah (kebangkitan). Melalui penderitaan yang dijalani itu maka dosa dunia ditebus, dan manusia memeroleh jaminan hidup kekal.

PASKAH DAN PASKA PEMILU

Sebagai warga bangsa kita baru saja menyelesaikan Pemilihan Umum yang berlangsung damai. Kita bersyukur atas capaian itu. Pemilu merupakan bagian dari mekanisme demokrasi yang bertujuan memilih para pemimpin dan wakil rakyat yang diharapkan dapat memperjuangkan kebaikan dan kesejahteraan bagi semua. olehnya, setelah Pemilu ini, kita diharapkan dapat mengawal hasil-hasilnya dengan baik, menjauhkan pertentangan yang sia-sia dan tetap mengutamakan persatuan dan keutuhan bangsa.

Paskah sebagai peristiwa kemenangan Kristus, mesti dimaknai sebagai pembebasan bagi semua ciptaan. Melalui peristiwa Paskah terjadi rekonsiliasi antara Allah dengan semua ciptaan. Manusia berdosa ditebus dan memeroleh belas kasihan Allah. Dan sebagai tanda syukur aras belas kasihan Allah itu, manusia hendaknya hidup dalam kasih dan kebenaran, saling peduli dan saling mengasihi dengan sesama dan semesta ciptaan.

Dalam kaitan tema perayaan Paskah Gereja Protestan Maluku (GPM) yakni “Kebangkitan Kristus Mentransformasi Kehidupan” maka mesti terjadi transformasi dalam kehidupan umat Kristiani dan umat beragama pada umumnya. Transformasi bukan hanya perihal pribadi, yakni menjadi orang-orang yang lebih baik dan berkarakter, tetapi juga transformasi sosial dan kehidupan berbangsa. Paskah dan paska Pemilu kiranya menjadi momentum untuk lebih mengasihi bangsa dan negara ini. Berdoa dan berkarya untuk kesejahteraan bersama. (RR).  

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.