Tokoh Agama Kepulauan Kei Tolak Gerakan People Power

oleh
oleh

TERASMALUKU.COM,-MALRA-Para tokoh agama di Kepulauan Kei yang meliputi Kota Tual dan Maluku Tenggara (Malra) menolak istilah maupun gerakan “People Power” yang didengungkan sejumlah elemen di Jakarta untuk menyikapi hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang.

Ketua MUI Kabupaten Malra, Ustad Zen Matdoan mengatakan MUI Malra menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat terutama kaum muslimin untuk tetap menjaga keharmonisan baik antar internal umat, maupun antar umat agama lain menjelang hasil Pemilu 2019. “Kita tidak boleh ikut-ikutan tentang masalah yang ada di pusat seperti gerakan ataupun ajakan People Power, dan tidak perlu juga ada mobilisasi dari daerah ini ke pusat untuk gerakan tersebut, ujarnya.

Menurutnya, masalah di pusat tentu tentang masalah kewilayahan, kita tidak punya kompotensi, tetapi pihaknya menghimbau agar masyarakat tetap menjaga ketertiban dan ketentaraman. “Menyangkut hasil Pemilu, baiknya kita serahkan kepada institusi dan tempuh jalur konstitusi untuk menyikapi hasil Pemilu sehingga dapat berjalan sesuai harapan, tidak perlu ada gerakan seperti People Power, kalau adapun maka harus dilakukan dengan damai,” ungkapnya.

Pendeta Frans Yasep Syahailatua, Ketua Klasis PP Kei Kecil dan Tual juga mengharapkan “People Power” tidak terjadi. Semua pihak diminta mempercayakan hasil Pemilu kepada KPU pada semua tingkatan, mulai dari TPS, Kecamatan, Kabupaten hingga ke KPU pusat.

“Namun, terkait adanya keinginan People Power boleh saja yang penting jangan sampai mencederai demokrasi, dan gerakan itu dapat berjalan damai atau tidak menimbulkan tindakan-tindakan yang deskruktif atau tidak membangun,” ungkapnya.

Sementara itu, tokoh Agama Hindu B Lefmanut menyatakan pihaknya tidak setuju dengan People Power tersebut, karena sangat bertentangan dengan hukum di NKRI, karena Indonesia adalah Negara demokrasi dan semua pihak harus terima hasil KPU. “Hasilnya harus kita terima, jika merasa tidak puas dan tidak menerima maka jalur hukum harus ditempuh sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara ini, dan kita tidak perlu memaksakan kehendak kita”, tandasnya.

Pastor Eko Renjaan Pr Wakil Uskup Kei Kecil juga kepada media menyampaikan, rasa syukur karena proses demokrasi di negara ini masih berlangsung dan berjalan dengan damai, walaupun ada riak-riak pada pleno rekapitulasi di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. “Riak itu bagi saya normal, dan dinamika dari sebuah proses pesta demokrasi, dan kita patut apresiasi kepada penyelenggara hingga petugas yg terlibat dalam Pemilu 2019 ini”, utar Eko.

Eko juga mengatakan menjelang pengumuman hasil Pemilu oleh KPU pada tanggal 22, berbagai pihak dengan pendapatnya telah menyatakan akan menerima mupun tidak menerima hasil, sampai muncul beberapa istilah yang tidak perlu untuk disampaikan karena bisa menimbulkan persepsi yang berlebihan seperti istilah People Power atau istilah lainnya. “Seharusnya dalam menyikapi hasil dari KPU, semua pihak harus selalu ada pada koridor konstitusi. Artinya apapun yang dihasilkan oleh KPU nanti, harus tetap berada pada koridor konstitusi jika merasa tidak puas,” kata Eko.

Menurutnya, konstitusi atau jalur hukum yang ada, menjadi arah dan dasar sehingga masyarakat terhindar dari istilah atau gerakan yang bisa saja mengacaukan kehidupan berwarga negara.
“Jadi, saya pribadi selaku tokoh agama menolak istilah ataupun gerakan People Power, namun jika gerakan itu tetap saja dilakukan pada tanggal 22 nanti, maka gerakan itu harus dapat dilakukan dengan damai dan tidak mengganggu ketertiban umum,” ungkap Pastor Eko. (AS)

No More Posts Available.

No more pages to load.