Keluarga Di Kei Besar Masih Menunggu Janji KPU RI

oleh
Simon Ingratubun (alm) Sekretaris KPPS yang meninggal setelah kelelahan tak tidur empat hari menyiapkan Pemilu 17 April di Ohoi Ohoiwait Kecamatan Kei Besar Maluku Tenggara (18/5). FOTO : DOK KELUARGA

TERASMALUKU.COM,MALRA,- Simon Ingratubun asal Ohoi Ohoiwait  Kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), satu dari 527 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) se Indonesia yang wafat lantaran kelelahan saat pemilu 17 April 2019. Sepeninggalnya keluarga masih menunggu janji KPU Republik Indonesia melalui KPU Malra perihal bantuan bagi istri dan emat anak Simon di desa.

Hingga kini belum ada kabar sampainya santunan yang dijanjikan KPU pusat kepada keluarga para petugas KPPS yang meninggal. Kepada wartawan keluarga mengaku itu masih dalam proses. Namun di lain sisi bisa jadi karena faktor sinyal telepon.

Butuh waktu panjang agar tiba di rumah kediaman Simon beserta istri dan anak-anaknya. Butuh dua kali perjalanan dengan kapal laut dari Langgur Ibukota Kabupaten Malra ke Elat. Perjalanan itu memakan waktu 1 jam 20 menit. Setibanya di Elat perjalanan diteruskan dengan kendaraan roda empat menuju Ohoi atau Desa Ohoiwait selama 60 menit.

Lokasi yang cukup jauh itu berpengaruh pada kekuatan sinyal. Hal itu pula yang diakui kakak laki-laki Simon. “Jaringan di desa sini terbatas,” ucap Aleks Ingratubun kepada Terasmaluku.com Sabtu (18/5/2019) di kediaman mereka.

Aleks lalu bercerita tentang proses panjang persiapan hingga pemungutuan suara yang merenggut nyawa sang adik. “Adik saya itu Sekretaris PPS. Dia meninggal ketika bertugas sebagai Sekertaris PPS di Ohoi Ohoiwait,” katanya. Simon sang adik mulai sibuk sejak H-3 pemilu. Yakni dari 14 hingga 18 April tanpa istirahat tidur.

Pada hari H, 17 April pagi, Simon masih bekerja tanpa beristirahat menunggu tibanya kotak suara. Kotak tiba, dia dan petugas lain menyiapkan TPS bakal pencoblosan. “Pada 19 April masih ada proses penghitungan suara, nah di situ saya lihat kondisi kesehatan adik saya sudah mulai kurang baik dan sempat muntah,” kenang Aleks.

Jika ditotal, Simon begadang selama empat hari non-stop demi kelancaran pemilu di desanya. Tak tega melihat sang adik, pada 20 April Aleks lantas menyarankan Simon memeriksakan kondisinya ke Langgur. Namun dia baru ke sana pada 23 April bersama istri dan anaknya. Di Langgur, mereka lakukan pemeriksaan pada salah satu klinik, yang kemudian menyarankan Simon ke rumah sakit.

“Akhirnya adik saya dibawa ke rumak sakit dan dirawat 4 hari. Namun pada 28 April saudara saya ini akhirnya meninggal dunia,” tuturnya. Menurut dia kondisi sang adik sempat membaik selama dirawat. Aleks, istri anak dan keluarga besar Simon amat terpukul.

Simon wafat saat keluarga merasa ada harapan. Terutama sang istri yang kini menjanda. Dia harus membesarkan empat anak Simon yang masih kecil. Anak pertama Simon kembar perempuan berusia 6 tahun. Anak ketiga juga perempuan baru 3 tahun dan si bungsu laki-laki belum genap setahun, baru 7 bulan.

“Adik saya keseharian dikenal baik dan kreatif dalam bekerja, baik sebagai aparatur desa, tugas keagamaan, maupun ketika bertugas sebagai sekertaris PPS. Kami keluarga bahkan masyarakat Ohoi jelas kehilangan,”ungkap Aleks sambil mengenang sang adik.

Saat ditanya terkait perhatian pemerintah, Aleks dan keluarga cukup mengapresiasi pihak KPU. Pasalnya saat mendengar kabar duka komisioner KPU bersama beberapa pegawai langsung ke RS untuk melihat jenazah sang adik. Mereka juga memberikan dukungan bantuan kepada keluarga.

Aleks menambahkan jika pihaknya mendapat kabar tentang janji KPU pusat kepada para keluarga. “Saya tidak tau jumlah santunan yang akan diberikan, tapi jika santunannya ada, maka keluarga mengharapkan KPU Malra sebagai perpanjangan tangan KPU Pusat dapat mewujudkannya,” harap Aleks. (ALADIN)

No More Posts Available.

No more pages to load.