TERASMALUKU.COM,MALTENG, – Baku Pukul Manyapu Negeri Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah sudah menjadi kegiatan rutin tahunan. Namun kali ini kehadiran wajah-wajah belia belasan tahun dan kaum muda bikin suasana lapangan Negeri Mamala makin spaneng. Durasi bakupul pun lebih panjang dari biasanya.
Kerap kali teriakan ngeri datang dari barisan penonton menyakiskan kulit-kulit badan pemuda terbelah dipecut lidi. Sampai-sampai istri Gubernur Maluku, Widya Pratiwi Murad Ismail memalingkan wajahnya lantaran tak tahan menonton atraksi yang digelar tiap hari ke-7 Syawal di Mamala itu.
Lidi-lidi yang digunakan berasal dari tulang daun enau sepanjang 1,5 meter. Sensasi ngeri, ngilu manakala si pemukul mengayunkan tangan dan mendaratkannya di tubuh lawan akan kental terasa bagi mereka yang menonton langsung di lapangan.
Bertempat di lapangan depan Masjid Al–Muhibbin, 36 pemukul sapu berjajar saling berhadapan. Secara bergantian mereka memukul lawan main mengikuti irama tabuhan tifa dan aba-aba peluit.
Sekitar delapan diantaranya merupakan pemain anyar yang begitu berani dan tangguh menahan cambukan beruntun selama hampir 30 menit.
“Kali ini memang beda dari yang biasa katong bikin. Banyak anak-anak muda dan baru ikut juga. Paling muda 17 tahun. Dan waktu, waktunya lebih panjang,” kata Pemimpin pemain Baku Pukul Sapu, Bari Lilisula usai kegiatan kepada Terasmaluku.com sore (12/6/2019).
Bari yang mengenakan celana kartou (pendek) hijau dan ikat kepala warna senada mengatakan anak muda mendominasi kegiatan pukul manyapu. Ini sebagai salah satu cara warga Negeri Mamala meregenerasi pemain. Dia bilang, tradisi dan budaya pukul sapu harus lestari dengan jalan diwariskan. Sebagian besar pemain lama pensiun dan jadi mentor buat pemain baru selama berlatih.
Sementara cerita cerita sejarah terus dituturkan dari generasi ke generasi termasuk sebelum atraksi pukul manyapu dimulai. Ada pembacaan kisah sejarah dan makna dibalik rangkaian kegiatan. Warga negeri paham betul generasi mudalah yang bakal meneruskan kisah itu. Wajar jika pukul sapu jadi salah satu pilihan manifestasi warisan leluhur dan kecintaan pada budaya pun sejarah.
Selain itu yang menarik dari kegiatan kali ini yakni durasi atraksi yang lebih panjang dari biasanya. Bari yang tujuh tahun menjadi pemimpin itu membagi atraksi ke dalam tiga bagian. Tiap bagian berdurasi sekitar tujuh menit. “Tarulah hampir 30 menit dong bapukul, karena dong baru masih muda daya tahan kuat. Kalau su tua-tua macam katong napas su seng kuat,” jelas Bari yang masih tampak gemetar berapi-api usai memimpin para pemukul.
Dia percaya semangat dan kecintaan pada sejarah dalam diri anak muda mampu menekan rasa sakit di badan. Salah seorang pemukul di tengah kerumunan menyebut jika rasa sakit perlahn hilang usai diolesi minyak Mamala. Bengkak dan sobekan epidermis di area pinggan dan perut jadi tak berarti lagi.
“Anak muda ini dong kuat. Apalagi kalau su pake minyak langsung sudah. Minyak Mamala manjur, kalau seng pake musti pake obat dokter,” tutur Raja Negeri Mamala Ramli Malawat di pelataran Lumbato rumah Raja Negeri Mamala.
Menurutnya kegiatan tahun ini terasa lebih ramai dan padat dari biasanya. Animo pengunjung dan anstusias mengikuti acara menjadi keyakinan untuk terus mempertahankan adat dan budaha. Kehadiran generasi muda membawa warna dan semangat baru di lapangan. (PRISKA BIRAHY)