Selasa (24/9/2019) Wadah Pelayanan Laki-laki Gereja Protestan Maluku (WPL GPM) mensyukuri ulang tahun ke-33. Sebuah peristiwa iman sekaligus historis yang patut direfleksikan secara mendalam dalam kerangka kesadaran bahwa laki-laki merupakan. sumber daya gereja dan masyarakat yang potensial dalam membangun masa depan bersama yang adil dan sejahtera. Berikut tiga catatan reflektif terkait momen tersebut.
Pertama, laki-laki pada umumnya dan laki-laki gereja khususnya merupakan salah satu pilar utama penyanggah gereja dan masyarakat. Oleh sebab itu pilar tersebut mesti kokoh menopang bangunan Jemaat/Gereja dan masyarakat. Laki-laki gereja tidak boleh rapuh dan mudah galau sebab itu akan berpengaruh terhadap eksistensi jemaat atau gereja serta masyarakat. Dalam kaitan ini maka peningkatan kualitas laki-laki dalam segala segi merupakan agenda yang sangat penting dan strategis. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah untuk mengembangkan SDM unggul.
Kedua, Laki-laki gereja musti menjadi laki-laku bae (baik). Maksudnya bae dalam segala aspek, dalam kata dan perbuatan. Punya integritas. Laki-laki bae bukan hanya slogan tapi mesti nampak dalam kualitas diri ketika berada di tengah keluarga, gereja dan masyarakat. Menjadi ayah dan suami yang baik dalam keluarga. Menjadi warga masyarakat yang dinamis dan proaktif berkontribusi dalam membangun kesejahteraan bersama sesuai profesi dan talenta yang dimiliki. Pendek kata tidak pasif apalagi apatis. Bandingkan analogi tentang garam dan terang dunia. Dengan mengatakan itu bukan berarti laki-laki bae adalah laki-laki sempurna. Sebab semua laki-laki punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tak ada gading yang tak retak.
Ketiga, Laki-laki gereja selalu menjadi mitra perempuan untuk membangun masa depan bersama yang sejahtera. Paradigma lama yang didominasi laki-laki (patriakal) harus diganti dengan paradigma kemitraan yang lebih egaliter dimana laki-laki saling bekerjasama dan sinergi dengan perempuan untuk membangun keluarga, gereja dan bangsa. Hanya dengan begitu momen keberadaan laki-laki makin bermakna dan berdampak.
Berbagai problem klasik seperti ketidakadilan gender (gender inequaluty), kekerasan terhadap perempuan, perdagangan perempuan (women trafficking), dan sebagainya mesti dapat diatasi oleh perempuan dan laki-laki dalam semangat kemitraan. Kerjasama mengatasi masalah-masalah keagamaan dan sosial tidak dapat diselesaikan secara parsial dan sendiri-sendiri.
Diakui bahwa peta persoalan yang dihadapi laki-laki gereja makin kompleks di era digital dan disrupsi saat ini. Problem keagamaan maupun problem sosial budaya politik makin tunggang langgang. Olehnya diperlukan daya dobrak, soliditas dan inovasi laki-laki untuk melakukan terobosan dan tidak pasrah pada keadaan. Kolaborasi lintas agama dan lintas stakholders mesti terus ditingkatkan untuk bersama-sama membangun tatanan sosial yang damai dan beradab . Selalu ada harapan untuk fajar perubahan ke arah yang lebih baik.
Dirgahayu wadah pelayanan laki-laki GPM. Teruslah dinamis dan tangguh serta mentransformasi kehidupan yang membebaskan! (RR)