SURABAYA, – Vitamin B17 pernah digadang-gadang sebagai salah satu multivitamin anti kanker. Nyatanya kebenaran tentang hal ini tidak bisa dibuktikan.
Menurut dr. Nina Irawati SpB(K)Onk-KL, Spesialis Onkologi dari Adi Husada Cancer Center (AHCC). B17 bukanlah multivitamin melainkan obat.
“B17 merupakan obat intervena yang dibuat tahun 1952 oleh Dr. Ernst T.Krebs. Mengandung amygdalin murni yang dapat ditemukan pada kacang merah ataupun sayur, seperti seledri, wortel, jeruk limau,” ungkap Nina Irawati.
Pada tahun 70an, ujar Nina Irawati, obat ini ditarik dari pasaran karena berpotensi untuk menimbulkan bahaya.
“Karena cara kerja obat ini apabila bersingungan dengan enzim dalam tubuh akan memecah laetrile menjadi ikatan hidrogen sianida. Tentu ini akan berbahaya bagi tubuh, karena kita tidak tau akan berdampak apa sianida pada tubuh nantinya,” imbuh Nina.
BACA JUGA: https://terasmaluku.com/mitos-atau-fakta-bajakah-sebagai-pengobatan-kanker/
Nina mengatakan, tak menganjurkan sama sekali B17 dikonsumsi baik untuk kanker maupun nonkanker. Karena ini obat bukan multivitamin. Bahkan, Nina mengungkapkan, beberapa riset menunjukkan hasil jika efek negatif B17 cukup mencengangkan.
“Dari studi pada binatang, tidak terbukti memiliki manfaat. Tapi justru memberikan efek samping. Begitu pula dengan studi pada manusia dengan 176 sample, tidak terdapat efek dan beberapa justru mengalami keracunan sianida,” jelasnya.
Tambahnya, studi juga pernah dilakukan pada 6 penderita kanker, justru kanker malah makin menyebar. Dengan hasil studi di atas. Tentu masyarakat dituntut untuk selalu waspada serta cermat untuk memilih pengobatan kanker.
“Sebagai dokter saya tidak menentang adanya pengobatan alternatif atau multivitamin lainnya untuk kanker. Tapi sebaiknya pilih yang memang sudah melalui uji klinis. Karena butuh studi dan waktu yang lama sebuah pengobatan diklaim menjadi pengobatan kanker,” tutup Nina. (ADV)