JAKARTA – Komisi X DPR mendesak Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka direvisi karena tidak mendukung pengembangan pendidikan kepramukaan di pusat dan daerah. Mereka mengusulkan revisi UU Nomor 12 Tahun 2010 untuk masuk pada Program Legislasi Nasional Tahun 2020-2024 dan menjadi Program Legislasi Prioritas Tahun 2020.
“Meminta Kwarnas Gerakan Pramuka untuk segera menyerahkan naskah akademik dan draf rancangan undang-undang (RUU),” demikian salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat umum Komisi X dengan Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka di Gedung DPR, Jakarta, pada 2 Desember 2019.
Komisi X DPR yang membidang pendidikan dan kebudayaan; pemuda dan olahraga; pariwisata, ekonomi kreatif dan perpusnas menilai minimnya dukungan anggaran negara dari pemerintah pusat dan daerah terhadap Gerakan Pramuka.
“Pemerintah daerah memberikan dana se encrit encrit kepada kwartir pramuka,” ujar Wakil Ketua Komisi X, Dede Yusuf, yang memimpin rapat. Hampir sepuluh tahun Dede Yusuf menjabat Ketua Kwarda Pramuka Jawa Barat. Saat ini, dia menjadi Wakil Ketua Kwarnas/Ketua Komisi Bidang Kerjasama Dalam Negeri. Menurut Dede Yusuf, persoalan ini terjadi karena di dalam UU Nomor 12 Tahun 2010 tidak ada kewajiban atau mandatory agar pemerintah pusat dan daerah memberikan dukungan anggaran negara.
Pada pasal Pasal 43 dijelaskan bahwa keuangan Gerakan Pramuka diperoleh dari (a). iuran anggota sesuai dengan kemampuan; (b). sumbangan masyarakat yang tidak mengikat; dan (c). sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Selain sumber-sumber keuangan ini, “Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.”
Dede Yusuf menjelaskan kata “dapat” itu multitafsir. Kalau Gubernur, Bupati atau Wali Kota memahami arti penting Gerakan Pramuka, maka bantuan kepada kwartir relatif besar. Jika sebaliknya, kwartir daerah atau cabang hanya sedikit mendapat dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Bisa jadi kwartir cabang hanya diberi Rp 100 juta untuk setahun,” katanya.
Dia menilai ada kesalahan dalam penyusunan UU Gerakan Pramuka, karena tidak memiliki aturan pelaksana berupa peraturan pemerintah. Walhasil undang-undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini menjadi alasan lain perlunya revisi undang-undang tersebut.
Minimnya dukungan pemerintah juga tampak pada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka. Pada rapat dengar pendapat dengan Komisi X, Ketua Kwarnas Budi Waseso memaparkan strategi pengembangan program pendidikan kepramukaan, termasuk revitalisasi yang akan dilakukan.
Namun, APBN yang diterima Kwarnas semakin turun. Pada 2008 sampai dengan 2011 dana yang diterima Rp 48-49 miliar. Pada 2016 meningkat menjadi Rp 91 miliar, karena ada kegiatan Jambore Nasional di Cibubur. Namun pada 2017 hanya Rp 10 miliar, tahun berikutnya sebesar Rp 1,5 miliar dan tahun 2019 ini hanya Rp 4 miliar. “Sehingga kegiatan pendidikan kepramukaan Kwarnas terealisasi sekitar 5,3 persen,” kata Budi Waseso.
Anggota Komisi X DPR terkejut dengan minimnya anggaran yang diterima Kwarnas. “Uang Rp 4 miliar itu sama dengan membangun jalan 4 kilometer. Komisi X harusnya malu melihat ini, ” kata Andi Muawiyah Ramly, dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Menurutnya, revitalisasi dan rencana strategis Gerakan Pramuka tidak akan jalan jika anggarannya sangat minim.
Padahal dalam UU Nomor 12 Tahun 2010, disebutkan bahwa Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menjelaskan Gerakan Pramuka perlu mendapat dana APBN/APBD yang tinggi karena potensinya yang besar untuk menjadi komponen cadangan pertahanan nasional. “Apalagi ada doktrin Trisatya dan Dasa Darma Pramuka,” katanya. (ADI)