TERASMALUKU.COM,AMBON, – Kelahiran Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 16 Tahun 2020 munculkan ambiguitas. Sekurang-kuranya pada pasal 6 yang melarang warga luar masuk ke Kota Ambon. Masyarakat lalu ada yang mempertanyakan terkait mereka yang bekerja lepas, pengusaha, pegawai kantoran pun non-kantoran yang memang denyut kehidupannya ada di Ambon.
Ada pertanyaan juga protes dari masyarakat yang berkembang usai ada perwali. Semisal yang lebih dulu dimuat dalam salah satu media daring lokal, tentang pasal 6 yang dipertanyakan masyarakat di Jazirah Leihitu.
Perwali tentang Pembatasan Kegiatan Orang, Aktivitas Usaha dan Moda Transportasi Dalam Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) di Kota Ambon yang jadi landasan PKM (pembatasan kegiatan masyarakat) pada pasal tersebut dinilai mencekik.
Pada pasal 6 ayat 1 tersurat setiap orang dari luar wilayah Kota Ambon, dibatasi masuk ke dalam wilayah kota ambin kecuali keadaan mendesak. Memang jika dilihat pada pasal 11 ada pengecualian bagi mereka yang dapat masuk ke Kota Ambon. Namun tidak jelas dan detil, menyatakan profesi seperti apa.
Juru Bicara Covid-19 Gugus Kota Ambon, Joy Adriaansz siang tadi membuka sedikit penjelasan. “Ada pasal pegecualian. Mereka yang berjualan atau kerja harian ini bukan tidak bisa masuk kota sama sekali. Ada pasal pengecualian kan. Mereka yang berdagang ini masuk ke logistik dan pangan. Yang pasti harus patuh protokol kesehatan pakai masker dan ada cek suhu atau kesehatan di pos jaga yang sudah ditetapkan,” terang Joy di ruang Media Center Kantor Walikota Ambon, Kamis (4/6/2020) siang.
Aturan tersebut, katanya juga dibuat dengan tidak meniadakan kondisi-kondisi riil masyarakat. Yakni bahwa tidak semua orang bekerja sebagai pegawai kantoran. Ada segmen aktivitas tertentu yang perlu jadi perhatian khusus. “Jadi mereka ini harus dipastikan kondisi kesehatannya sebelum masuk kota. PKM bukan lalu orang tidak lagi bisa berdagang. Waktunya dibatasi,” imbuh dia.
Mereka yang sebagai pekerja kantoran dan berasal dari luar Ambon memang ada aturan khusus dan cukup ketat. Seperti menunjukkan surat hasil rapid test yang membuktikan bahwa mereka aman serta surat tugas yang menyatakan urgensi bekerja di kantor. Apakah hal ini juga berlaku bagi mereka yang pekerja lepas atau yang bukan pekerja kantoran.
Dokumen administraif seperti memperumit aktivitas. Mereka yang ada satu daratan di Pulau Ambon namun berbeda kabupaten harus menyeberang ke Pulau Seram demi hanya mengurus surat tersebut. Hal inilah yang menuai pertanyaan di masyarakat. Bahkan salah satu media daring lokal pun ada menulis terkait ini.
Lebih lanjut Joy mengatakan bahwa akan ada pertemuan dengan kelompok masyarakat yang mempertanyakan perihal pasal tersebut. Hal ini tak lain untuk memberi kepastian kehidupan di tengah pandemi. “Esok Jumat 5 Juni ini ada yang mau datang dari Jazirah terkait pasal 6. Nanti kita jelaskan juga biar tidak salah paham. Intinya kita tidak ingin menyusahkan warga,” katanya singkat. (PRISKA BIRAHY)