Tokoh Agama Buka Suara Soal Konsep PKM yang Tidak Jelas di Ambon

oleh
Ketua Sinode GPM, Pendeta Drs. A.J.S. Werinussa mengkritisi regulasi yang tak jelas pemkot soal PKM, Sabtu (13/6/2020). FOTO: Priska Birahy

TERASMALUKU.COM,AMBON, – Tokoh-tokoh agama di Maluku akhirnya buka suara lantang terhadap konsep penanganan covid-19 yang dinilai prematur. Yakni pergantian aturan dari Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR), Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) dan sekarang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tak punya kejelasan konsep.

Para tokoh agama menilai perubahan ini semacam wacana tak berakar yang diterbitkan pemerintah. Semenatra di bawah, rakyat menderita. Ketua Sinode GPM, Pendeta Drs. A.J.S. Werinussa berbicara kepada awak media mewakili para tokoh agama.

“Kami tokoh agama sudah kendalikan aktivitas umat beragama. Karena itu rumah-rumah ibadah tidak jadi titik penyebaran. Yang ada ini di arena publik. Oleh karena itu kami himbau kota (Pemkot Ambon) punya konsep harus jelas. Bukan sekedar tukar menukar regulasi. Masyarakat ini butuh panduan. Kemudian mau bikin PSBB atau setan apa saja namanya silahkan. Yang penting masyarakat ekonominya dijaga,” kata Ketua Sinode tegas, mengkritisi regulasi berganti-ganti Pemerintah Kota Ambon, Sabtu (13/6/2020) sore.

Usai rapat bersama Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku di Kantor Gubernur Maluku, Werinussa langsung mengurai hal-hal yang selama ini membuat bingung jemaat juga warga Kota Ambon. Yang paling jadi sorotan yakni terkait perubahan-perubahan regulasi yang malah seperti menarik ulur kesabaran masyarakat. Soal ekonomi dan kecukupan pangan adalah hal yang paling terdampak atas kebijakan tidak jelas yang dinilai dirinya.

“Sebab kalau mereka lapar mereka bisa ribut. Itu yang tadi saya sampaikan (dalam rapat Gugus Tugas Provinsi) dengan suara yang keras. Karena kami sudah stres bersama rakyat. Yang namanya diganti-ganti. PKM, PSBB setelah ini apa lagi,” tambahnya kesal.

Para tokoh agama, baik Kristen, Islam, Katolik, Hindu, Budha sudah mengupayaklan umatnya untuk taat aturan. Sayangnya dari rapat bersama yang dipimpin Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Maluku, Kasrul Selang, tokoh agama seperti dibuat kesal dengan ragam kebijakan yang lagi-lagi dituding tidak berkonsep jelas dan minim panduan kepada masyarakat. Buktinya dengan segala regulasi yang berganti nama itu tetapi toh angka penularan Covid-19 terus naik. Lalu dimana letak efektivitasnya.

BACA JUGA :  Hantam Man United di Old Trafford, City tantang Spurs di final Carabao Cup

“Tapi tingkat penularan saja tinggi. Masa 400 ribu jumlah penduduk saja tidak bisa kita atur sih, dan dalam satu daratan,” sebut Werinussa. Dirinya bahkan secara spesifik meminta agar Gugus Tugas Covid-19 tidak terbagi. Yakni hanya berpusat pada satu Gugus Tugas agar perintah dan aturan jelas terdistribusi hingga ke masyarakat. Pendeta Warinussa juga menyinggung soal pengumuman Gugus Tugas terkait pedagang Pasar Mardika yang terpapar. Hal itu katanya sama sekali tidak bijak dan tepat.

“Sebab kalau diumumkan begitu orang tidak datang lagi ke pasar. Caranya bukan begitu. Urai pasar itu jadi beberapa titik. Supaya rakyat bisa diatur. Bukan jam aktivitas diperpadat. Kalau jam dipadat itu orang terburu-buru. Akan terjadi penumpukan. Saya sampaikan ke Gugus Tugas, kalau pasar itu, kita bikin beberapa titik. Jalan A.Y. Patty tutup jadi pasar. Seperti di Salatiga. Kan tugas kita urai kerumunan,”urai Werinussa.

Namun yang pasti para tokoh agama terus dan tetap membantu kerja pemerintah menghilangkan virus corona dari Kota Ambon dan Maluku. Asal ada kejelasan dalam setiap regulasi sehingga tidak melahirkan aturan-aturan prematur yang makin mencekik rakyat. (PRISKA BIRAHY)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.