Rasionalitas
Maluku adalah provinsi yang berkarakteristik kepulauan. yang dimana terdapat 1.340 jumlah pulau dengan persentase lautan mencapai 92,4 % dan daratan 7,6 %. Potensi Sumberdaya Ikan di sekitar perairan provinsi Maluku mencapai 4,6 juta ton/ tahun yang berada pada 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) nasional yang didalamnya terdapat Laut Banda, Laut Seram dan Laut Arafura.
Kebijakan Negara saat ini melalui kementerian kelautan dan perikanan adalah pengelolaan perikanan berbasis wilayah pengelolaan perikanan (WPP). kita harus ketahui bersama bahwa Indonesia terdapat 11 WPP yang merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk kegiatan penangkapan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut territorial, zona tambahan, dan zona ekonomi ekslusif Indonesia (ZEEI)
Untuk Posisi perairan Maluku sendiri berada dalam WPP 714 meliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda dengan total potensi 788.939 ton, WPP 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau dengan potensi 1.242.526 ton dan WPP 718 meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian Timur jumlah potensi 2.637.565 ton sehingga total potensinya 4.669.030 dari jumlah potensi nasional adalah 12.541.438 ton.
Sesuai Permen KP nomor 33/2019 tentang Organisasi dan tata kerja lembaga pengelola perikanan di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia (WPP-NRI) dalam hal ini telah dibentuk lembaga pengelola perikanan sebagai wadah koordinasi pengelolaan perikanan di masing-masing WPP, dan mempunyai tugas melakukan koordinasi dan evaluasi pelaksanaan rencana pengelolaan perikanan (RPP) serta memberikan rekomendasi penyusunan kebijakan pengelolaan perikanan berkelanjutan di setiap WPP. dan jika diliat dari pembagian lokasi kantor sekretariat lembaga pengelola perikanan WPP-NRI di Maluku berada pada 2 lokasi yakni di Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Ambon dan PPN Tual.
Jika dilihat pada peta Indonesia maka provinsi Maluku berada pada titik sentral dan berada pada posisi jalur antar 3 WPP tersebut sehingga sangat layak jika Maluku menjadi pusat lumbung ikan dan dikembangkan sebagai kawasan industrilisasi perikanan. posisi sekitar perairan provinsi Maluku berada pada jalur airlindo yang merupakan pergerakan atau transport masa air dari samudera pasifik ke samudera hindia. ini akan memainkan peranan penting dalam siklus iklim global. selain itu perairan laut banda secara gradual terjadi upwelling atau pengangkatan massa air yang berkonstribusi pada produktifitas perairan, salah satunya Laut banda menjadi tempat bertelur dan mencari makannya ikan tuna sirip kuning (Yellowfin Tuna) dan berbagai jenis biota laut lainnya seperti cakalang, tongkol, layang serta ikan karang, rumput laut, lola dan mutiara yang sangat layak untuk dikembangkan sebagai komoditi unggulan Maluku maupun laut arafura menjadi salah satu daerah fishing ground terbaik dan kaya akan sumberdayanya.
Problematika Maluku Menuju LIN
Sebagai daerah kepulauan pastinya Maluku mempunyai banyak kendala dalam kegiatan pembangunan. rentang kendali antar pulau yang begitu besar akan berdampak pada biaya operasional dan implementasi program pembangunan, oleh sebab itu membutuhkan dukungan dari sisi regulasi dan anggaran yang memadai karena sementara ini kebijakan Negara salah satunya terkait sistim bagi hasil perikanan belum memperhatikan daerah penghasil. selain itu keterbatasan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan merupakan salah satu masalah utama dalam pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Maluku, yang secara umum keterbatasan sarana prasarana ini merata pada semua bidang baik perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan, pemasaran hasil perikanan, pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan serta kelautan pesisir dan pulau-pulau kecil
Salah satu fasilitas utama dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan adalah pelabuhan perikanan. untuk di Maluku masih sangatlah minim . Sesuai data yang ada pelabuhan perikanan diseluruh Indonesia berjumlah 538 , dari jumlah tersebut 111 pelabuhan perikanan telah ditetapkan kelasnya yang terdiri dari 7 pelabuhan perikanan samudera (PPS), 18 pelabuhan perikanan nusantara (PPN), 42 pelabuhan perikanan pantai (PPP), 42 pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan 2 pelabuhan perikanan swasta.
Pelabuhan perikanan di Maluku saat ini hanyalah berjumlah 17 unit pelabuhan yang terdiri dari 2 pelabuhan perikanan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat dibawah KKP yakni PPN Ambon dan PPN Tual serta 15 pelabuhan perikanan merupakan UPT daerah di Provinsi Maluku. pelabuhan perikanan di Maluku yang ada juga sebagian belum operasional karena kurang lengkapnya sarana dan prasarana penunjang. seharusnya pelabuhan perikanan nusantara di Maluku segera dinaikan statusnya menjadi Pelabuhan perikanan Samudera sebab dengan peningkatan status ini maka akan meningkatkan status volume kegiatan kepelabuhanan dan kegiatan pengolahan di sekitar wilayah pelabuhan sebagai konsekwensi atas dampak dari kegiatan LIN. sayangnya, dari 7 pelabuhan perikanan samudera tersebut tidak ada pada titik lokasi di Indonesia timur malah berada di bagian kepulauan Sulawesi terdapat 2 PPS yakni bitung dan kendari.
Maluku belum memiliki Industri pengolahan terpadu, sementara ini masih sebatas mengekspor bahan baku dalam bentuk segar ataupun beku. tidak dalam bentuk olahan yang dapat memberikan nilai tambah seperti Industri pengalengan ikan. jika ini ada, maka akan membuka lapangan kerja yang luas. dilain sisi belum memadainya sistim rantai dingin (coldstorage dan pabrik es) yang merupakan sarana penting dan diperlukan pada penanganan hasil perikanan sehingga sistim logistik ikan dapat berjalan dengan baik, dengan adanya rantai dingin ini akan mempermudah Maluku menyuplai hasil perikanan yang berkualitas antar pulau. kendala sistim rantai dingin masih terlihat pada minimnya dukungan ketersediaan listrik, air bersih dan akses jalan serta operasional lainnya. untuk Armada perikanan nelayan di Maluku juga masih didominasi 90 % oleh nelayan skala kecil dibawah 5 GT kegiatan penangkapan ikannya pun terbatas disesuaikan kapasitas dan jarak tempuh kapal yang dimiliki maka perlu adanya modernisasi alat tangkap.
Pada Potensi perikanan budidaya belum dapat dimaksimalkan dengan baik yakni budidaya air laut, air payau dan air tawar. pada budidaya air laut lahan yang tersedia mencapai 495.300 Ha namun tingkat pemanfaatan baru mencapai 5 % , untuk budidaya air payau 191.450 Ha dengan tingkat pemanfaatan 3,5 % dan budidaya air tawar lahan mencapai 11.700 Ha tingkat pemanfaatan masih dibawah 2 %. padahal tren produksi perikanan budidaya semakin meningkat sehingga diperlukan perhatian dalam pengembangannya kedepan. patut diperhatikan pula adalah masih terbatasnya SDM, akses permodalan dan kapasitas pelaku usaha yang menyebabkan lemahnya kelembagaan dan sosial budaya ditengah regulasi belum mendukung hingga pada keterbatasan kewenangan daerah, apalagi pengelolaan sumberdaya perikanan di Maluku berbasis 12 gugus pulau serta diberikan kewenangan mengelola laut hanya sebatas 12 mil.
Strategi Maluku menuju LIN perlu lintas K/L dan berbasis WPP
Setelah adanya surat dukungan dari Menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo maka Pemerintah daerah Maluku harus mengambil langkah cepat dalam hal mengfollowup program LIN yang melibatkan kementerian/lembaga (K/L) terkait karena jika LIN hanya dibiayai melalui APBN KKP maka akan sulit terealisasi disebabkan keterbatasan anggaran dan untuk saat ini ditengah kondisi keuangan Negara yang belum stabil akibat wabah covid 19. Draf masterplan LIN yang didorong untuk menjadi perpres perlu dilihat kembali dengan mengupdate kebijakan nasional terbaru berpedoman pada RJPMN 2020-2024 dan pengelolaan perikanan berbasis WPP.
Untuk di pusat perlu pelibatan kementerian lembaga lainnya dan di daerah kolaborasi lintas OPD sehingga semua tidak tertumpu dukungan anggaran dari KKP semata. Misalnya saja pembangunan pelabuhan perikanan dan Perumahan nelayan bisa melalui kementerian PUPR, peningkatan nilai produk dan UMKM Perikanan di kementerian Koperasi dan UMKM, Pengembangan desa nelayan bisa melalui Kementerian desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi serta berbagai program lainnya yang disesuaikan melalui tupoksi masing-masing K/L yang dituju. oleh karena itu diperlukan sinkronisasi program lintas OPD dan dijadikan konsep besar yang dikoordinir Bappeda serta dibawah arahan Sekretaris daerah Maluku selaku Ketua Badan pengelola Lumbung Ikan Nasional Maluku. ini akan memperkuat Masterplan LIN yang telah ada dan mempercepat dalam implementasi program.
Jika LIN dilihat sebagai pendekatan WPP maka pemerintah pusat harus menjadikan Maluku sebagai role model pengembangan sektor kelautan dan perikanan dengan potensi perikanan yang ada dapat mendukung industri perikanan nasional karena kalau dari perspekstif letak geografis Maluku dapat menjadi pusat Industri perikanan di wilayah timur Indonesia sehingga tidak lagi terpusat di Surabaya dan Jakarta. dengan 4 WPP Potensial di wilayah timur Indonesia yakni 714,715,717,718 dikembangkan berdasarkan pendekatan pengelolaan sesuai karakteristik WPP dengan Multi spesies dan Stakeholder Platform dalam Implementasinya. kerangka pembangunan ekonomi perikanan harus dapat dilakukan secara terpadu baik untuk perikanan tangkap, budidaya, konservasi, pengolahan, pemasaran, pengawasan dan jasa kelautan dengan fokus pengembangan produk unggulan lokal.
Pengembangan perikanan berbasis LIN sangat diperlukan identifikasi alokasi pembangunan perikanan di Maluku yang terukur mulai dari stok SDI, area penangkapan ikan dan budidaya, efektivitas konservasi, pengawasan, serta daya dukung jasa kelautan dalam ruang WPP. dengan memperkuat RZWP3K yang telah diperdakan maupun penguatan fungsi kelembagaan WPP yang sesuai permen KP berada pada PPN Ambon dan PPN Tual dan dibawah koordinasi KKP RI untuk kiranya dapat bersinergi dengan instansi teknis di daerah serta diarahkan dalam memperkuat fungsi koordinasi, supervisi, dan advokasi dalam pengelolaan perikanan berbasis WPP yang terintegrasi.
Juga diperlukan Koordinasi lintas provinsi sebagai strategi pembangunan yang berkelanjutan untuk pengelolaan perikanan berbasis WPP. karena dalam satu WPP itu berada pada wilayah lintas provinsi dan dapat dilihat secara sosial dan ekonomi. Prinsip kolaborasi strategi pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan harus dilakukan dengan prinsip inclusive berbasis ekosistem yang berada pada masing-masing WPP.
Poin utamanya adalah diperlukan dukungan regulasi dan anggaran menuju implementasi LIN dan Maluku harus fokus pada produk unggulan perikanan berbasis WPP yang menjadi prioritas pengembangan dan melihat kebijakan nasional yang akan diterapkan maka WPP di Maluku kiranya menjadi pilot project implementasi LIN dengan pengembangan Industri Perikanan yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir sehingga LIN merupakan cara memaksimalkan potensi kelautan dan perikanan untuk meningkatkan devisa Negara dan pendapatan asli daerah.
PENULIS : Amrullah Usemahu (Wasekjen Masyarakat Perikanan Nusantara- MNP/ Sekretaris 3 Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia-ISPIKANI)