Ketua DPRD Ungkap Penyebab Maluku Tidak Pernah Keluar Dari Disclaimer

oleh
oleh
Lucky Wattimury (kanan). FOTO : DOK. (TERASMALUKU.COM)

TERASMALUKU.COM,-AMBON-Penataan berbagai aset daerah seperti tanah hingga bangunan oleh pemerintah provinsi (Pemprov) Maluku yang tidak pasti biasanya menjadi penyebab disclaimer atau wajar dengan pengecualian sesuai hasil pemeriksaan BPK RI perwakilan Maluku.

“Salah satu kelemahan di Maluku ini yang membuat kita tidak pernah keluar dari discalimer sesuai hasil pemeriksaan BPK RI perwakilan Provinsi Maluku adalah aset-aset daerahnya tidak pasti,” kata Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury di Ambon, Sabtu (25/7/2020).

Penjelasan Lucky berkaitan dengan adanya keluhan ratusan penghuni ruko yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Pemilik Ruko Mardika Ambon atas status kepemilikan lahan dan bangunan yang ditempati mereka dengan mengantongi sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) namun diklaim dua objek tersebut merupakan aset Pemprov Maluku.

Menurut dia, sejak 2016  DPRD sudah meminta Pemprov Maluku agar seluruh aset daerah ditata, dan hasilnya mendapatkan predikat WTP pada  2017 dan 2018, meski 2019 mundur lagi ke predikat WDP. Oleh karenanya, kalau sekarang ini Pemprov Maluku sedang melakukan penataan aset seperti itu, maka itu didasarkan pada rekomendasi DPRD agar menata aset daerah secara baik.

“Saya pernah menjadi ketua pansus pembangunan Plaza Ambon, ketika menjadi Ketua DPRD Kota Ambon. Salah satu butir kesepakatan antara Pemkot Ambon dengan PT. Modern selaku pengembang waktu itu 30 tahun ke depan, maka bangunan dan lahannya dikembalikan ke pemkot,” ujar Lucky.

Kalau mau memperpanjang silahkan, pihak swasta melakukan perpanjangan izin dengan Pemkot Ambon. Namun, kalau tidak maka itu adalah hak Pemkot Ambon dan akan membuat kontrak dengan para pedagang.

Prinsip yang sama juga berlaku untuk ruko dan pasar Mardika sebetulnya, di mana pada awalnya Pemprov Maluku melakukan kontrak dengan PT. BPT berupa kontrak membangun dan mengelola dalam waktu 30 tahun sesuai ketentuannya dan setelah 30 tahun sudah menjadi hak Pemprov.

BACA JUGA :  Hari Kedua, Satgas TMMD Kebut Pembuatan Drenase dan Jembatan

Soal nantinya kontrak antara orang-orang yang ada dalam bangunan itu urusannya bukan lagi dengan PT. BPT tetapi sudah denga Pemprov, Maluku, makanya sudah ada beberapa rekomendasi Gubernur, Murad Ismail  untuk perpanjangan izin HGB atau hak pakai dan bukannya hak milik. Perpanjangan izinnya 20 tahun namun untuk 10 tahun pertama harus dievaluasi terlebih dahulu mengingat ini merupakan aset daerah yang nilainya sangat besar bagi daerah.

Raker atau pun investigasi

Wakil ketua DPRD Maluku, Asis Sangkala mengatakan, permintaan APPRM kepada DPRD untuk memediasi persoalan ini bisa dilakukan dalam bentuk rapat kerja atau pun investigasi.

“Artinya semua hal harus didalami secara baik agar pengambilan keputusan atau rekomendasi itu benar-benar berdasarkan masukan yang memadai dari lembaga ini. Saya setuju agar ke depannya azas keadilan itu diperhatikan dan kepentingan masyarakat juga harus dilihat dengan baik agar tidak menjadi korban,” ujarnya.

Terkait dengan perlakuan-perlakuan ada izin HGB yang diperpanjang tetapi kenapa ada juga yang tidak dilayani perlu menjadi catatan penting bagi lembaga legislatif agar tidak muncul perasaan anak emas dan anak tiri. “Atau dalam tanda kutip ketika kepentingannya nyambung, dia diloloskan tetapi sebaliknya yang tidak seiring-sejalan lalu tidak dilayani, ini bahaya untuk pelayanan pemerintahan,” jelas Asis Sangkala.

Bisa juga dibilang orang yang bermain di bawah tangan lolos dan yang tidak menempuh cara ini pastinya tidak akan lolos sehingga masalah ruko Mardika ini harus diinvestigasi secara tuntas.

Jadi pimpipnan DPRD mendorong komisi I juga terlibat terkait masalah di ATR/BPN karena di satu sisi ada aset, namun di sisi lainnya juga ada HGB, kemudian ada perjanjian pemprov dengan PT. BPT yang tidak diketahui para penghuni ruko.

BACA JUGA :  Gempa Tektonik M5,0 Guncang SBT, Akibat Adanya Aktivitas Sesar Aktif

Ketua Komisi III DPRD Maluku, Anos Yeremias mengakui kalau persoalan ini sudah pernah dibicarakan komisi III pada kahir tahun 2017 dan tahun 2018. “Waktu itu kami minta mitra komisi (BPKAD) untuk segera mendata seluruh aset pemprov termasuk didalamnya pasar dan pertokoan Mardikan karena saat itu komisi berencana ke Jakarta untuk memperjuangkan revitalisasi pasar Mardika,” jelas Anos.

Pendataan aset ini agar diketahui berapa banyak pemegang sertifikat HGB, karena banyak aset daerah yang berpindah tangan tanpa diketahui oleh DPRD, termasuk peningkatan status atau perpanjangan hak.

“Kami ingin aset-aset ini bermanfaat bagi rakyat dan itu artinya kalau DRPD dengan menertibkan aset daerah maka kita tahu betul berapa banyak aset yang selama ini bermanfaat atau pun yang ditelantarkan, misalanya pusat perbelanjaan MCM berapa kontribusinya bagi PAD,” tegasnya.

Terkait rekomendasi gubernur, ini juga didasarkan pada persyaratan administrasi yang mungkin dipenuhi sehingga ATR/BPN hanya bisa memperpanjang izin sebagian penghuni ruko Mardika jadi bukan soal ada yang dianak-emaskan. “Bapak-bapak tidak kami persalahkan, dan pemprov berhak atas tanahnya tetapi untuk bangunan itu ada aturannya yang menjelaskan tetapi kita harus berbicara secara baik,” ucapnya. (Daniel Leonard/ANTARA)
 

No More Posts Available.

No more pages to load.