TAK disangka secepat itu perginya Profesor Dr. Cornelis Lay, MA menghadap Sang Pencipta pada hari ini, Rabu 5 Agustus 2020 di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Ia adalah seorang guru besar ilmu politik, pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadja Mada (Fisipol-UGM), Yogyakarta. Dosen Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM, yang sering di sapa Mas Coni ini, dilahirkan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), tanggal 6 September 1959, meniti karier akademis yang cukup panjang. Ia memperoleh gelar Bachelor of Arts (B.A.) dari Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM pada tahun 1984.
Ia pengagum berat Ir. Sukarno. Maka, semasa menjadi mahasiswa di UGM, ia juga aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Nantinya, ia tercatat sebagai salah satu anggota tim ahli Persatuan Alumni (PA) GMNI.Setahun lalu, pada Rabu, 6 Februari 2019 di Balai Senat UGM, ia baru saja dikukuhkan sebagai guru besar ilmu politik, dengan pidato pengukuhannya berjudul : “Jalan Ketiga Peran Intelektual: Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan.” Meski dalam kondisi sakit jantung, namun tidak menyuratkan semangatnya, untuk berkarya hingga mencapai gelar akademik tertinggi di almamaternya. Ia sosok pemikir, yang sebelum sakit jantung adalah penikmat rokok aktif.
Saya masih ingat ketika hendak berkonsultasi dengannya selaku pembimbing satu tesis, pada Sekolah Pascasarjana UGM di tahun 2008 lalu, Mas Coni nampak sedang serius mengisap rokok bermerek Marlboro berwarna merah, bertempat pada lantai tiga gedung sekolah pasca sarjana Politik Lokal dan Otonomi Daerah (Polotda) UGM, dengan pandangan diarahkan ke depan teras, dengan tarikan rokok berbatang-batang bergantian. Maklum ia seorang pemikir, dimana disela-sela membaca, menulis dan mengajar ia gunakan untuk mengisap rokok, sebagai cara untuk merefres pikirannya.
Padahal ini salah satu kebiasaan yang turut berdampak pada sakit jantung serius, yang ia alaminya di kemudian hari. Masih teringat, pada Konggres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke IV yang bertempat di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali pada tahun 9 April 2015 lalu, ia terkena serangan jantung disela-sela pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, dan kemudian di larikan ke Bali Royal Hospital (Bros). Suami dari Jeanne Cynthia Lay Lokollo ini, merupakan sosok pemikir, yang tidak saja terpakai sebagai dosen di Fisipol UGM, melainkan juga terpakai sebagai staf khusus Presiden Megawati Soekarno Putri, dan jabatan pada level pemerintahan lainnya.
Masih teringat, jika ia memberikan kuliah “Politik Indonesia” bersama Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc, sebelum ia menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) di era Presiden Joko Widodo, pada S2 ilmu politik, ia tampil dengan mendeskripsikan suatu permasalahan politik kontemporer Indonesia, dan langsung bertanya kepada para mahasiswa di ruang kelas, “kamu bagaimana melihatnya ?”. Jika belum ada para mahasiswa yang menjawabnya, ia kembali all round lagi ke para mahasiswa yang lain dan seterusnya. Kalau ada mahasiswa yang sudah berulang ulang kali berargumentasi, ia aka katakan “cukup saudara sudah dari tadi berbicara, berikan kesempatan kepada yang lainnya.”
Begitulah caranya Mas Coni, agar tidak kelihatan “monilitik dan dominan”, melainkan “plural” argumentasi para mahasiswa dalam diskusi kelas itu. Sesekali ia kembali berargumentasi lagi, tatkala ada mahasiswa yang menjawabnya, ia kembali lagi berargumentasi dengan basis teori politik, yang sesuai dengan tema pokok yang sedang di bahas, hingga mahasiswa itu terhenti dengan sendirinya, karena tak bisa lagi berargumentasi membalas argumentasi Mas Coni itu, yang disertai dengan basis teori politik yang sesuai juga dengan tema pokok yang sedang di diskusikan.
Wahai guru besar dan pembimbingku, belum sempat saya bertemu kembali denganmu, tatkala meraih sukses seperti saat ini, untuk sekadar berdiskusi tentang bagaimana politik Indonesia hari ini, seperti pertanyaan lazim yang engkau lontarkan kepada saya dan teman-teman sekelas pada S2 Ilmu Politik UGM di tahun 2006 lalu. Bahkan untuk kembali mengucapan terima kasih atas bimbingannya, dan memberikan teladan yang baik dari sisi leadhership, yang turut membentuk karakter leadhersip saya, belum sempat saya sampaikan langsung. Tak di sangka engkau telah pergi menghadap Sang Maha Agung, dengan tenang dan damai. Semoga di berikan surga terbaik bagimu, yang setimpal dengan karya baktimu dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi penerus harapan bangsa. Amin. (M.J. Latuconsina).