Literasi Mama-mama! Oleh : Ruth Saiya, Pendet GPM

oleh
oleh
Pendeta Ruth Saiya. FOTO. DOK. PRIBADI

Tidak semua. Tapi mama sudah pasti menjadi figure yang dekat dengan anak. Apa saja mengenai anak diketahui oleh mama. Mulai dari kaos kaki, rautan pencil, hingga Pekerjaan Rumah anak. Semuanya mama. Nah, semalam setelah ibadah wadah pelayanan perempuan, kami berdiskusi lepas. Dan topiknya adalah tentang anak-anak.Ada anak yang sulit diatur, sulit bangun pagi hingga yang malas bikin PR.

Ada mama yang bercerita, ada anaknya yang sama sekali tidak punya catatan pelajaran di sekolah. Namun ia menyimak penjelasan guru dengan seksama. Ada anak yang sekedar belajar atau mengerjakan tugas dan sekedar copypaste dari internet. Yang lucunya, cerita seorang mama, karena ada yang copypaste tanpa membaca dan langsung diserahkan ke guru, akibatnya kata-kata yang muncul sebagai iklan ter-copy dengan manis dan tampil dalam bacaan yang dijadikan sebagai tugas itu.

Disadari sungguh bahwa ekologi anak-anak berubah cepat. Mereka lahir dan hidup di dunia digital. Walau begitu dunia sosial sehari hari tetap masih penting. Jika anak-anak hanya bergaul dengan smartphone, laptop atau gadget lainnya maka lambat laun mereka akan kehilangan sense of humanity karena ruang sosial di dunia nyata dibawa ke dunia maya.

Dari diskusi atau sharing mengenai perkembangan anak itu, lalu mama-mama menyimpulkan bahwa anak-anak kita sudah malas baca dan tulis. Mereka sudah tidak lagi membaca buku tetapi lebih rajin membaca hp. Pasalnya di smartphone mereka segala jawaban tersedia. Sebenarnya itu pun tak masalah, asalkan mereka membaca dan menyimak lalu mampu mengolah bahan bacaan itu dengan baik.

Perpustakaan sepertinya sudah kehilangan magnitnya untuk menarik minat baca bagi masyarakat, baik di sekolah maupun di masyarakat luas. Literasi sekolah yang digiatkan harus mendapat dukungan dari semua pihak termasuk orang tua di rumah atau lingkungan masyarkat. Buku-buku seakan tak lagi diminati oleh anak sekolah. Padahal seingat saya dulu waktu masih sekolah, kami wajib membaca beberapa karya sastra dan menceritakan ulang di depan kelas.

Saya jadi akrab dengan beberapa karya NH. Dini seperti Pada Sebuah Kapal atau Namaku Hiroko. Sudah 21 tahun yang lalu dan saya masih ingat ceritanya sampai sekarang. Dulu saya sering mengunjungi perpustakaan untuk membaca beberapa buku yang saya suka. Bisa berjam-jam diperpustakaan. Apalagi saat mengerjakan tugas atau skripsi. Kami berteman baik dengan petugas perpustakaan dengan harapan mendapat keringanan baik untuk meminjam buku.

Namun jika hanya sekedar copypaste maka sesungguhnya anak-anak kita tidak memiliki kemampuan literasi apa-apa. Literasi berasal dari Literatus artinya adalah orang yang belajar. Literasi berhubungan dengan kemampun seseorang baik itu dalam hal membaca, menulis, menghitung, berbicara, hingga kemampuan untuk memecahkan masalah sesuai dengan keahliannya.

Ketika mama mulai gelisah dan ingin tahu lebih mengenai anaknya, apa saja yang dipelajari di sekolah, apa saja bacaanya dan bagaimana cara mendampingi anak-anaknya maka mama-mama sedang mengembangkan kemampuan literasinya. Mereka berbagi dan mencari tahu dengan baik, apa yang sedang dikerjakan atau dialami oleh anak-anaknya. Penting untuk sesama mama duduk dan membicarakan apa yang menjadi kepentingan terbaik bagi anak-anaknya. Dan karena itu mama-mama mesti diberikan referensi yang baik, baik itu dari buku maupun dari pengalaman temannya. Sebab memahami anak tak cukup digoogling, tak ada jawaban yang tepat untuk itu. Menurut saya, salah satu kemampuan literasi mama-mama adalah membaca apa yang belum ditulis oleh anaknya.

Maju terus mama-mama. Maju terus anak-anak. Maju terus bapa-bapa. Maju terus keluarga-keluarga. Salam literasi mama-mama!

No More Posts Available.

No more pages to load.