Jalur Rempah, Narasi Sejarah Penting Dunia Yang Terabaikan

oleh
oleh
Kunjungan Wisatawan ke Maluku Tengah Terus Meningkat, Terbanyak ke Pulau Banda
Kapal Layar Arka Kinari yang berlayar dari Rotterdam Belanda tiba di Teluk Banda Naira, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku pada Sabtu (19/9/2020). Kapal ini melakukan pelayaran dengan misi intergrasi budaya dan alam, serta penelusuran jalur rempah. FOTO : HAMDI JEMPOT

TERASMALUKU.COM,-BANDA NAIRA-Direktur jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilman Farid menegaskan program jalur rempah yang saat ini terus digaungkan, merupakan salah satu narasi sejarah penting yang selama ini terabaikan.

“Jalur rempah selama ini terkesan diabaikan padahal di masa lalu perdagangan rempah memegang peranan sangat penting dalam membangun peradaban dunia,” ujar Dirjen Kebudayaan Hilman Farid, saat dihubungi dari Banda Naira, Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah, Minggu (21/9/2020).

Hilman menegaskan, saat ini di kepulauan-kepulauan penghasil rempah, interaksi dan hubungan maritim masih berjalan, hanya saja tidak terlalu mengemuka. Karena itu, pihaknya terus menggencarkan program jalur rempah untuk mengingatkan semua komponen masyarakat tentang bukti sejarah masa lalu yang mengangkat nama Indonesia sebagai salah satu negara penghasil rempah terbesar di dunia, yang tidak boleh dilupakan.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbud menggaungkan jalur rempah serta melakukan pendataan, riset, bahkan turun ke lapangan untuk mengumpulkan data mengenai Jalur Rempah.

Awak kapal layar Arka Kinari disambut tarian adat cakale Kampung Fiat Negeri Kampung Baru saat tiba di Banda Naira, Sabtu (19/9/2020).

Dicontohkannya, pada masa lalu kapal-kapal pedagang dari mancanegara mendatangi daerah-daerah di Nusantara untuk mendapatkan rempah-rempah, diantaranya Pulau Banda, kabupaten Maluku Tengah provinsi Maluku yang dikenal sebagai penghasil pala dengan kualitas terbaik di dunia, maupun Ternate dan Tidore, provinsi Maluku utara sebagai penghasil cengkih, serta penghasil lada di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung.

Perdagangan rempah pada masa lalu, menghadirkan interaksi antarmasyarakat dari berbagai bangsa dan menjadi ajang pertukaran budaya. Jalur Rempah juga merupakan saksi perkembangan dan pasang surut peradaban bangsa.

“Keberadaan rempah-rempah sangat erat dengan perjalanan kekuasaan politik, dan sosial budaya bangsa Indonesia. Jadi program Jalur Rempah tidak hanya untuk kepentingan sejarah, tetapi juga kepentingan generasi masa sekarang dan akan datang,” kata dia.

BACA JUGA :  Bendera Made In Leles Berkibar Hingga Ke Timur Indonesia

Diakuinya tantangan terbesar mengangkat kembali Jalur Rempah untuk menerangi sisi-sisi interaksi sosial budaya yang terjadi secara kasat mata di Indonesia, yakni bias urbananisasi di perkotaan yang sangat kuat sekali.

Kendati demikian, Dirjen Hilmar mengakui ditengah pandemi virus Corona (COVID-19) saat ini, terbukti rempah-rempah punya khasiat untuk meningkatkan daya tahan dan imun tubuh.

Saat ini, tambahnya pihaknya juga mulai memperhatikan segi pengembangan produk rempah-rempah, dan fokus melihat keaneka keragaman hayati terutama memperkuat investasi di daerah penghasil rempah-rempah.

“Kita berharap pengembangan produk dan investasi akan berdampak besar memperkuat perekonomian. Minimal sumber daya genetika di daerah-daerah yang memiliki keaneka ragaman hayati menjadi semakin kuat,” katanya.

Kolaborasi Kapal Arka Kinari.

Terkait kolaborasi Ditjen Kebudayaan Kemendikbud melibatkan kapal layar berbendera Belanda Arka Kinari untuk melakukan perjalanan menelusuri Jalur Rempah Indonesia, Dirjen Hilmar menjelaskan, kapal layar itu sedang melakukan perjalanan dari Rotterdam, Belanda menuju menuju tanah air dengan mengemban misi seni budaya serta lingkungan.

Menurut Hilman, secara kebetulan kru sekaligus pemilik kapal Nova Ruth dan Grey Filastine menginformasikan sedang melakukan tour kapal mereka menuju Indonesia, sehingga akhirnya menjadi ide menarik untuk dikolaborasikan dengan program jalur rempah.

“Jadi karena kehadiran mereka dimanfaatkan untuk menelusuri beberapa daerah di Tanah Air yang menjadi jalur perdagangan rempah masa lalu. Kami juga sempat kesulitan komunikasi karena mereka sedang berlayar, tetapi syukurlah semua bisa terlaksana dengan baik,” katanya.

Kapal layar bertiang dua yang membawa delapan orang kru tersebut saat ini sedang berada di titik kedua simpul jalur rempah yakni Pulau Banda, Kecamatan Banda, kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Pulau Banda yang sejak dahulu terkenal sebagai daerah penghasil komoditi rempah berupa pala berkualitas terbaik di dunia, merupakan “titik nol” jalur rempah dunia.  (Pewarta : Jimmy Ayal/Antara)

No More Posts Available.

No more pages to load.