Folklore Santa Clause Era Pendemi Covid-19 Oleh : Revaldo Salakory

oleh
oleh
Revaldo P J MB Salakory, S.Th, M.Si. FOTO : DOK. PRIBADI

Dalam habitus kekristenan tradisi santa clause turut memeriahkan natal. Tokoh santa clause dilihat sebagai aktor yang baik, dan ramah dalam pandangan masyarakat. Apalagi tokoh ini sangat di idolakan oleh anak kecil, mengapa demikian? Karena tokoh santa klaus gemar memberikan hadiah bagi anak-anak. Tokoh yang luarbiasa ini telah ditransmisikan secara turun temurun dari orang tua kepada anak-anaknya. Bahkan para orang tua tersebut pernah menjadi anak kecil dan merasakan atmosfir kebahagiaan menyambut natal dengan hadirnya sosok santa klaus. Namun berbeda di tahun 2020 atmosfir tersebut sirna ketika seluruh dunia dilanda pandemi covid-19. Pandemi yang mengganggu stabilitas jejaring masyarakat membuat pelarangan untuk berkumpul dalam jumlah besar. Sehingga pada surat edaran pelarangan aktivitas santa clause di larang keras sebab dapat memicu kerumunan dalam masyarakat.

Sejarah Tentang Santa Klaus

Penulis sedikit mengulas sosok folklore yang fenomenal di era covid-19 ini. Santa Klaus (dalam bahasa lain juga dikenal dengan nama Santa Klaus, Santo Nikolas, Santo Nick, Bapak Natal, Kris Kringle, Santy, atau Santa) adalah tokoh dalam berbagai budaya yang menceritakan tentang seorang yang memberikan hadiah kepada anak-anak, khususnya pada Hari Natal. Santa berasal dari tokoh dalam cerita rakyat di Eropa yang berasal dari tokoh Nikolas dari Myra, adalah orang Yunani kelahiran Asia Minor pada abad ketiga masehi di kota Patara (Lycia et Pamphylia), kota pelabuhan di Laut Mediterania, dan tinggal di Myra, Lycia (sekarang bagian dari Demre, Turki). Ia adalah anak tunggal dari keluarga Kristen yang berkecukupan bernama Epiphanius (Ἐπιφάνιος) dan Johanna (Ἰωάννα) atau Theophanes (Θεοφάνης) dan Nonna (Νόννα) menurut versi lain. Nikolas adalah seorang uskup yang memberikan hadiah kepada orang-orang miskin. Tokoh Santa kemudian menjadi bagian penting dari tradisi Natal di dunia barat dan juga di Amerika Latin, Jepang dan bagian lain di Asia Timur. Hari Sinterklas dirayakan di seluruh dunia setiap tanggal 6 Desember.

Sejarah Santa Claus itu sebenarnya bukan dari budaya barat tapi berawal dari Turki dan pada awalnya sama sekali nggak berhubungan dengan perayaan Natal. Santa Claus itu sendiri adalah sebutan untuk seorang bishop yang bernama St. Nicholas, yang lahir dan bermukim di Patara, Turki sekitar awal abad ke-4. St Nicholas ini dikenal sebagai orang yang dermawan, suka membebaskan budak dan membantu orang yang membutuhkan pertolongan. Kalau di Eropa cerita tentang St. Nicholas yang terkenal adalah cerita mengenai pembebasan 3 budak wanita bersaudara yang dijual oleh ayahnya. St. Nicholas ini konon melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya untuk membantu sesama. Ceritanya kemudian berkembang dan menyebutkan bahwa St. Nicholas adalah pelindung bagi anak-anak dan pelaut.

BACA JUGA :  Inggris Bersama Mitra Gelar Program Akses Digital di Indonesia Timur, Ada Ambon dan Banda

Kisah St. Nicholas ini kemudian menjadi cerita rakyat di daerah Benelux (Belgia, Belanda dan Luxemburg). Di mana dalam cerita rakyat Benelux itu nama St Nicholas berubah menjadi Sinter Klaas, seorang sosok yang budiman dan dermawan yang diceritakan setiap bulan November akan berlayar dari Spanyol menuju Belanda dengan membawa buku yang berisi catatan tentang perilaku anak2 di Benelux, apakah tahun itu berbuat baik atau buruk. Selama 3 minggu Sinter Klas dengan dibantu oleh Zwarte Piet akan berkeliling Benelux dan membagikan hadiah berupa coklat dan buku cerita.

Cerita rakyat itu kemudian diadopsi oleh masyarakat Benelux, yang akan membagikan hadiah kepada anak2 mereka setiap tanggal 6 Desember, tanggal di mana diyakini adalah hari meninggalnya St. Nicholas. Tradisi ini kemudian berubah ketika terjadi Reformasi Kristen di Eropa pada abad 18, di mana perayaan ini kemudian dirubah dan dilaksanakan pada malam Natal. Sinter Klas kemudian menjadi begitu populer ketika cerita ini dibawa oleh orang – orang Belanda yang melakukan migrasi ke New York. Dan di Amerika namanya berubah menjadi Santa Claus. Dengan demikian santa klaus merupakan sosok yang bagian dari cerita rakyat sebab sosoknya yang baik, dan penyayang, suka berbagi dengan orang miskin. Sehingga kebaikannya itu menjadi pengetahuan masyarakat dan terus di lisankan oleh seluruh masyarakat di dunia.

Santa Klaus Sebagai Pahlawan bagi anak kecil

Berdasarkan Folkore tentang santa clause dalam beberapa versi, penulis melihat bahwa sosok orang tua berjanggut panjang merupakan tokoh masyarakat yang memiliki power dalam masyarakat terkhususnya rakyat miskin. Figure seorang bapak yang melekat dalam dirinya, menjadikan sosoknya sangat di gemari oleh anak-anak kecil.  Santa Klaus di era sekarang sangat dengan anak-anak kecil. Sebab sosok santa clause mampu menjaga anak-anak kecil dari gangguan yang jahat. Bila dilihat dalam kebiasaan parade tiap tahun menjelang natal pastinya seluruh orang Kristen melaksanakan ritual jalan santa, biasanya bukan hanya sosok santa clause akan tetapi ada om pit, malaikat, badut. Dapat dilihat figure tersebut memiliki kepribadian karakter yang berbeda yaitu santa Klaus, malaikat, badut sebagai sosok yang baik hati. Sedangkan om pit memiliki karakter yang jahat, suka marah dan menghukum anak-anak yang nakal.

Dalam penulisan ini penulis mencoba berbagi pengalaman sebagai pria dewasa yang pernah menjadi anak kecil dan merasakan betapa menegangkannya menantikan keempat figure ini datang ke rumah. Perasaan campur aduk antara senang dan takut. Senangnya ketika menantikan santa clause (opa santa) yang akan datang dan membawa kado, ketakutannya melihat sosok om pit, yang berbaju hitam, dengan kulit yang berwarna gelap dan suka membentak kasar. Namun ketakutan itu hilang ketika dilindungi oleh santa klause (opa santa), dan senyum manis dari ibu malaikat, serta gerakan jenaka dari sosok badut yang membuat tertawa senang.

BACA JUGA :  Keheningan Untuk Kebaikan Publik Oleh : Rudy Rahabeat, Pendeta GPM

Santa Clause dan Sanksi Sosial

Era pandemic ini membuat anak-anak Kristen kehilangan figure santa klaus. Sosok yang diceritakan terus menerus orang tua ke anaknya. Sehingga sang anak menantikan sosok orang baik di era pandemic covid-19. Memang benar pelarangan ini diakibatkan angka terinfeksi yang melonjak tinggi. Namun yang menarik ketika banyak sekali video yang beredar di medsos dimana sosok figure santa klaus dkk di hukum oleh aparatur pemerintah. Hukuman yang lahir di era pandemi bila masyarakat melanggar regulasi yang di terapkan di era pandemic. Para parade santa clause di berikan sanksi sosial yaitu push up. Sehingga banyak sekali pro kontra yang di lontarkan di medsos, penulis melihat bahwa kekesalan yang di lontarkan di medsos menunjukan bahwa masyarakat telah pandai dalam menggunakan ruang virtual sebagai tempat menyuarakan aspirasi rakyat.

Berdasarkan pandangan Ana Nadhya Abrar dalam tulisannya Tinjauan Konstruksi Sosial Atas Nasionalisme Net Generation. Menurutnya masyarakat telah memiliki Kesadaran mengenai kebutuhan internet sudah tumbuh di kalangan net generation sejak satu dasa warsa terakhir. Kesadaran ini menggolongkan mereka sebagai anggota masyarakat yang tidak lagi menggantungkan sumber informasi dari media massa arus utama. Mereka pun dengan sigap mengumpulkan berbagai informasi dari internet. Informasi yang mereka peroleh tersebut membuat mereka mempunyai pendapat berbeda tentang dunia ini. Penulis melihat bahwa komentar yang di sampaikan oleh masyarakat di medsos tidak bisa di anggap sepele.

Sebab bagi mereka (net generation), tindakan yang dilakukan oleh aparatur negara itu berlebihan. Lebih lanjut abrar melihat bahwa net generation memiliki hal yang tidak disukai Segala sesuatu yang lamban dan hal-hal negative. Kita dapat melihat bahwa komentar masyarakat di medsos sebagai aksi protes terhadap pemerintah yang semestinya lebih memfokuskan diri terhadap ruang sosial yang lebih kompleks misalnya penerapan protokol kesehatan wilayah di pasar.  Penulis melihat bahwa parade santa klaus merupakan salah satu tindakan sosio-psikologis yang menunjukan bahwa masih ada kebaikan di tengah maraknya covid-19. Bila boleh menganalogikan covid-19 ibarat “si jahat” yang telah menindas kebahagiaan seluruh umat di dunia. Sehingga dengan hadirnya sosok santa klaus menggambarkan bahwa dunia mulai membaik, meskipun tidak normal seperti dulu (new normal).

Penulis : Revaldo Salakory Alumni Sosiologi Agama Universitas Kristen Satya Wacana

No More Posts Available.

No more pages to load.