Sebuah pulau adalah sebuah misteri. Ada kehidupan tetapi ada pula bayang-bayang kematian. Manusia adalah salah satu sumber berkah dan atau petaka bagi pulau kecil. Dari sumber Badan Pusat Statistik (BPS) Damer adalah nama sebuah kecamatan dari tujuhbelas kecamatan yang berada di Kabupaten Maluku Barat Daya, provinsi Maluku, Indonesia, dan ibukota kecamatannya berada di desa Wulur.
Luas wilayah kecamatan ini sekitar 392,29 kmĀ² dan penduduk di tahun 2020 berjumlah 5.301 jiwa. Dalam lingkup Gereja Protestan Maluku (GPM), Damer merupakan salah satu Klasis dari 34 Klasis di GPM. Klasis Damer terdiri atas delapan jemaat yakni Jemaat Wulur, Jemaat Kehli, Jemaat Ilih, Jemaat Bebar Timur, Jemaat Bebar Barat, Jemaat Kumur, Jemaat Kwaimelu dan Jemaat Batu Merah. Kesempatan berada di pulau Damer beberapa hari menggelisahkan saya menuliskan empat catatan ringkas berikut ini.
Pertama, pulau bergunung api. Di pulau Damer terdapat satu gunung api aktif yakni gunung Wuarlali atau Buarlali. Jika kita berada di tepi laut dapat melihat bongkahan belerang dan kepulan asap yang muncul di puncak gunung. Desa Kehli, Desa Ilih dan Desa Bebar Timur cukup dekat dengan gunung tersebut. Dari ketiga desa ini kita dapat melihat gunung ini dengan bentuk mirip huruf V atau W. Tentu saja, status sebagai gunung api aktif menyimpan rasa was-was di kalangan warga masyarakat. Pada lain sisi, keberadaan gunung api ini mendatangkan berkat berupa tanah yang subur. Di celah-celah batu karang tumbuh aneka tanaman yang gemuk.
“Tuhan baik bagi kami. Walau ada ancaman gunung api tapi ada pula berkat tanah yang subur,” ungkap Bapak Semuel Ngatro dari Desa Ilih. Sejarah pengamatan Gunung Wurlali tercatat pertama kali pada periode erupsi tanggal 3-5 Juni 1892 dengan Skala 2 VEI (Situmorang:2021). Tentu saja masyarakat harus tetap waspada dan siaga. Pemerintah tentu harus terus mengadakan pengamatan dan pemantauan melalui lembaga terkait dengan vulkanalogi. Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) tahun 2021 ini juga pernah melakukan pelatihan tanggap bencana kepada masyarakat (umat) di pulau Damer.
Kedua, dari ketahanan menuju kedaulatan pangan lokal. Di pulau Damer ada aneka tanaman pangan utamanya pisang, ubi juga tanaman hortikultura seperti kelapa, pala hutan, pala biasa dan cengkeh. Tanaman-tanaman ini merupakan sumber penopang ekonomi masyarakat di pulau itu. Selain untuk memenuhi kebutuhan harian sebagian juga dijual. Kapal-kapal yang menuju Ambon misalnya mengangkut pula hasil kebun masyarakat Damer untuk diperdagangkan.
Waktu tempuh Damer-Ambon jika menggunakan kapal cepat 18 jam. Ada pula kapal perintis Sabuk Nusantara walau waktu tempuhnya cukup lama. Pangan lokal merupakan anugerah Tuhan bagi mayarakat di pulau kecil ini. Namun ada kecemasan apakah pangan lokal itu akan terus ada atau pada suatu waktu dapat terjadi krisis pangan. Bagaimana masyarakat berdaulat atas hasil-hasil alamnya, atau nanti dikuasai oleh tangan-tangan negara atau korporasi. Kita perlu membaca tanda-tanda zaman dan mengatisipasi hal-hal buruk yang dapat memperpuruk masa depan masyarakat di pulau Damer.
Ketiga, infrastruktur dan aksesibilitas. Transportasi penghubung desa-desa di Damer masih menggunakan jalur laut, umumnya speedboat. Kapal cepat dan kapal perintis seperti Sabuk Nusantara menyinggahi satu-satunya pelabuhan di pulau Damer yang terletak di desa Kehli. Jaringan internet mulai ada walau aksesnya masih tersendat-sendat. Demikian pula jaringan listrik masih terbatas, sehingga masyarakat mengembangkan teknologi tenaga matahari (solar sel). Saluran air bersih juga masih terus diupayakan, bahkan di Desa Kehli misalnya sumber air panas mengalir di desa itu, dan air bersih yang jernih mungkin diambil dari desa sebelah. Diperlukan sebuah model pembangunan yang ramah pulau-pulau kecil.
Keempat, ekonomi pulau kecil. Haruskah masyarakat di pulau-pulau kecil terhisab dalam ekonomi kapitalis global? Apa yang salah jika masyarakat di pulau kecil tetap hidup dalam irama dan suasana pulau kecil yang menghidupi mereka dari waktu ke waktu? Ketua Klasis GPM Damer, Pdt Robby Mamuly menceritakan daya kebertahanan masyarakat Damer di tengah gempuran perubahan. Masyarakat tetap eksis dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
Pdt George Likumahwa, Kepala Bagian Keuangan Sinode GPM menawarkan pandangan tentang pentingnya mengolah potensi alam untuk dipasarkan ke luar pulau untuk memeroleh biaya pendidikan anak-anak. Sedangkan Pdt Peter Salenussa, dosen Fakultas Teologi UKIM Ambon mengapresiasi etos kerja masyarakat yang mengolah potensi alam yang ada untuk mendukung biaya pendidikan anak-anak. Dalam konteks ini saya teringat Prof Aholiab Watloly, guru besar Filsafat Universitas Pattimura yang lahir dan besar di Desa Ilih Pulau Damer.
Alam pulau kecil telah melahirkan seorang guru besar. Kesempatan hadir di pulau Damer bukan saja memberi ketenangan batinkarena alamnya yang indah, tetapi juga memacu imajinasi untuk memahami dinamika dan problematika masyarakat pulau kecil yang mengapung di antara laut Banda dan pulau-pulau bergunung api yakni Teon, Nila dan Serua (TNS). Semoga alam dan manusia di pulau Damer tetap diberkati selama-lamanya. (RR).