DARI kaki gunung Gamalama di Kota Ternate Maluku Utara, sebuah peristiwa historis tergelar. Natal Sinode Gereja Protestan Maluku (Maluku) dilangsungkan di Gedung Gereja Imanuel (Gereja Ayam) Ternate, Jumat, 21 Januari 2022. Baru pertama kali dalam lembar sejarah GPM menuju 1 abad keberadaanya, tahun 2035 kelak, perayaan berskala sinodal ini dilaksanakan. Selain dihadiri oleh Majelis Pekerja Harian Sinode GPM, para Ketua Klasis, para pelayan dan umat di Klasis-Klasis Maluku Utara yakni Ternate, Bacan, Obi dan Sula-Taliabu. Gubernur Maluku Utara, KH Abdul Ghani Kasuba, Walikota Ternate, Wakil Bupati Halmahera Selatan. Turut hadir pula Wakil Gubernur Maluku, Drs Barnabas Orno dan Ketua DPRD Provinsi Maluku, Lucky Wattimury. Berikut saya sarikan lima rekaman reflektif dari momen historis itu.
Pertama, Paradoks in our life. Inilah judul khotbah Natal Pendeta Nova Mailoa-Nahusona. Dunia yang kita hidupi dipenuhi dengan sejumlah paradox. Pembangunan yang menjanjikan adanya kemajuan dan perubahan malah justru menyisahkan tragedi dan penderitaan. Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Tingginya bangunan-bangunan menjulang malah menambah jarak sosial antar masyarakat. Olehnya dibutuhkan solidaritas sosial dan kesatuan kemanusiaan.
Kisah Lazarus yang miskin dan orang kaya merupakan gambaran tentang realitas sosial yang dihadapi umat manusia saat ini. Pendeta Nova lahir di Ternate dan saat ini menjadi Sekretaris Departemen Pengembangan Teologi dan Pembinaan Umat (PTPU) Sinode GPM. Momen ini merupakan momen bersejarah baginya, karena beberapa jam kemudian tepatnya tanggal 22 Januari 2022 ia menggapai usia 58 tahun, sekaligus usia pensiunnya. Ia mengharapkan gereja terus menjadi pembawa kabar baik baik semesta, termasuk memberi jawab atas paradoks-paradoks dalam kehidupan umat manusia dan alam raya.
Kedua, kohesi sosial dan integrasi nasional. Pdt Elifas Maspaitella, Ketua MPH Sinode GPM menyebutkan bahwa gugusan pulau-pulau di kepulauan Maluku merupakan satu kesatuan yang mesti terus dirawat. Secara administratif sejak Oktober 1999 memang telah menjadi dua provinsi yakni Maluku dan Maluku Utara. Namun secara kebudayaan, kedua provinsi tersebut merupakan satu gandong. Dalam kesadaran itu maka pelayanan dan kesaksian gereja di Maluku dan Maluku Utara dalam sebuah bentuk pemberitaan Injil yang utuh, yang merangkul dan mempersatukan.
Bagai budaya “Saruma” di Halmahera Selatan yang memuliakan kebersamaan dan persaudaraan yang rukun. Kohesi sosial itu dapat pulau memperkuat integrasi nasional sebagai bangsa berbineka tunggal ika. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Angkatan Muda GPM itu juga membentangkan sejumlah agenda bersama agama-agama, termasuk tanggungjawab untuk terus merajut kerjasama antaragama dan menjaga kelestarian alam semesta.
Ketiga, GPM sebagai motor penggerak pendidikan. Jauh sebelum adanya sekolah-sekolah pemerintah, di Wayaua Halmahera Selatan telah berdiri Sekolah milik GPM. Guru Manuhutu merupakan salah seorang guru GPM yang aktif menjalankan pendidikan bagi anak-anak di desa-desa Halmahera Selatan. Peran ini sangat penting dan strategis. Hal ini ditandaskan oleh Gubernur Maluku Utara ketika menyampaikan Sambutan Natalnya.
Ia menyebutkan bahwa GPM bukan merupakan orang baru di Maluku Utara. GPM telah hadir untuk bersama-sama membangun bukan saja umat tetapi juga masyarakat. Olehya kerjasama dan sinergisitas harus terus dikembangkan. Sang Gubernur juga menginformasikan bahwa Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi yang paling bahagia di Indonesia. Sambil tersenyum ia menyebutkan bahwa kebahagiaan itu bersifat relatif, sebab orang miskin bisa saja merasa bahagia, dan orang kaya belum tentu otomatis bahagia.
Keempat, lahir dari rahim toleransi. Toleransi merupakan laku hidup yang menerima perbedaan dan mengelolanya untuk kemaslahatan bersama. Walikota Ternate M Tauhid Soleman menandaskan hal itu ketika memberi sambutan Natal. Mantan Sekretaris Kota Ternate ini menegaskan pentingnya terus membangun toleransi dan kerjasama antar umat beragama, dan kerjasama antar agama-agama dan pemerintah.
Visi tentang toleransi ini menjadi sangat relevan dengan agenda pemerintah nasional dalam mengembangkan wawasan dan laku beragama yang moderat. Yang menerima perbedaan sebagai rahmat dan terus membangun kerjasama antar pemeluk agama untuk mengatasi berbagai persoalan sosial kemasyarakatan yang merebak saat ini. Ternate memang merupakan sebuah kota pusaka yang unik.
Selain penghasil cengkeh dan pusat eksistensi kesultanan Ternate, kota ini juga terus berbenahi untuk menjadi kota yang aman dan damai bagi semua. Walikota juga menyebutkan bahwa hingga kini ada dua institusi yang merangkul entitas dua provinsi yakni Bank Maluku Maluku Utara dan Gereja Protestan Maluku (GPM) yang umatnya ada di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
Kelima, Natal mempersatukan semua. Perayaan Natal Sinode GPM yang dipusatkan di kota Ternate Maluku Utara ini bertujuan selain untuk merayakan kelahiran Yesus Kristus (Isa Almasih) tetap sekaligus hendak memperkuat relasi dan kebersamaan antar umat dan masyarakat di Maluku dan Maluku Utara.
Bodeweyn Wattimena, Ketua Panitia Hari Besar Gereja (PHBG) Sinode GPM menyampaikan hal itu dalam laporannya sambil menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas kehadiran dan dukungan Pemerintah Daerah Maluku Utara. Sekretaris DPRD Maluku itu mengharapkan kegiatan seperti ini dapat digelar di wilayah lain di Maluku Utara agar makin mengeratkan kebersamaan semua pihak, semua wilayah dan semua keragaman. Dalam perayaan ini diberikan pula bantuan diakonia kepada warga jemaat di Maluku Utara.
Terdengar bunyi musik Tali Dua (Yanger) dari Mayau Batang Dua. Penyanyi Melis Guraici dari pulau Tifure memandu lagu bersama dua gadis belia berbalutkan baju adat Maluku Utara. Beberapa lagu dari Maluku Utara dilantukan, diantaranya “Ya Jou” sebuah lagu yang mengagungkan Sang Pencipta (Jou) yang menganugerahkan berkat bagi umat manusia di Maluku dan Maluku Utara dan semesta ciptaan. Lagu yang mengingatkan manusia untuk tetap setia dan rendah hati dalam ziarah hidup ini. Hotuuu… Yeee…. Marimoi Ngone Futuru (RR).