DAMAI merupakan dambaan setiap insan. Tetapi kenyataan membuktikan damai itu tidak muncul begitu saja. Ia harus diusahakan. Pada lain pihak, konflik merupakan realitas yang tak terbantahkan, termasuk yang terjadi di beberapa negeri di Maluku akhir-akhir ini. Olehnya, perlu langkah bersama untuk menyelesaikan konflik dan menghadirkan serta merawat damai yang hakiki (peace building). Dr John Ruhulessin, Ketua Forum Pembauran Kebangsaan Daerah Maluku menyebutkan bahwa damai dan perdamaian merupakan salah satu fondasi utama bangunan berbangsa dan bernegara. Berikut lima catatan kecil terkait pentingnya damai untuk Maluku, Indonesia bahkan dunia.
Pertama, belajar dari sejarah. Maluku pernah punya pengalaman konflik kemanusiaan yang panjang. Konflik itu memberi pelajaran yang sangat berharga bagi orang Maluku bahkan bagi siapa saja. Dari situ kita belajar bahwa konflik hanya menyisahkan penderitaan. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Dari situ kita juga belajar bahwa perlu usaha keras untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan perdamaian. Olehnya seperta kata orang tua-tua, padamkan bara selagi masih kecil, jangan sampai membesar akan sulit dipadamkan. Dengan belajar dari sejarah, kita tidak terantuk lagi pada batu yang sama. Pelajaran yang paling berharga ialah bahwa damai itu indah, dan dengan hidup damai dan rukun kita akan mendapat banyak berkah.
Kedua, sinergi dan kolaborasi. Untuk menciptakan damai yang sejati, tidak bisa bekerja sendiri. Kita perlu saling bekerjasama, juga saling toleransi. Tidak ada yang merasa diri lebih hebat dan lebih benar. Semua sama-sama terbuka dan rendah hati untuk saling membangun hidup bersama yang rukun dan damai. Aku tidak mungkin ada tanpa kamu. Kita memang berbeda, tetapi itu bukan alasan untuk kita saling berkonflik. Beda agama, suku, Bahasa, budaya dan sebagainya itu merupakan anugerah. Kita perlu saling berkolaborasi dan bersinergi satu sama lain. Pemerintah dan masyarakat saling menopang. Hukum ditegakan, aparat penegak hukum dan kepolisian ditopang untuk menghadirkan damai dan keadilan di masyarakat. Semua saling bersinerfi dan kolaborasi.
Ketiga, memperkuat ketahanan masyarakat. Ada banyak potensi konflik. Ada pula banyak kerentanan. Masyarakat mudah diadu domba, apalagi jika berkelindan dengan agenda politik. Olehnya perlu memperkuat ketahanan masyarakat. Literasi dan edukasi harus dioptimalkan. Sehingga masyarakat tidak mudah terbakar ketika ada isu yang tidak jelas sumbernya. Tokoh-tokoh masyarakat mesti bijak dalam mengayomi masyarakat. Kaum muda mesti menjadi penggerak hidup damai dan budaya toleransi. Ibarat sapu lidi, jika masyarakat erat bersatu maka tidak mudah patah, dan semakin efektif dan fungsional.
Keempat, komunikasi bijak di media sosial. Tak terelakan bahwa kita hidup saat ini di era digital. Ruang komunikasi makin terbuka dan meluas. Hanya dengan ujung jari kita dapat menggerakan damai dan atau konflik. Menyebarkan berita hoaks, mengaktifasi status-status yang dilatari kebencian, tentu berpotensi menimbulkan ketegangan, gesekan dan konflik. Sebaliknya, kita perlu tranformasi digital dengan menggunakan media sosial dengan bijak, menghadirkan konten yang sejuk dan mencerahkan, merawat damai dan kerukunan. Saatnya kita gunakan media sosial untuk mencerahkan publik bukan mencari sensasi apalagi provokasi. Semua ini dilandasi niat tulus dan kehendak baik untuk menciptakan tatanan hidup bersama yang sejahtera.
Kelima, hidupi kearifan budaya. Katong samua basudara. Kita semua bersaudara dalam kemanusiaan. Modernitas dan tradisi merupakan dua sayap kehidupan sosial. Kita tidak mungkin meninggalkan tradisi atas nama modernitas. Demikian pula tradisi dapat ditransformasi seiring perubahan dan perkembangan masyarakat yang kian majemuk dan kompleks. Nilai-nilai kearifan lokal yang menekankan persaudaraan, perdamaian dan cinta kasih perlu kita lestarikan dan kembangkan menjadi nilai-nilai global.
Rasa memiliki sebagai warga Maluku, warga bangsa Indonesia, bahkan warga dunia mesti kita tanamkan di hati sanubari, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Relasi budaya yang lintas agama, lintas suku, lintas pulau harus kita rajut, di tengah kecenderungan fanatisme sempit, radikalisme dan populisme. Dengan menyadari bahwa damai itu perlu kita rawat bersama, maka mari kita saling bekerjasama. Mari kita berjanji dan berkarya untuk terus menjaga dan merawat damai di Maluku, Indonesia dan dunia demi kemaslahatan bersama. (RR)