TERASMALUKU.COM,-AMBON-Sembilan hari jelang berakhirnya masa jabatan sebagai Walikota Ambon, Richard Louhenapessy justru peroleh kado pahit.
Orang nomor satu di Pemerintah Kota Ambon ini langsung jadi tahanan KPK terhitung sejak Jumat (13/5/2022) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi (pemberian hadiah atau janji) izin prinsip pembangunan cabang retail Tahun 2020 di Kota Ambon.
BACA JUGA : Rompi Orange Melekat, Walikota Ambon Langsung Jadi Tahanan KPK
Pria kelahiran 20 April 1955 silam ini menjadi satu dari tiga orang tersangka yang ditetapkan penyidik lembaga anti rasuah tersebut dalam perkara ini.
BACA JUGA : Jadi Tersangka, KPK Jemput Paksa Walikota Ambon, Richard Louhenapessy
Sebagaimana diketahui, 22 Mei 2022 mendatang, pria yang akrab disapa Papa Ris ini bersama tandemnya, Syarief Hadler selaku Wakil Walikota Ambon akan tutup perjalanan kepemimpinan mereka sebagai pasangan kepala daerah yang memimpin Kota Ambon sejak dilantik lima tahun lalu pada 22 Mei 2017.
BACA JUGA : Tahun Ini, Masa Jabatan 5 Kepala Daerah di Maluku Berakhir
Namun pada Jumat kemarin, mantan Ketua DPRD Provinsi Maluku Periode 2004-2009 ini dijemput paksa dari salah satu Rumah Sakit di kawasan Jakarta Barat dan langsung diseret ke gedung Merah Putih KPK untuk jalani pemeriksaan sebagai tersangka dan langsung jadi tahanan KPK selama 20 hari pertama hingga 1 Juni 2022.
Ditetapkan sebagai tersangka dan kini jadi tahanan KPK atas perkara dugaan gratifikasi atau suap, Politisi flamboyan Partai Golkar Provinsi Maluku ini sekaligus mengukir sejarah sebagai Kepala Daerah Aktif pertama di Maluku yang dijerat KPK.
Ditanyai alasan mengapa jelang akhir masa jabatan Walikkota Ambon ini barulah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan upaya paksa penahanan, Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan hal itu dilakukan karena KPK baru temukan bukti yang cukup.
“Tadi ada pertanyaan, kenapa di akhir masa jabatan? Saya ingin katakan bahwa KPK bekerja berdasarkan cukup bukti. Kalaupun hari ini menjelang yang bersangkutan (Walikota) habis masa jabatannya, saat inilah kita baru menemukan bukti yang cukup sehingga menduga terangnya suatu perkara dan menemukan tersangkanya,”Firli saat berikan keterangan pers seputar perkara dugaan gratifikasi ini sekaligus upaya paksa penahanan atas tersanga Richard Louhenapessy (RL) dan Andre Hehanussa (AEH) Jumat (13/5/2022) malam di gedung Merah Putih KPK di Jakarta yang disiarkan secara live melalui kanal youtube KPK.
Terkait perkara dugaan gratifikasi atau suap yang menyeret Walikota Ambon ini, Firli mengatakan KPK sangat menyayangkannya.
“KPK prihatin masih ada kepala daerah yang menyalahgunakan kewenangannya, untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara-cara yang tidak sah dari pemberian ijin usaha,”sebutnya.
Seharusnya kata Firli, pemberian ijin usaha menjadi sarana untuk mendorong kemajuan ekonomi masyarakat, sekaligus untuk memastikan praktik usaha berjalan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan yang berlaku.
KPK juga mengimbau kepada para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya dengan menerapkan prinsip-prinsip usaha yang jujur, agar tercipta iklim usaha yang sehat, kompetitif, dan menghindari praktik-praktik korupsi.
“Perizinan usaha juga menjadi fokus area KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi, baik melalui pendekatan startegi pendidikan, pencegahan, maupun penindakan,”tegasnya.
Bahkan Firli secara gamblang mengatakan dіdugа рulа Walikota Ambon ini mеnеrіmа ѕеjumlаh аlіrаn dаnа dаrі berbagai ріhаk ѕеbаgаі grаtіfіkаѕі. “Dan hal ini masih akan terus didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik (KPK),”ujarnya.
Hingga Januari 2022, kat Firli beberkan, dari 1.231 perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, 64 persennya atau 751 diantaranya adalah perkara suap atau gratifikasi.
Itu sekaligus jadikan perkara suap atau gratifikasi sebagai jenis tipikor terbanyak yang diungkap KPK.
Penulis : Ruzady Adjis
BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS