Hokmar merupakan salah satu desa dan jemaat yang berada di Kecamatan Aru Selatan Utara Kabupaten Kepulauan Aru. Di desa yang terletak di mulut sungai ini, berlangsung kegiatan Traning of Trainers (ToT) Fasilitator Pengembangan Sumber Daya Ekonomi Pemuda Gereja yang berlangsung selama tiga hari (7-9 Juli 2022). Kegiatan ini dikoordinir oleh Biro Pemuda Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) yang diketuai Pdt Richard Resley, yang juga merangkap Sekretaris Umum Pengurus Besar Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AMGPM). Berikut beberapa catatan dari lokasi kegiatan yang berjuluk Bumi Jargaria ini.
Pertama, pemuda sebagai penggerak. Peserta kegiatan ini berasal dari tiga klasis di kepulauan Aru yakni Klasis Pulau-Pulau Aru, Klasis Aru Tengah dan Klasis Aru Selatan. Para pemuda merupakan sumber daya yang strategis. Semakin strategis ketika para pemuda memiliki kapasitas dan kapabilitas yang tangguh untuk mengembangkan potensi diri dan potensi sumber daya alam yang ada di sekitarnya. Pemuda perlu terus diberdayakan agar mampu dan trampil memberdayakan berbagai sumber daya yang tersedia. Fakta membuktikan bahwa terkadang karena pemuda memiliki keterbatasan bahkan apatis (masa bodoh) terhadap potensi dirinya sehingga ia kemudian menjadi pengangguran, malah menjadi biang masalah. Perilaku minum minuman keras (miras), membuang-buang waktu bahkan tindak kekerasan masih membelenggu sebagian pemuda masa kini. Olehnya, kegiatan-kegiatan pelatihan dan pemberdayaan menjadi sangat penting dan strategis agar dapat membentuk jati diri pemuda supaya dapat berperan aktif membangun dirinya, keluarga, gereja dan masyarakat. Kegiatan ini merupakan salah satu cara gereja untuk mengoptimalkan potensi diri pemuda sehingga dapat menjadi penggerak pembangunan di daerahnya.
Kedua, mengkritisi bias-bias pemberdayaan. Sesungguhnya kegiatan pemberdayaan masyarakat bukan hal baru. Namun yang menjadi masalah adalah ketika program-program itu salah sasaran dan atau tidak disiapkan dengan baik. Dr Rano Lailossa, akademisi yang menjadi fasilitator dalam kegiatan ini menyebutkan bahkan kita perlu menemukenali bias-bias dalam pemberdayaan agar dapat berbenah sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama. Ambil contoh, ketika seorang pemuda yang hendak melakukan progam pemberdayaan, maka ia tidak boleh datang dengan tangan kosong. Ia mesti datang dengan informasi dan data bahwa ia sudah mengerjakan sesuatu dan untuk mengoptimalkannya ia memerlukan dukungan dari pemerintah atau donatur terkait.
Ketika ia datang dengan tangan kosong, maka itu tanda bahwa ia tidak atau belum siap melakukan program pemberdayaan dan atau programnya berpeluang gagal atau bias. Olehnya, para pemuda mesti aktif dan proaktif. Ia mesti yakin akan potensi dirinya. Ia berani melakukan prakarsa-prakarsa dan tidak pasif dan menunggu saja. Pemberdayaan yang baik mesti bertolak dari falsafah “mulailah dari apa yang ada padamu”. Ibarat talenta, maka talenta itu perlu dilipatgandakan, bukan ditanam. Dr Rano Lailossa yang juga pernah menjadi Ketua Pengurus Daerah AMGPM Pulau Ambon itu menekankan pentingnya pemberdayaan potensi pemuda, termasuk pentingnya data yang valid serta kecerdasan spiritual sebagai faktor penggerak pemberdayaan.
Ketiga, pemberdayaan berbasis potensi ekonomi lokal. Kepulauan Aru kaya akan sumber daya ekonomi. Diskusi kelompok pada ketiga klasis di Aru Raya itu mengidentifikasi sejumlah potensi sumber daya alam, khususnya sumber daya alam laut-sungai. Rumput laut dan teripang merupakan beberapa contohnya. Potensi ini perlu terus dikembangkan sehingga menjadi komoditas andalan. Untuk hal ini maka selain menyiapkan sumber daya trampil untuk mengembangkan potensi ekonomi itu tetapi perlu juga dipikirkan alur dan jalur distribusi dan pemasaran produknya. Bukan rahasia umum lagi jika salah satu kendala utama masyarakat di pulau-pulau adalah masalah transportasi. Hasil alam melimpah tetapi transportasi mahal membuat hal-hasil tersebut sulit dipasarkan. Fakta ini disampaikan Dedy Yauply, Sekretaris Daerah AMGPM Pulau-Pulau Aru. Hal yang sama ditegaskan Pdt Elsa Pical, Ketua Daerah AMGPM Aru Tengah. Terhadap fakta ini diperlukan dukungan dari pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.
Keempat, pentingnya kolaborasi untuk kebaikan bersama. Ketua Klasis GPM Aru Selatan, Pdt Decky Oraile, Ketua Klasis Aru Tengah, Pdt Sony Romkeny, Sekretaris Klasis Pulau-Pulau Aru, Pdt Sony Kwasua hadir dalam kegiatan ini. Ini merupakan salah satu tanda dukungan kelembagaan terhadap program pemberdayaan pemuda. Demikian pula kehadiran pemerintah daerah melalui Pemerintah Kecamatan Aru Selatan Utara menjadi tanda pentingnya kolaborasi multipihak. Kolaborasi itu melibatkan aktor-aktor negara maupun non-negara.
Kolaborasi degan dunia perguruan tinggi, ahli (expert), swasta, dsbnya. Ini juga dapat mencakup jaringan lokal, nasional bahkan internasional. Kolaborasi merupakan paradigma yang tak terelakan saat ini dan ke depan. Seseorang atau sebuah lembaga tidak dapat bekerja sendiri. Ia memerlukan kerjasama dengan pihak-pihak lain. Hal ini semakin dinamis ketika bertautan dengan era digital saat ini yang juga mensyaratkan pentingnya berjejaring (networking) dan keterhubungan (connecting) melintasi batas-batas wilayah, daerah bahkan bangsa. Semua upaya kolaborasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan bersama.
Demikian beberapa catatan dari Hokmar Kepulaun Aru. Ada seberkas harapan dan doa agar pemuda dan masyarakat di Bumi Jargaria ini makin terberdayakan dan sejahtera. Mereka tidak lagi dikenai stigma sebagai orang-orang kalah. Mereka mesti menjadi tuan di tanahnya sendiri. Sama seperti harapan kepada pemuda dan masyarakat di kepulauan Nusantara, maka kita perlu tetap membangun mimpi bersama dan berjuang mewujudkan mimpi itu, yakni hidup yang sejahtera dan bahagia di bumi pemberian sang Jirjir Duai, Tuhan Yang Maha Tinggi. (RR).