Pandemi Covid-19 Berlalu, Pakar Ungkap Tantangan Kesehatan Masyarakat di Saat Endemi

oleh
oleh
Dr. CSP Wekadigunawan, MPH, PhD, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyampaikan materi dalam workshop Cyber Media Forum yang digelar AMSI dan Danonen Indonesia, "Potret dan Tantangan Kesehatan Masyarakat menuju Endemi Covid-19, Rabu (21/9/2022). FOTO : TANGKAPAN LAYAR

TERASMALUKU.COM,-AMBON- Sehat menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) adalah suatu keadaan sejahtera, baik secara fisik, mental (psikis) dan sosial yang merupakan satu kesatuan, bukan hanya bebas atau karena tidak adanya penyakit atau kecacatan.

Melihat definisinya, Dr. CSP Wekadigunawan, MPH, PhD, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menjelaskan, sehat adalah kesejahteraan yang paripurna dan ideal.

“Jadi sehat tidak hanya sekedar bebas dari penyakit,” ungkap Wekadigunawan dalam Workshop AMSI dan Danone Indonesia Siber Media Forum, bertemakan, “Potret dan Tantangan Kesehatan Masyarakat Menuju Endemi Covid-19, Rabu (21/9/2022).

Dr. CSP Wekadigunawan, MPH, PhD, Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)

Weka mengaku masyarakat pada umumnya saat ini sudah mengenal istilah-istilah pandemi dan sekarang endemi. Sudah lebih dari 2 tahun WHO menyatakan secara resmi adanya pandemi global sejak 11 Maret 2020 lalu.

Saat ini, kata dia, banyak pendapat mengatakan tidak lama lagi dunia akan menuju situasi endemi. Endemi adalah sebuah situasi di mana keadaan penyakit sudah dapat diprediksi dan kasus-kasus yang terjadi tidak menimbulkan kematian atau masalah yang berarti.

“Jadi bukan berarti kasus Covid-19 tidak ada lagi, namun masih ada kasusnya hanya saja berada dalam situasi yang dapat dikontrol,” ungkapnya.

Weka mengatakan, berdasarkan data per 20 September 2022, kasus Covid-19 sudah semakin menurun. Bahkan kasus baru pun sangat menurun. “Insya Allah kita sedang berada dalam transisi dari pandemi covid-19 menuju endemi,” harapnya.

Mantan Presenter TV ini mengungkapkan, untuk menuju situasi endemi covid-19, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Yaitu tingkat penularan menurun menjadi kurang dari satu per 1000 penduduk, angka positivity rate kurang dari 5%, tingkat perawatan di rumah sakit kurang dari 5%, case fatality rate kurang dari 3%, dan penularan sudah bersifat lokal, atau tidak lagi antara negara atau antar provinsi tetapi sudah di tingkat lokal.

Weka mencontohkan beberapa penyakit yang dulu menjadi pandemi, namun sekarang sudah endemi. Diantaranya malaria, poliomyelitis, sickle cell anemia, typhoid fever, schistosomiatis, meningococcal meningitis, guinea worm, cholera, elephatiasis, measles.

BACA JUGA :  Cuaca Ekstrem Landa Wilayah Masohi Maluku Tengah, PLN Gerak Cepat Pulihkan Jaringan Kelistrikan

“Kita lebih banyak menemukan malaria di Papua atau Papua Barat, kemudian kita melihat penyakit yang sudah endemis yaitu typhoid atau kita kenal dengan penyakit tipes, kemudian cholera atau penyakit perut kalau zaman dulu itu ada sakit perut sampai diare dan sebagainya,” sebutnya.

Weka mengungkapkan beberapa tantangan yang akan dihadapi di masa depan bila pandemi Covid-19 berlalu. Seperti mengalami double burden (beban ganda) atau bahkan triple burden.

“Kita akan mengalami penyakit menular baru (new emerging diseases), kemudian penyakit menular lama yang muncul kembali (Re-emerging diseases), contohnya Monkey Pox (cacar monyet),” sebutnya.

Weka mengatakan, penyakit cacar monyet ini belum pernah ditemukan Indonesia. Namun di akhir masa pandemi covid-19, ternyata dilaporkan penyakit tersebut sudah menginfeksi sekitar 70 negara di dunia.

“Dan ada laporan juga bahwa kasus monkey pox sudah berada di Indonesia, jadi tidak ada salahnya pemerintah mulai mengalokasikan juga mungkin untuk vaksin,” kata dia.

Selain penyakit menular, ke depan juga akan dihadapkan dengan yang tidak menular (non-communicable diseases). Penyakit tidak menular yaitu seperti jantung, ginjal, stroke, kanker dan sebagainya.

Weka menyebutkan ke depan manusia tidak akan pernah benar-benar bebas dari berbagai penyakit. Sebab lanjutnya, kita hidup di dunia yang berinteraksi antara manusia dengan binatang, kemudian lingkungan. “Bagaimana kita mengakses air bersih kalau lingkungannya buruk misalnya,” katanya.

Di masa yang akan datang, Weka menyebutkan akan ada penyakit-penyakit zoonosis yang ditularkan melalui hewan.

“Covid-19 adalah zoonosis apalagi sekarang di masa pandemi kalian suka bermain atau memelihara kucing, bahkan kucing-kucing liar di kompleks perumahan biasa diberi makan karena kalian semua ada rasa sayang dengan binatang, nah tetapi itu sebenarnya juga ada ancaman di sana,” ujarnya.

Weka menyebutkan, nyaris 90 persen penyakit menular di dunia berasal dari hewan atau zoonosis.

Di Indonesia yang masih menjadi masalah sampai saat ini, kata Weka adalah nyamuk atau infeksi dengue. Pada tahun 2020 sampai awal 2021 dimana saat kita fokus dengan covid-19, ternyata infeksi dengue meningkat. Bahkan case fatality rate-nya lebih tinggi daripada covid-19.

BACA JUGA :  Unpatti Kirim Enam Mahasiswa PKL di Thailand dan Philipina

“Kita dulu mengenali infeksi dengue dengan demam berdarah, tetapi sekarang kita menggunakan istilah infeksi dengue karena gejalanya tidak hanya demam berdarah tetapi demam yang tinggi kita sudah perlu waspadai. Jadi sebelum demam berdarah sebaiknya kita sudah tangani,” jelasnya.

Di wilayah tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Singapura, Weka menyebutkan persoalan yang dialami sama. Yaitu mengalami masalah yang disebut dengan vektor penyakit siput, lalat, nyamuk, dan kutu.

“Saya harapkan nanti wartawan yang dari AMSI mempopulerkan ini. Karena itu kami bekerja sama dengan entomologi, ahli-ahli serangga untuk melihat bagaimana populasi dari vektor-vektor penyakit ini, bagaimana bergeraknya dan seterusnya,” ungkapnya.

Untuk mencegah terjadinya pandemi atau penyakit menular, Weka mengaku saat ini dilakukan pendekatan one health atau penanganan bersama antara kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan.

“Makin banyak daerah yang kini menjadi perkotaan dengan munculnya daerah-daerah otonomi baru, kota-kota menjadi industri, daerah hijau menjadi pemukiman, dan jika ada pemukiman biasanya diikuti dengan pembangunan fasilitas yang masif,” kata dia.

“Jaringan kopi yang manis, makanan cepat saji meluas hingga ke kota-kota kabupaten dan Kecamatan. Kemudian polusi meningkat dan ini juga perlu dikaji untuk kesehatan perkotaan atau urban health. Kesehatan urban health itu belum ada kajiannya dan saya harapkan juga nanti IAKMI akan membahasnya,” kata dia.

Yang menjadi tantangan ke depan, juga adalah artificial intelegent atau kecerdasan buatan.

“Ini juga menjadi tantangan kita di masa depan. Sementara di Indonesia bahkan WHO juga mengarahkan untuk adanya transform health dengan menggunakan banyak teknologi digital,” sebutnya.

Di 2045 nanti, akan ada generasi emas, “Saya ingin IAKMI bekerja sama dengan para anggota AMSI untuk senantiasa terus-menerus memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat,” pungkasnya.

Liputan : Husen

Editor : Hamdi

No More Posts Available.

No more pages to load.