TERASMALUKU.COM,-AMBON-Mantan Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy mulai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (29/9/2022). Sidang perdana ini dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam dakwaan JPU, Richard didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar kurang lebih Rp 11.259.960.000 (sebelas miliar dua ratus lima puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) dari sejumlah pihak.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim, Nanang Zulkarnain Faisal, didampingi dua hakim anggota, ini berlangsung secara hybrid. Terdakwa I Richard (RL), dan Terdakwa II Andrew Erin Hehanussa (AEH) mengikuti melalui zoom meeting dari Rutan KPK.
Dari dakwaan yang dibacakan jaksa KPK secara bergilir, menyebutkan, penerimaan suap yang diterima RL sebesar Rp 500 juta terjadi pada Maret-April 2020. Sementara penerimaan gratifikasi sejak menjabat Wali Kota selama dua periode. Yaitu tahun 2011 sampai dengan 2022.
“Bahwa terdakwa Richard Louhenapessy selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yakni selaku Walikota Ambon bersama-sama dengan Terdakwa II Andrew Erin Hehanussa pada bulan Maret 2020 sampai dengan bulan April 2020 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu di tahun 2020, menerima hadiah yaitu menerima uang secara bertahap sejumlah seluruhnya Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dari Amri (terdakwa berkas terpisah), Solihin dan Wahyu Somantri selaku perwakilan PT Midi Utama Indonesia, Tbk (PT MUI),” kata salah satu jaksa KPK saat membacakan dakwaannya.
Uang ratusan juta rupiah yang diterima baik di BCA Ambon maupun kantor Wali Kota Ambon itu diduga karena telah menerbitkan izin prinsip pendirian gerai/toko mini market Alfamidi di wilayah Kota Ambon.
Ratusan juta rupiah itu diterima dari Andrew secara bertahap. Andrew merupakan pegawai kontrak pada Pemerintahan Kota Ambon. Ia sekaligus orang kepercayaan Richard yang bertugas antara lain menyusun jadwal dan tugas Walikota, menginventarisir surat masuk dan keluar Walikota.
“Selain itu (terdakwa) mendapat tugas khusus dari terdakwa I (Richard) untuk menerima sejumlah uang dari pihak lain baik secara tunai maupun melalui transfer dengan menggunakan rekening pribadi milik Terdakwa II kemudian uang tersebut diserahkan kepada Terdakwa I,” kata jaksa.
Kasus suap perizinan retil Alfamidi berawal sejak tahun 2019. PT MUI bermaksud mengembangkan usaha retail dengan membangun gerai/toko Alfamidi di Kota Ambon. Dalam proses pembangunannya diperlukan beberapa perizinan diantaranya berupa izin prinsip dari Richard selaku Walikota.
Selanjutnya Solihin selaku kuasa Direksi PT MUI atas masukan dari Agusitoto Ganeffian sebagai GM License PT MUI, menunjuk Amri melakukan pengurusan perizinan. Alasannya Amri sudah berpengalaman mengurus perizinan pembangunan gerai/toko Alfamidi di kota lain. Kemudian Solihin menyampaikan kepada Wahyu Somantri selaku Deputy Branch Manager PT MUI cabang Ambon.
“Amri mengajukan biaya pengurusan izin setiap lokasi sebesar Rp 125 juta termasuk untuk pengurusan prinsip yang sumber dananya berasal dari PT MUI, atas hal tersebut Solihin dan Wahyu Somantri menyetujui,” ungkap jaksa KPK.
Sebanyak kurang lebih 60 gerai Alfamidi yang dikeluarkan izin oleh Richard. Setelah menerbitkan surat izin prinsip tersebut, Richard melalui Andrew menerima uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah 500 juta Dari Amri, Solihin dan Wahyu Somantri.
Uang tersebut disetor oleh Amri melalui nomor rekening AEH pada BCA Kantor Cabang Utama Ambon, tanggal 9 April 2020. Totalnya sebesar Rp 250 juta. Andrew kemudian melakukan transfer ke nomor rekening Richard sebesar Rp 50 juta. Sementara sisanya sebesar Rp 200 juta ditarik tunai dan diserahkan kepada RL di kantor Wali kota Ambon.
“Pada tanggal 14 April 2020 terdakwa II kembali menerima uang melalui transfer di rekening bank BCA sebesar Rp 250 juta dari rekening bank BCA milik Amri. Selanjutnya terdakwa II melakukan penarikan uang tersebut di Bank BCA Kantor Cabang utama Ambon kemudian langsung disetorkan ke rekening BCA nomor milik terdakwa I sebesar Rp 75 juta. Sedangkan sisanya sebesar Rp 175 juta diambil tunai oleh terdakwa II dan kemudian diserahkan kepada terdakwa I di kantor Wali kota Ambon,” ungkap jaksa.
Selain dugaan kasus suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel Alfamidi di Kota Ambon tahun 2020, Richard dan Andrew atau AEH juga diduga menerima gratifikasi dari beberapa orang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada pemerintah kota Ambon dan sejumlah rekanan.
Gratifikasi diterima sejak tahun 2011 hingga Maret 2022. Gratifikasi diterima baik di rumah dinas Wali kota Ambon, depan kantor BNI Cabang Ambon, Cofee Bean Senayan City Jakarta, Money Changer Empat Delta Grand Indonesia Jakarta, dan atau setidak-tidaknya di tempat-tempat termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
“Menerima gratifikasi yaitu Terdakwa I baik secara langsung maupun tidak langsung, telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp 11.259.960.000 yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu berhubungan dengan jabatan Terdakwa I Richard Louhenapessy selaku Wali kota Ambon dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 76 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 2 tahun 2015 dan Undang Undang RI Nomor 9 tahun 2015,” baca jaksa.
Dalam penerimaan gratifikasi, RL tercatat menerima langsung maupun tidak langsung atau melalui AEH. Penerimaan langsung oleh RL sejak tahun 2011-2022 berjumlah Rp 8.222.250.000 (Delapan miliar dua ratus dua puluh dua, dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Dari miliaran rupiah tersebut, sebesar Rp 824.200.000 (delapan ratus dua puluh empat juta dua ratus ribu rupiah) diantaranya diterima dari sejumlah ASN Pemkot Ambon. Yaitu:
1. Alfons Tetelepta selaku Plt Direktur PDAM kota Ambon; Rp 260.000.000 (dua ratus enam puluh juta rupiah)
2. Enrico Rudolf Matitaputty selaku kepala Dinas PUPR Kota Ambon; Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah)
3. Fahmi Sallatalohy selaku Kepala Dinas Pendidikan kota Ambon; Rp 240.000.000 (dua ratus empat puluh juta rupiah)
4. Roberth Silooy selaku kepala badan pengelolaan keuangan dan aset daerah kota Ambon; Rp 50.200.000 (lima puluh juta dua ratus ribu rupiah)
5. Izaac Jusac Said selaku kepala bidang lalu lintas dinas perhubungan kota Ambon; Rp 116.000.000 (seratus enam belas juta rupiah)
6. Roberth Sapulette selaku kepala dinas perhubungan kota Ambon; Rp 8 juta rupiah) pada bulan Desember 2018 bertempat di rumah dinas Wali kota Ambon.
Selain ASN, terdakawa RL juga menerima sejumlah uang secara langsung dari beberapa rekanan/kontraktor/wiraswasta. Total seluruhnya sebesar Rp 7.398.050.000 (tujuh miliar tiga ratus sembilan puluh delapan juta lima puluh ribu rupiah). Diantaranya;
1. Victor Alexander Loupatty selaku Pemilik PT HOATYK; Rp 131.250.000 (seratus tiga puluh satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).
2. Sugeng Siswanto selaku direktur utama PT Azriel Perkasa; Rp 55.000.000 (lima puluh juta rupiah)
3. Beny Tanihattu selaku kontraktor USD 2.500 (dua ribu lima ratus dolar Amerika Serikat) yang kemudian ditukar di money changer Empat Delta Grand Indonesia sehingga jumlah yang diperoleh Rp 34.950.000 (tiga puluh empat juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah).
4. Mujiono Andreas selaku direktur CV Waru; Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
5. Sietno Nini Bachry selaku pemilik toko buku NN; Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
6. Tan Pabula selaku wiraswasta perhotelan di kota Ambon; Rp 85.000.000 (delapan puluh lima juta rupiah)
7. Thomas Souissa selaku deirektur CV Glen Primanugrah ; Rp 70.000.000 (tujuh puluh juta rupiah)
8. Anthony Liando selaku direktur CV Angin Timur ; Rp 740.000.000 (tujuh ratus empat puluh juta rupiah)
9. Maria Chandra Pical selaku Komisaris PT Gebe Industri Nikel; Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
10. Yusac Harianto Lenggono selaku rekanan / kontraktor di Pemkot Ambon; Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
11. Petrus Fatlolon selaku direktur Talenta Pratama Mandiri; Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) di rumah dinas Wali kota Ambon
12. Rakib Soamole selaku pemilik Afif Mandiri; Rp 165.000.000 (seratus enam puluh lima ribu rupiah) di rumah dinas Wali kota Ambon
13. Edwin Liem selaku pemilik Apotek Agape Madika Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah)
14. Fahri Anwar Solikihin selaku Direktur Utama PT Karya Lease Abadi Rp 4.900.000.000 (empat miliar sembilan ratus juta rupiah)
15. Yanes Thenny selaku wiraswasta di bidang penyedia jasa kontruksi Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
16. Novfy Elkheus Warella selaku wiraswasta; Rp 435.000.000 (empat ratus tiga puluh lima juta rupiah).
Selain penerimaan langsung, RL juga menerima sejumlah uang secara tidak langsung sejak tahun 2011-2022. Totalnya sejumlah Rp 3.037.710.000 (tiga miliar tiga puluh tujuh juta tujuh ratus sepuluh ribu rupiah). Diantaranya diterima melalui terdakwa AEH sebesar Rp 1.466.250.000 (satu miliar empat ratus enam puluh enam juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).
“Menerima uang dari Enrico Rudolf Matitaputty selaku kepala dinas PUPR kota Ambon sejumlah Rp 100.000.000, menerima uang dari Pieter Jan Leuwol selaku kepala dinas perindustrian dan perdagangan kota Ambon sejumlah Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah),” kata jaksa KPK.
Selain menerima uang dari dua ASN, RL melalui AEH juga menerima sejumlah uang dari beberapa rekanan/kontraktor/wiraswasta. Totalnya Rp 1.216.250.000 (satu miliar dua ratus enam belas juta dua ratus lima puluh ribu rupiah). Diantaranya;
1. Victor Alexander Loupatty selaku Pemilik PT HOATYK; Rp 131.250.000 (seratus tiga puluh satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).
2. Telly Nio selaku Direktur PT Sinar Semesta Jaya; Rp 1.055.000.000 (satu miliar lima puluh lima juta rupiah).
3.Rakib Soamole selaku pemilik Afif Mandiri; Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah).
4. Marthin Thomas selaku Direktur PT Gabesa Undah; Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
Selain terdakwa AEH, RL juga menerima sejumlah uang dari Karen Walker Dias sejumlah Rp 811.460.000 (delapan ratus sebelas juta empat ratus enam puluh ribu rupiah).
Uang-uang tersebut didapat dari para rekanan / kontraktor / wiraswasta seperti;
1. Sugeng Siswanto selaku direktur PT Azriel Perkasa; Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
2. Victor Alexander Loupatty selaku Pemilik PT HOATYK; Rp 25.000.000(dua puluh lima juta rupiah).
3. Benny Tanihatu selaku kontraktor; Rp 321.460.000 (tiga ratus dua puluh satu juta empat ratus enam puluh ribu rupiah)
4. Tan Ferry selaku direktur PT Kasih Anugerah Abadi; Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
5. Hentje Waisapy selaku kontraktor; Rp 165.000.000 (seratus enam puluh lima juta rupiah)
Tak hanya itu, RL juga menerima sejumlah uang dari Novfy Elkheus Warella sebesar Rp 535.000.000 (lima ratus tiga puluh lima juta rupiah). Ratusan juta rupiah ini didapat dari;
1. Enrico Rudolf Matitaputty selaku kepala dinas PUPR kota Ambon; Rp 40.000.000 (empat puluh juta rupiah)
2. Mansur Umar selaku direktur PT Nailaka Indah; Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
3. Charles Franz selaku Direktur PT Paris Jaya Mandiri ; Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah)
4. Wenny Pramanto selaku Direktur PT Wahana Fiberglass Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
5. Marthin Thomas selaku Direktur PT Ganesha Indah: Rp 15.000.000 (lima belas juta rupiah)
6. Yanes Thenny selaku wiraswasta di bidang penyedia jasa konstruksi Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah)
Penerimaan lainnya juga Diterima RL melalui Hervianto sebesar Rp 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah). Uang ini berasal dari Enrico Rudolf Matitaputty selaku kepala dinas PUPR kota Ambon.
RL juga menerima uang dari Imanuel Arnold Noya sebesar Rp 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah). Uang ini diberikan oleh:
1. Melianus Latuihamalo selaku Kepala Dinas PUPR Pemkot Ambon di rumah dinas Walikota Ambon; Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah)
2. Thomas Souissa selaku Direktur CV Glenn Primanugrah di depan kantor BNI cabang Ambon Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah)
3. Rakib Soamole selaku pemilik Afif Mandiri Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah)
“Bahwa penerimaan uang yang seluruhnya sejumlah Rp 11.259.960.000 digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa I (RL), bahwa atas penerimaan uang tersebut terdakwa I tidak pernah melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sejak diterima,” ungkapnya.
Perbuatan terdakwa I dan terdakwa II II tersebut merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pembernatasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Liputan : Husen
Editor : Hamdi
BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS