Tahun-tahun Politik, Potensi Radikalisme dan Pencegahannya

oleh
oleh
Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengingatkan tentang kian meningkat potensi kerawanan radikalisme dan terorisme pada Rakernas BNPT-FKPT 2022 di Batu Malang, Jatim belum lama ini. (ANTARA/iskandar Zulkarnaen)

JAKARTA-Lima hari setelah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengingatkan kerawanan radikalisme pada tahun politik 2023-2024, seorang perempuan bercadar membawa senjata api tertangkap saat hendak menerobos Istana Negara Jakarta, 25 Oktober 2022.

“Tuhan tidak bermain dadu!”. Kutipan terkenal Albert Einstein yang populer dicomot untuk pemikiran atau suasana tertentu, termasuk sebuah peristiwa yang bukan kebetulan.

Perempuan bercadar itu sebelum diamankan sempat menodongkan senjata jenis FN ke personel Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) di lokasi kejadian.

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) R Ahmad Nurwakhid menerangkan, pelaku bernama SE diduga memiliki paham radikal dan merupakan pendukung dari organisasi masyarakat yang telah dibubarkan pemerintah.

Pantauan dari akun media sosialnya, terungkap bahwa perempuan itu sering memosting propaganda khilafah. SE kini telah menjadi tersangka dan penanganan perkaranya diambil alih oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.

Sebelumnya, Moeldoko kepada awak media selepas peluncuran “Buku Laporan Capaian Kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin Tahun 2022” di Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (20/10/2022), mengatakan tentang pentingnya membangun kesadaran untuk mengantisipasi peningkatan radikalisme pada tahun politik.

Moeldoko mengutip survei BNPT pada 2020 yang menemukan potensi radikalisme sebesar 14 persen. Data itu dalam kondisi anomali, yakni saat pandemi sehingga pada tahun politik 2023-2024 diperkirakan ada kecenderungan meningkat.

Sebenarnya, jika mengacu kepada tahapan pelaksanaan pesta demokrasi akbar di Tanah Air, sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) maka “tahun politik” sudah berjalan pada pertengahan 2022. PKPU untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 telah sah diundangkan sejak ditandatangani per 9 Juni 2022.

PKPU Nomor 3 Tahun 2022 berisi tentang tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024. Tahapan dan jadwal Pemilu 2024 itu, antara lain
pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu telah berjalan mulai Jumat, 29 Juli 2022, sampai Selasa, 13 Desember 2022.

Kemudian, penetapan peserta pemilu pada 14 Desember 2022, dilanjutkan penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan, 14 Oktober 2022 hingga 9 Februari 2023.

Pencalonan anggota DPD mulai 6 Desember 2022 hingga 25 November 2023, kemudian dilanjutkan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, 24 April 2023 hingga 25 November 2023.

Pencalonan presiden dan wakil presiden pada 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023.

Masa kampanye pemilu, 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, dilanjutkan masa tenang mulai 11 Februari 2024 hingga 13 Februari 2024.

Pemungutan suara, 14 Februari 2024, dilanjutkan penghitungan suara 14 Februari 2024 hingga 15 Februari 2024. Rekapitulasi hasil penghitungan suara, 15 Februari 2024 hingga 20 Maret 2024.

Penetapan hasil pemilu, paling lambat tiga hari setelah pemberitahuan Mahkamah Konstitusi (MK) atau tiga hari setelah putusan MK.

Pengucapan sumpah/janji DPR dan DPD, 1 Oktober 2024. Tahap final pesta demokrasi akbar Tanah Air ditutup dengan pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024.

Strategi radikalisme

Jika melihat kasus-kasus terungkap, terbaca pola dan strategi kelompok paham kekerasan dalam menggaet anggota maupun rencana serangan dalam beberapa tahun belakangan ini.

BACA JUGA :  BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca Ekstrim Hingga 8 Februari, Termasuk Maluku

Dari beberapa kasus, pola kelompok ini menyasar serangan kepada aparat, pos polisi dan istana, ini tentu terkait tujuan teror itu sendiri guna menciptakan “berita besar”, mencekam dan perlawanan kepada simbol-simbol pemerintah.

Khusus strategi dalam menggaet anggota baru, mereka memanfaatkan kemajuan teknologi digital atau dunia maya, baik dalam proses menyebar kebencian melalui berita hoaks hingga baiat secara daring dengan menyasar generasi muda –milenial dan generasi Z– serta kaum perempuan.

Sebelum SE, ada jaringan teroris Bekasi, Jawa Barat, dengan pimpinan selnya M. Nur Solihin yang melibatkan dua perempuan mantan pekerja imigran yang terpapar radikalisme dari media sosial, yakni Dian Yulia Novi dan Ika Puspitasari.

Keduanya berencana menjadi “pengantin” sebagai bomber di istana dengan sasaran Paspampres. Istilah pengantin disematkan pada seseorang yang bersedia menjadi martir dengan bom bunuh diri.

Institute for Policy Analysis and Conflict (IPAC) mencatat perempuan pertama yang dinyatakan bersalah pada kasus terorisme di Indonesia adalah Munfiatun, istri Noordin Muhammad Top, yakni otak sejumlah teror bom, termasuk di Hotel Marriot dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta, 2003.

Anomali terjadi peningkatan potensi radikalisme di saat pandemi COVID-19 yang diungkap Moeldoko itu juga dibenarkan Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar.

Selama masa pandemi, kelompok teroris memaksimalkan aktivitas daring, mulai dari propaganda, proses rekrutmen anggota, bahkan soal pendanaan.

Hal itu juga pernah diutarakan Boy ketika menjadi pembicara secara virtual dalam “the Second United Nations High-Level Conference of Heads of Counter-Terrorism Agencies of Member States” di New York, Rabu (30/6/2021).

Adanya kemajuan teknologi digital, maka kelompok paham kekerasan ini sangat mudah menyebarkan virus radikalisme, bahkan lebih efektif dalam mendoktrin generasi muda untuk mendukung ideologi mereka dan kemudian ikut melakukan aksi teror. Contohnya, kasus perempuan muda yang menyerang Mabes Polri, beberapa waktu lalu. Ia diduga terpapar ideologi kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dari internet.

Boy menyinggung tentang studi dari Soufan Center (lembaga penelitian, analisis, dan dialog strategis independen tentang tantangan keamanan global dan masalah kebijakan luar negeri) bahwa angka dukungan kepada teroris oleh kaum perempuan bertambah di wilayah Asia Tenggara.

Secara statistik tahun 2015 ada tiga perempuan yang ditangkap karena kasus terorisme, sementara dari tahun 2016-2020 melonjak jadi 40 orang.

BNPT juga memperkirakan kini para teroris juga menggunakan internet dalam melakukan pendanaan untuk mendukung aksi terorisme. Hal ini terlihat bahwa selama pandemi berlangsung, terdapat kenaikan 101 persen transaksi keuangan mencurigakan.

Boy mengutarakan terdapat aktivitas crowdfunding (penggalangan dana masyarakat) dalam pendanaan aktivitas teroris. Dengan berkembangnya dunia tanpa sekat karena internet, kini marak sosial media dan situs crowdfunding dengan memanfaatkan teknologi yang dapat mempertemukan jaringan luas orang-orang.

Bagi kelompok paham kekerasan ini, dalam menjalankan strategi juga memanfaatkan momentum baik saat pandemi maupun tahun politik.

BACA JUGA :  Koruptor Dana BOS SMA Kepulauan Aru Ditangkap di Ambon Setelah Buron 3 Tahun 8 Bulan

Dari momentum itu –saat pandemi atau tahun politik– diperkirakan bangsa Indonesia akan lengah dengan peristiwa-peristiwa yang menyita perhatian nasional.

Dari agenda politik, maka pemilu bisa saja diyakini kelompok ini sebagai jalan perubahan sosial dan politik secara drastis.

Radikalisme, meskipun belum tentu berujung terorisme, namun sikap atau semangat yang membawa pada tindakan bertujuan melemahkan –mengubah tatanan yang mapan dengan menggantikan dengan gagasan atau pemahaman baru disertai kekerasan– berpotensi terjadi pada tahun politik

Pencegahan

Pemerintah, dalam pencegahan dan penanggulangan paham radikalisme dan terorisme secara suprastruktur telah melakukan penguatan criminal justice response pada isu penanggulangan terorisme, yakni dengan pengesahan dan penerapan beberapa peraturan.

Peraturan itu antara lain, UU 5 Tahun 2018, PP Nomor 77 Tahun 2019, PP Nomor 35 Tahun 2020, serta Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme.

Di daerah, BNPT melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang tersebar pada 34 provinsi telah menjalankan berbagai program, termasuk meningkatkan kewaspadaan selama pandemi dan menjelang tahun politik.

BNPT – FKPT melalui bidang penelitian rutin setiap tahun menggelar berbagai survei. Data-data itu tentu sangat penting dalam merumuskan kebijakan atau strategi khusus dalam mencegah serta penanggulangan intoleransi, ekstremisme, radikalisme dan terorisme.

Secara teknis, berbagai program dan kegiatan telah dijalankan oleh BNPT-FKPT dengan berkoordinasi serta berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait, antara lain Densus 88, TNI, tokoh agama, pesantren, perguruan tinggi serta Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM).

BNPT telah menggelar Deklarasi Kesiapsiagaan Nasional di Jakarta, 2 Agustus 2022, sebagai bentuk kewaspadaan dengan kian meningkatnya potensi ancaman radikalisme dan terorisme.

Kesiapsiagaan Nasional adalah amanah UU Nomor 5 Tahun 2018, yakni salah satu strategi pencegahan terorisme dengan mendorong kelompok dan organisasi masyarakat agar berperan aktif dalam pencegahan tindak pidana terorisme.

Mulai menghangat suhu politik menjelang Pemilu 2024, bisa saja banyak peristiwa akan terjadi, termasuk penyebaran virus ideologi yang mengusung kekerasan dan anti kemanusiaan dengan memanfaatkan berbagai platformberbasis internet serta momentum pemilu.

Akhirnya, peran partai politik, tim pemenangan serta para tokoh calon pemimpin bangsa pada Pemilu 2024 juga sangat menentukan agar bisa terlibat aktif dalam mencegah dan melawan radikalisme dan terorisme.

Komitmen itu tentu bukan sekedar jargon “siap menang, siap kalah” atau hanya penandatangan pakta integritas “Pemilu damai, jujur, adil dan demokratis”, namun yang terpenting adalah langkah nyata untuk merawat empat pilar kebangsaan, yaitu UUD 1945, Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Terutama mewaspadai berbagai potensi yang bisa mengikis prularisme, mempertajam polarisasi, dan memercik api konflik horizontal. Bisa saja pemicu bermula dari penggalangan politik identitas.

Gesekan antarmasyarakat akibat politik identitas tentu menjadi lahan sumbur bagi kelompok paham kekerasan untuk mengambil manfaat dari “tahun politik”. Bangsa ini jangan lengah.

Pewarta : Iskandar Zulkarnaen/Antara
Editor : Masuki M Astro

No More Posts Available.

No more pages to load.