TERASMALUKU.COM,-AMBON-Kawasan Pertambangan Emas di Gunung Botak (GB), Kabupaten Buru, telah lama ditutup. Wilayah itu kini diam-diam dimanfaatkan Penambang Emas Tanpa Izin (PETI). Bukti terbaru adalah tanah longsor yang menelan nyawa tiga orang PETI pada Minggu (20/11/2022) dini hari.
Masyarakat adat Kabupaten Buru melalui Koperasi Soar Pito dan Soar Pa, saat ini tengah berproses untuk mendapatkan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) dari Pemerintah Pusat. Bahkan, saat ini mereka tinggal menunggu kajian lingkungan hidup strategis (KLS) dari Pemerintah Daerah.
“Koperasi Soar Pito Soar Pa saat ini sedang melakukan proses perijinan baik dari pemerintah daerah, provinsi sampai dengan pemerintah pusat,” kata Ketua Pengawasan Koperasi Soar Pito Soar Pa, Ruslan Arif Soamole kepada wartawan di Ambon, Selasa (22/11/2022).
Ruslan mengaku baru tiba dari Jakarta setelah bertemu para pihak berwenang terkait pengurusan IPR. Upaya yang dilakukan pihaknya karena selama 12 tahun masyarakat adat Buru tidak mendapatkan keuntungan dari kekayaan alam yang dimiliki.
“Selama eksploitasi pertambangan, masyarakat adat tidak pernah mendapatkan apapun, karena mereka ini hanyalah pekerja kasar. Yang kaya ini kan para donator dan oknum-oknum pengusaha yang berinvestasi di Gunung Botak,” jelasnya.
Dengan kondisi anak adat tersebut, Ruslan mengaku kehadiran Koperasi yang dipimpin Yohanes Nurlatu kini telah menjadi payung hukum.
“Kami mengajak masyarakat agar tidak melakukan PETI karena itu sangat merugikan. Marilah kita berproses ijin dengan Koperasi agar dapat mensejahterakan kita masyarakat adat di Buru, khususnya di petuanan Kayeli,” ajaknya.
Terkait insiden tanah longsor yang menelan tiga orang PETI di lokasi tambang ilegal, Ruslan mengaku pihaknya tidak tahu menahu.
“Pihak koperasi tidak tahu menahu terkait insiden tanah longsor di lokasi tambang ilegal. Itu ulah oknum-oknum PETI. Koperasi tidak tahu menahu, dan saat ini kami sedang berproses untuk mendapatkan ijin,” jelasnya.
Penulis : Husen
Editor : Hamdi