Partisipasi Masyarakat dalam Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem

oleh
oleh
Izzuddin Ar Rifqiy, SST (Statistisi Ahli Pertama BPS Provinsi Maluku)

Presiden Joko Widodo menargetkan Indonesia terbebas dari $ kemiskinan ekstrem$  pada 2024. Lebih cepat 6 tahun dari target di $ Sustainable Development Goals$  (SDGs) yang disepakati forum global pada 2030. Itulah satu dari sekian visi besar Jokowi memasuki periode pemerintahan keduanya.

Target yang besar itu tentu disertai tantangan yang tak kalah besarnya. Pada tahun 2020 seluruh dunia dihantam pandemi Covid-19. Persentase masyarakat miskin Indonesia yang sempat menyentuh titik terendah yakni 9,41 persen (Maret 2019) melonjak menjadi 10,14 persen (Maret 2021). Tahun 2022 memanas karena perang Rusia-Ukraina yang memperparah kesenjangan karena krisis pangan dan energi yang menjadi imbasnya. Belum selesai di situ, memasuki tahun 2023 dunia dihantui resesi yang berpotensi memperparah kemiskinan.

Menariknya, meskipun dihantam isu global dari berbagai arah, pemerintahan Jokowi tidak goyah dengan targetnya. Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem menjadi buktinya. Diperkuat lagi dengan pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2022 tentang reformasi sistem perlindungan sosial yang diarahkan pada perbaikan basis data.

Komitmen tersebut diwujudkan dengan penyusunan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). Latar belakang penyusunan Regsosek adalah banyaknya data bertumpang tindih terkait penanggulangan kemiskinan. Ditambah verifikasi dan validasi (verivali) dari data yang sudah ada kurang optimal dalam pelaksanaannya.

Penentu Kualitas Regsosek

 Permasalahan dalam pemberian bantuan yang coba diselesaikan lewat Regsosek beberapa di antaranya adalah Inclusion Error dan Exclusion Error. Inclusion Error artinya yang seharusnya tidak berhak mendapat bantuan tapi malah mendapatkan bantuan. Exclusion Error sebaliknya, seharusnya mendapatkan bantuan namun ternyata tidak mendapatkannya.

Exclusion Error lebih krusial untuk diselesaikan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat yang harus diangkat dari kemiskinan. Sedangkan inclusion error tidak terlalu berdampak besar terhadap masyarakat miskin.

BACA JUGA :  TNI Dan Polri Siap Amankan Hari Raya Idul Fitri Di Maluku

Ada beberapa cara untuk meminimalkan exclusion error. Pertama menggunakan sampel yang representatif. Kedua menggunakan sampling frame yang komprehensif. Ketiga menggunakan teknik sampling yang sesuai. Keempat menggunakan metode pengumpulan data yang tepat. Kemudian yang terakhir, pengecekan non respons.

Berbeda dengan pengumpulan data penduduk miskin sebelumnya yang hanya mencakup 40 persen terbawah saja. Metode pengumpulan data Regsosek kali ini adalah pencacahan lengkap alias sensus, sehingga poin 1-3 dapat dikesampingkan.

Dari hasil pengumpulan Regsosek tersebut kemudian dilakukan pemeringkatan kesejahteraan dengan menggunakan metode proxy mean test (PMT). PMT adalah metode pengukuran pengeluaran keluarga dengan menggunakan variabel-variabel yang mencirikan karakteristik keluarga. Lalu dilakukan perangkingan berdasarkan hasil estimasi pengeluaran keluarga.

Keluarga dengan pengeluaran terendah menempati peringkat terendah dalam kesejahteraan. Keluarga di peringkat-peringkat bawah menjadi prioritas awal untuk menerima uluran tangan dari pemerintah. Supaya lebih akurat dan transparan, hasil pemeringkatan status kesejahteraan tersebut kemudian dibahas dalam forum konsultasi publik (FKP) atau musyawarah desa.

Masa pengumpulan data Pendataan Awal Regsosek telah usai pada November tahun lalu. Sekarang kita ada pada fase pengolahan hasil pendataan dan segera menuju tahapan FKP yang akan dilaksanakan pada bulan Mei 2023. Cakupan wilayah FKP meliputi seluruh wilayah Indonesia. FKP dilaksanakan di tingkat desa/kelurahan kecuali untuk kota-kota tertentu FKP dapat dilaksanakan pada SLS satu tingkat di bawah desa/kelurahan.

Peran Penting Masyarakat

Fungsi FKP adalah sebagai kontrol sosial dalam bentuk keterlibatan masyarakat untuk memberikan masukan pada pemeringkatan tingkat kesejahteraan keluarga. Selain itu output yang diperoleh adalah kesepakatan ketua/pengurus wilayah terkecil/tokoh masyarakat mengenai peringkat kesejahteraan keluarga di masing-masing wilayah.

Peran masyarakat yang diwakili kepala desa dan ketua RT/RW/Dusun dalam FKP sangat vital untuk meminimalkan exclusion error. Setiap argumen dapat menentukan nasib warganya selama beberapa waktu ke depannya. Maka dari itu setiap argumen harus didasari dengan data.

BACA JUGA :  Pemkab Malteng : Masyarakat Adat Bisa Diangkat Jadi Penjabat Kepala Desa

Salah satu tugas pokok lainnya dari tokoh masyarakat tersebut adalah mengisi gap non respons. Gap tersebut berasal dari masyarakat yang tidak berhasil ditemui atau menolak menjawab pertanyaan dari petugas saat periode pencacahan. Untuk memenuhi tugas ini tokoh masyarakat yang telah ditunjuk perlu mengesampingkan ego pribadi dan golongan. Bertindak dan berpikir secara objektif, tidak mendahulukan perasaan suka dan tidak suka terhadap orang atau golongan tertentu.

Jika peran ini dapat dipenuhi dengan baik, maka sesungguhnya kepala desa dan ketua RT/RW/Dusun adalah pahlawan bangsa. Pahlawan dalam bidang data, berjasa dengan berkontribusi aktif dalam membebaskan Indonesia dari kemiskinan ekstrem sesuai amanat presiden Joko Widodo. Selain itu secara tidak langsung juga menyejahterakan masyarakat yang membutuhkan di wilayahnya.

Agaknya kita bisa optimis dengan masa depan bangsa Indonesia jika kita dapat mempercayai dengan wakil-wakil kita di level terendah sampai level tertinggi. Harapannya di masa depan semua bantuan dapat tepat sasaran, menyasar ke masyarakat yang paling membutuhkan. Semoga Indonesia bisa mengarungi tantangan ekonomi yang akan datang dengan selamat sentosa.

Penulis : Izzuddin Ar Rifqiy, SST (Statistisi Ahli Pertama BPS Provinsi Maluku)

No More Posts Available.

No more pages to load.