Disaksikan Kadensus 88 Anti Teror, Mantan Napi Teroris dan Anggota JI di Maluku Ikrar Setia Kepada NKRI

oleh
oleh
Sebanyak 30 anggota Jamaah Islamiah (JI) di Maluku berikrar setia kepada NKRI, Senin (30/1/2023). Dari 30 anggota JI, 10 adalah mantan napi kasus terorisme. FOTO : TERASMALUKU.COM

TERASMALUKU.COM,-AMBON-Mantan Narapidana kasus Terorisme (Napiter) dan puluhan anggota Jamaah Islamiyah (JI) di Maluku berikrar untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Mantan Napiter dan simpatisan anggota JI Maluku ini melepas bai’at dan ikrar setia kepada NKRI yang dilaksanakan oleh Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus AT)  Mabes Polri di Kota Ambon, Senin (30/1/2023).

Pelepasan Bai’at dan ikrar setia kepada NKRI disaksikan langsung Kepala Densus (Kadensus) AT 88 Irjen Pol Marthinus Hukom, Ketua MUI Maluku, Ustadz Abdullah Latuapo, Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena dan para pejabat lainnya.

 

Ada 10 mantan Napiter dan 20 anggota JI di Maluku yang melepas bai’ait dan berikar setia dan cinta kepada NKRI. Usai membacakan ikrar, mereka kemudian satu persatu menandatangani berita acara ikrar bersama Ketua MUI Maluku.

Hukom mengatakan, mencintai negara harus dianalogikan sebagai salah satu bentuk cinta terhadap diri sendiri. Mencintai negara bukan untuk mengkultuskan.

“Karena kita tidak bisa mengelak kita lahir menjadi warga Indonesia kita juga tidak bisa mengelak ada realitas sosial dimana munculnya entitas politik yang bernama Indonesia,” katanya.

Hukom juga menganalogikan mencintai negara ibarat cinta terhadap rumah sendiri. Sehingga bila rumah itu ditempati maka tentu akan dijaga dari bentuk-bentuk kerusakan.

“Jadi hari ini saudara-saudara saya saat ini telah menunjukkan kecintaan mereka terhadap negara, mereka telah komitmen merubah cara berpikir dan hati mereka bagaimana melihat Indonesia,” jelasnya.

Hukom mengajak Pemerintah dan semua pihak agar dapat melakukan pendekatan dan pembinaan kepada para mantan Napiter dan simpatisan anggota JI di Maluku.

“Pada prinsipnya pendekatan yang kita lakukan adalah pendekatan secara personal dan kita bangun kesadaran bersama mereka untuk kembali mencintai Republik Indonesia, mencintai sistem negara yang sudah diakui secara luas oleh semua elemen masyarakat, lalu kemudian mencintai kemanusiaan,” tambah Hukom kepada wartawan.

BACA JUGA :  Bawa Pesan Baik Kepada Anak-anak Melalui Tokoh Santa Claus

Jenderal bintang 2 Polri ini mengaku selama ini simpatisan JI membangun eksklusivitas yang memisahkan diri, baik secara kesadaran batin maupun fisik dengan warga masyarakat yang lain.

“Nah ini yang kita bangun supaya mereka kembali menjadi warga negara yang bisa berbaur dengan masyarakat secara luas,” harapnya.

Selain itu, Hukom mengaku pihaknya selalu memberikan pemahaman untuk memaknai bagaimana rasa cinta dan penghormatan kepada tanah air, atau pengakuan kepada Pancasila yang telah diterima segala pihak.

“Pancasila itu adalah kesepakatan hidup berbangsa dan bertanah air. Selama ini mereka menganggap atau mereka sering didoktrin dengan mengatakan kalau Pancasila itu adalah demokrasi negara baru,” ujarnya.

Pancasila, kata Hukom, berbeda dengan agama. Pancasila diibaratkan seperti rumah besar yang ditinggali. Sehingga menjadi kewajiban untuk mencintai dan merawatnya agar tidak rusak.

“Ketika kita mencintai negara kita, menjadi orang Indonesia, kita tidak kekurangan sedikitpun Keislaman kita. Ketika kita mencintai Indonesia kita tidak kekurangan sedikitpun Kekristenan kita. Ketika kita mencintai Indonesia menjadi warga negara Indonesia kita tidak sedikitpun kehilangan Kemalukuan kita.”

“Nah konsep berpikir seperti itu, terus kita angkat sehingga mereka tetap menjadi warga negara, mereka juga Islam yang baik begitu juga dengan saudara-saudara kita yang mungkin melihat negara kita dengan posisi yang berbeda, yang melihat Ambon yang baik, yang melihat Maluku yang baik, seorang Papua yang baik dalam konteks berbangsa dan bernegara,” harapnya.

Hukom mengaku untuk mengembalikan mereka sadar dalam berbangsa dan bernegara Indonesia, tidak semudah membalikan telapak tangan. Semuanya butuh proses yang panjang.

“Kita tidak bisa melakukan dan semuanya langsung menjadi (kembali ke NKRI). Membangun kesadaran itu terlalu panjang karena kita harus melihat bahwa proses mereka menjadi radikal juga adalah proses panjang, ada internalisasi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang, maka kita juga perlu proses yang panjang mengembalikan mereka kembali kepada Indonesia,” ungkapnya.

BACA JUGA :  Kasus Meninggal Akibat Covid di Maluku Nambah Lagi, Masih dari Kota Ambon

Tak hanya di Maluku, Hukom mengaku di daerah lain juga telah banyak yang sudah kembali ke pangkuan NKRI. Jumlah mencapai ribuan.

“Di Sumatera Barat ada ribuan, di Lampung ada sekitar 200-an, di Jakarta juga kita lakukan, di mana-mana kita lakukan, di dalam penjara banyak sekali kita lakukan,” pungkasnya.

Pelepasan baiat dan ikrar setia terhadap NKRI yang dilakukan mantan Napiter dan simpatisan anggota JI, mendapat apresiasi dari Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Maluku, Ustadz Abdullah Latuapo.

“Mereka yang awalnya belum menerima bangsa kita, tapi Alhamdulillah dengan izin Allah, rahmat Tuhan, hari ini mereka sudah kembali bergabung dengan kita dalam hal mengakui NKRI dan Pancasila,” kata Latuapo.

Bergabungnya puluhan mantan napiter dan simpatisan JI ke NKRI, kata Latuapo, tidak terlepas dari kerjasama semua pihak. Diantaranya TNI Polri, dan tokoh-tokoh agama.

“Mereka bisa melepaskan baiat adalah proses yang panjang. Ini berkat kerjasama antara semua elemen terutama dari Kepolisian Densus 88 bekerjasama dengan kami tokoh-tokoh agama, sehingga selalu memberikan pembinaan kepada mereka baik itu di Lapas maupun kegiatan-kegiatan tertentu,” jelasnya.

Tak hanya itu, Latuapo mengaku di setiap pihaknya mendapatkan informasi baru yang mengarah kepada tindakan-tindakan negatif, pihaknya selalu bersama-sama berkoordinasi dengan pihak kepolisian.

“Saya pesankan bahwa semua agama tidak bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tidak bertentangan dengan agama. Saya menghimbau supaya nilai-nilai agama itu jangan kita pahami secara tekstual saja tetapi kita pahami secara kekinian. Kalau hanya kita pahami secara tekstual maka pemahaman kita lebih sempit dan mudah untuk untuk menghina, menjelekkan, menyalahkan, bahkan ke tingkat mengkafirkan terhadap sesama. Mari sama-sama kita mencintai negara ini,” ajaknya.

Editor : Husen

**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow.

No More Posts Available.

No more pages to load.