Catatan Dari Pulau Lakor Oleh : Rudy Rahabeat, Pendeta GPM

by
Gedung Gereja Ebenhaizer Jemaat GPM Letpey-Ketty. FOTO : DOK. PENDETA RUDY RAHABEAT

PULAU Lakor, sebuah pulau kecil di Kabupaten Maluku Barat Daya Provinsi Maluku. Akhir Maret 2023 saya dalam kapasitas sebagai Majelis Pekerja Harian Sinode GPM pertama kali mampir di pulau ini untuk meresmikan Gedung Gereja Ebenhaizer Jemaat GPM Letpey-Ketty. Ada beberapa desa yang ada di pulau itu, lebih dari lebih lima dan tak melebihi sepuluh. Berikut beberapa catatan reflektif saya berkait pulau yang sejak dahulu kala dikategorikan sebagai “Tenggara Jauh” ini.

Pertama, pulau yang diberkati. Meski berada jauh dari pusat provinsi tapi pulau ini tetaplah anugerah Tuhan. Kadang orang membangun stigma bahwa pulau-pulau di Tenggara Jauh itu terkebelakang dan miskin. Anggapan ini dapat diperdebatkan. Sebab apa indikator untuk menyebut sebuah pulau dan masyarakatnya terkebelakang dan miskin? Apakah karena letaknya jauh dari pusat kota, ataukah karena stigma dan cara pandang yang tidak adil.

Apa itu miskin? Apakah itu soal tidak memiliki beras dan alat-alat modern? Bukankah orang-orang Lakor juga tetap hidup bahagia dengan menikmati alam pemberian Tuhan bagi mereka? Dari sisi geografis pulau Lakor lebih dekat dengan negara tetangga, Australia. Jadi kita perlu memahami secara emik kekhasan masing-masing pulau dan masyarakatnya, sebelum mengambil kesimpulan yang prematur dan diskriminatif.

Kedua, daya juang dan resiliensi. Alam terkembang jadi guru. Kita dapat belajar dari alam dengan segala warnanya. Ada dua produk yang tipikal di pulau Lakor yakni Kambing Lakor dan Bawang Lakor. Dr Rony Kunda, dkk, melakukan penelitian terhadap kambing Lakor dan menemukan adanya keunggulan ternak tersebut. Walau hidup di cuaca yang panas dan air yang minim, tetapi kambing Lakor tetap eksis. Dalam tulisannya berjudul Polymorphism of Growth Hormone (GH) Gene In Lakor Island of Southwest Maluku Regency (2020), Kunda dkk menjelaskan keunggulan kambing Lakor.

BACA JUGA :  Rompi Khusus Bagi Pelanggar PKM di Ambon

Hal yang senada diulas oleh Isak P Siwa dalam tulisannya berjudul Lakor Goat, The Indonesia Original Livestock Cluster from Maluku (2020). Kambing Lakor memiliki keunggulan komparatif yang terkait dengan pola warna bulu, bentuk tanduk, bentuk telinga, bobot badan, tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, lebar dada dan dalam dada. Temuan-temuan ini secara akademik sangat menarik. Secara metaforik kita dapat merefeksikan realitas itu dengan daya juang dan resiliensi orang-orang Lakor dalam merengkuh masa depan. Walau diperhadapkan dengan tantangan dan kesulitan, tetapi daya juang orang-orang Lakor terus menyala dan harus terus dinyalakan agar dapat terus merengkuh masa depan yang kian gemilang.

Ketiga, bawang Lakor yang unik. Saat kapal Sabuk Nusantara merapat di pelabuhan Lakor, ibu-ibu menawarkan salah satu produk unggulan di sana yakni Bawang Lakor. Bawang merah yang bentuknya tidak terlalu besar ini dijamin memberi cita rasa yang gurih. Setiap orang yang mampir di pulau Lakor pasti mencari bumbu dapur tersebut.

Ada cerita rakyat tentang Gunung Lakor dan Gunung Kerbau di pulau Moa. Seperti diceritakan Ibu Guru Waremra dari Sitanala Learning Center Batu Gantung Ambon, asal-asul Bawang Merah Lakor terkait pula dengan kisah pertarungan antar gunung-gunung di Kabupaten Maluku Barat Daya. Ini tentu hanya sebuah cerita, tetapi cerita itu hendak mengungkapkan keunikan Bawang Merah Lakor sebagai salah satu produk andalan yang saat ini terus dibudidayakan oleh pemerintah Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Ke depan perlu terus diupayakan langkah-langkah terobosan agar Bawang Merah Lakor tetap eksis dan menjadi sumber pendapatan dan penghidupan masyarakat setempat.

Keempat, dinamika pembangunan. Ketika tiba di pulau Lakor ada sejumlah tiang listrik dan jaringan yang berdiri kokoh. Hanya saja, pada malam hari pulau Lakor masih gelap karena listrik belum menyala. Yang ada adalah penerang dari energi matahari (solar cell) itupun jika hujan pasti tidak dapat menghasilkan terang. Entah mengapa jaringan listrik belum juga menyala. Semoga pemerintah daerah dapat memperhatikan hal ini dengan baik. Hal yang sama juga dengan jaringan telekomunikasi. Meski sudah ada tower tetapi akses internet masih belum stabil. Realitas ini praktis masih dialami oleh masyarakat di pulau-pulau kecil.

BACA JUGA :  Tim KNKT Kemenhub Investigasi Kapal KM Karya Indah

Pemerintah pusat berusaha memberi perhatian terhadap daerah-daerah yang dikategorikan 3T: Terdepan, Terpencil dan Tertinggal. Pulau Lakor merupakan salah satunya. Dibutuhkan kesungguhan dan komitmen yang kuat untuk membangun infrastruktur dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di pulau-pulau kecil, sembari memperhatikan aspek kelestarian alammnya. Di pulau Lakor juga belum ada Pos Polisi setingkat Polsek, padahal menurut warga setempat keberadaan Polisi sebagai pengayom masyarakat sangat diperlukan. Ada harapan agar di pulau Lakor ada Polsek yang membantu menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat setempat.

Demikian beberapa remah-remah catatan reflektif dari pulau Lakor di Kabupaten Maluku Barat Daya. Tentu ada beragam masalah dan tantangan. Ada pula beragam peluang dan kesempatan. Tinggal niat dan kesungguhan untuk berjalan bersama. Semoga pulau Lakor semakin maju, masyarakatnya makin sejahtera dan adat budayanya tetap lestari, khususnya Bahasa daerah dan kesenian serta kearifan lokalnya. Kalwedo ! (RR).

**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow

No More Posts Available.

No more pages to load.