TERASMALUKU.COM,- AMBON- Pemerintah puat sedang membangun pelabuhan bertaraf internasional di Saumlaki dan Moa. Ternyata, Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan Ambon New Port (ANP) yang selama ini ditunggu masyarakat Maluku tidak pernah didorong ke Bappenas agar masuk dalam matriks program.
Demikian disampaikan Deputi I Kantor Staf Kepresidenan (KSP) RI, Febry Calvin Tetelepta, saat menjadi salah satu pembicara pada Seminar Nasional yang digelar FISIP Universitas Darussalam Ambon, Jumat (4/8/2023).
Febry yang biasa disapa dengan nama singkat FCT ini menyampaikan pemerintah saat ini sementara membangun pelabuhan perikanan terintegrasi dan fish market bertaraf internasional di SKPT Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dan Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya.
Proyek itu dikerjakan menggunakan dana hibah dari Pemerintah Jepang senilai kurang lebih Rp 100 miliar.
“Ini betul-betul bantuan uang hibah dari Jahitka Jepang kurang lebih Rp 100 miliar per proyek, dan akan dikembangkan sampai dengan 300 (miliar), ini tergantung dengan ibu Dia (Saadiah Uluputty) dengan teman-teman di DPR RI,” katanya. Saadiah Uluputty juga menjadi pembicara bersama FCT.
Pembangunan proyek tersebut diharapkan dapat didorong secara bersama. “Kami dari kantor kepresidenan akan mengawal itu sehingga hibah Rp 100 miliar itu bisa dikembangkan menjadi pelabuhan bertaraf internasional dan bisa mengeksplore itu dengan baik,” tambahnya.
Sementara itu, berbicara mengenai LIN Maluku, Febry mengungkapkan bahwa selama ini harapan masyarakat Maluku tersebut hanya berupa narasi dan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).
LIN dan ANP, lanjut dia, merupakan dua hal yang sangat berbeda. LIN berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan, sementara ANP di Kementerian Perhubungan.
“Dia (LIN dan ANP) tidak pernah masuk dalam matriks program tapi dia cuma dalam narasi. Nah, persoalannya adalah kita tidak mendorong itu ke Bappenas untuk menjadi sebuah program dalam matriks program. Jadi kita coba bermain di awan-awan saja, tapi kita tidak mendorong itu sampai masuk ke tingkat program di Bappenas, ini saya mesti klarifikasi dengan baik,” jelasnya.
FCT mengaku timnya sudah berada 4 hari di Maluku. Pihaknya ingin mengecek tentang rantai pasok dingin.
“Memang ada peta tapi saya belum bisa buka di sini, tapi kita pastikan bahwa sentra produksi perikanan yang ada di Saumlaki, yang ada di Moa, maupun di Tual, itu bisa kita kembangkan,” tambahnya.
Ia juga mengatakan kalau produksi perikanan yang direncanakan di Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, tidak ekonomis.
“Jadi persoalan adalah produksi perikanan yang kita rencanakan di Waai itu tidak ekonomis, kenapa demikian, setelah APBN berubah menjadi KPBU maka investasi yang diharapkan itu tidak bisa masuk,” ucapnya.
Maluku memiliki cold storage yang hanya menampung ikan sebanyak kurang lebih 18.000 ton per tahun. Sementara daerah ini memiliki ikan yang dapat ditangkap sebesar kurang lebih 516.000 ton per tahun.
“Berarti ada selisih, ke mana ikan itu. Ini peta rantai dingin yang kita dapatkan dengan semua potensi yang ada. Padahal kalau kita maksimalkan mestinya kita dapat sekitar 4.669.030 ton tahun per tahun,” jelasnya.
Belasan ribu ton ikan yang didapatkan tersebut tersedia maksimal di Kepulauan Aru dan Kota Tual dan Ambon. Sedangkan selebihnya proses pengembangan perikanan tidak merata di Maluku.
“Ada hal yang menjadi tantangan kita ke depan yaitu bagaimana perencanaan produksi perikanan di kabupaten kota di Maluku dalam sistem rantai dingin yang terintegrasi. Kita harus punya data itu sehingga provinsi bisa mengendalikan semua potensi kita dengan baik dan kabupaten kota bisa menjadikan data dengan lebih baik,” harapnya.
Penulis : Husen Toisuta
**) Ikuti berita terbaru Terasmaluku.com di Google News klik link ini dan jangan lupa Follow